Director : Ernest Prakasa
Creators : Chand Parwez Sevia, Fiaz Servia
Aktors : Ernest Prakasa, Lala Karmela, Morgan Oey, Ferry Salim, Olga  Lydia, Budi Dalton, Ade Fitria Sechan, Ge Pamungkas

Ngenest merupakan sebuah film adaptasi dari trilogi novel berjudul sama karya Ernest Perkasa. Film ini bercerita tentang Ernest (Ernest Perkasa) anak keturunan Cina yang selalu di-bully oleh teman-temannya. Singkat cerita Ernest mencoba berbagai cara untuk memutus rantai kejahilan tersebut, hingga muncul sebuah solusi untuk menikahi seorang gadis pribumi bernama Meira (Lala Karmela). Harapannya keturunan mereka nanti tidak lagi seorang Cina.

Menertawakan diri sendiri adalah konsep banyolan yang coba diangkat oleh pembuatnya. Tentunya ini bisa menjadi isu yang sensitif jika tidak dikemas secara baik. Akan tetapi Ngenest dengan menarik mampu merangkum “ketidakwajaran” tersebut tanpa ada kesan melecehkan ras tertentu. Beberapa kelucuan tersaji dengan ringan dan segar. Seperti pada adegan pernikahan Ernest ketika mereka menertawakan karangan bunga dari rekan kerja keluarga Ernest, atau pada adegan main Play Station dimana masalah agama antara Ernest dan Meira terselesaikan. Semuanya mampu dikemas verbal secara kocak.

Terlepas dari unsur komedinya, secara cerita mungkin film ini masih belum bisa dibilang sempurna akibat beberapa adegan terkesan dipaksakan. Satu contoh pada adegan sentimentil di kamar calon anak mereka, ketika ernest akhirnya memutuskan untuk memberanikan diri memiliki anak. Hal ini terjadi karena sepanjang film kita tidak mendapat kesan yang kuat tentang trauma dan ketakutan Ernes untuk memiliki anak sehingga adegan ini sedikit terasa memaksa. But anyway this is a comedy sehingga hubungan kausalitas bisa sedikit ditolerir.

Jika menilik dari aspek sinematik satu hal yang cukup menarik adalah ketika kita mendapat point of view shot dari bayi Cina dengan mata sipit, teknik ini dipakai dengan baik untuk membuat penonton tertawa. Selain itu beberapa dialog yang disampaikan dengan logat Sunda Bandung juga memperkaya unsur komedinya. Dari segi akting seluruh pemain utama bisa dibilang bermain biasa saja. Justru yang menarik adalah kehadiran dua tokoh teman Ernest (Awwe dan Adjis Doa) yang memberikan warna tersendiri melalui respon-respon spontan mereka yang kocak. Para pemain pendukung lainya pun juga bermain sangat baik mulai dari orang tua meira, hingga rekan kerja Ernest.

Baca Juga  SIN

Secara keseluruhan film ini cukup baik, guyonannya pun lebih pada joke-joke verbal bukan slapstick seperti pada film-film komedi Indonesia kebanyakan. Film ini bisa dijadikan alternatif untuk mengocok perut disaat liburan, terutama bagi para penggemar film komedi lokal.

Watch Trailer

Artikel Sebelumnya5 Best & Worst Movies 2015 Versi Editor
Artikel BerikutnyaPrilly Latuconsina Berperan dalam Film Surat Untukmu
Febrian Andhika lahir di Nganjuk, 18 Februari 1987. Ia mulai serius mendalam film sejak kuliah di Akademi Film di Yogyakarta. Sejak tahun 2008, ia bergabung bersama Komunitas Film Montase, dan aktif menulis ulasan film untuk Buletin Montase hingga kini montasefilm.com. Ia terlibat dalam semua produksi awal film-film pendek Montase Productions, seperti Grabag, Labirin, 05:55, Superboy, hingga Journey to the Darkness. Superboy (2014) adalah film debut sutradaranya bersama Montase Productions yang meraih naskah dan tata suara terbaik di Ajang Festival Film Indie Yogyakarta 2014, dan menjadi runner up di ajang Festival Video Edukasi 2014. Sejak tahun 2013 bekerja di stasiun TV swasta MNC TV, dan tahun 2015 menjadi editor di stasiun TV Swasta, Metro TV. Di sela kesibukan pekerjaannya, ia menyempatkan untuk menggarap, The Letter (2016), yang merupakan film keduanya bersama Montase Productions. Film ini menjadi finalis dalam ajang Festival Sinema Australia Indonesia 2018.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.