Independence Day: Resurgence (2016)

120 min|Action, Adventure, Sci-Fi|24 Jun 2016
5.2Rating: 5.2 / 10 from 189,613 usersMetascore: 32
Two decades after the first Independence Day invasion, Earth is faced with a new extra-Solar threat. But will mankind's new space defenses be enough?

Setelah  20 tahun film fiksi ilmiah sukses, Independence Day (1996), seperti film-film box-office lainnya, sekuel menjadi sebuah formula baku studio besar. Sekuelnya ini kurang lebih menawarkan hal yang sama, dan digarap oleh sineas yang sama, Roland Emmerich, namun tanpa elemen kejutan kecuali ukuran pesawat induk alien yang lebih besar. Sepertinya kini ukuran bukan masalah utamanya. Alkisah 20 tahun setelah invasi, bumi kini siap menghadapi serangan lanjutan dengan menggunakan teknologi yang mereka dapatkan dari sisa-sisa invasi silam. Begitu alien kembali datang rupanya mereka sama sekali tidak menduga bahwa teknologi yang mereka miliki ternyata tidaklah cukup. Umat manusia harus mencari cara untuk menghindari dari kepunahan total.

Apa yang ditawarkan film pertamanya (ID4) sebenarnya tidak ada yang baru kecuali invasi alien skala besar yang pernah ada pada medium film. ID4 menyuguhkan aksi seru plus sisipan humor dengan penampilan memukau dari para pemain seniornya. Sekuelnya kini sama sekali tidak menawarkan apapun. Elemen kejutan cerita, nol besar. Para pemain dari film pertama sudah kehilangan pesona dan diperburuk dengan penampilan medioker pemain-pemain muda yang latar-belakang karakternya amat lemah. Naskahnya kini sangat memaksa tanpa tensi dramatik yang menjadi kekuatan film pertama. Semua aksi berjalan cepat berpindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa memberikan kesempatan penonton untuk bisa masuk bahkan peduli dengan apa yang mereka kerjakan.

Baca Juga  Insidious Chapter 3

Pencapaian visual sudah hal wajib untuk genre sci-fi sebesar ini. Pada masanya pencapaian ID4 memang hal yang sangat luar biasa bagaimana penonton dimanjakan matanya dengan pesawat angkasa raksasa yang begitu nyata dan menakutkan. Kini visualisasi senada sudah menjadi hal jamak dan sudah bukan lagi hal yang istimewa. Apa yang diperlihatkan di sekuelnya kali ini boleh dibilang kelewatan. Jika memang mereka bisa membuat pesawat maha raksasa nyaris seperempat besar bumi mengapa susah-susah harus mencari cara yang rumit untuk menghancurkan planet ini. Sekuen aksinya juga tidak ada lagi yang baru dan bumbu humor pun kini terlampau minim. Tampak pula beberapa karakter “tempelan” asal Cina jelas-sekali tampak untuk menjaring penonton di negeri tersebut.

Independence Day: Resurgence kehilangan elemen kejutan yang menjadi kekuatan dan ruh film pertamanya. Naskah yang memaksa, karakter pemain yang lemah, serta sisi humor dan aksi dibawah rata-rata menjadikan film ini sebuah sekuel yang tidak perlu dan salah satu film fiksi ilmiah terburuk yang pernah ada. Time’s up! (waktu telah habis) kata David Levinson di ID4, demikian pula franchise ini. Penonton yang mencari nostalgia bisa jadi tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali melihat kembali koleksi lawas dan memutar kembali film pertamanya. Emmerich salah satu sineas yang loyal dengan genre disaster sepertinya juga telah habis masa jayanya.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
20 %
Artikel SebelumnyaThe Nun: Spin-Off The Conjuring
Artikel BerikutnyaEuphoria, Pengalaman Perempuan dalam Travelling
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.