American Underdog adalah film drama olahraga arahan Erwin Brothers, dengan dibintangi Zachary Levi, Anna Paquin, serta Dennis Quaid. Filmnya adalah kisah nyata yang menceritakan latar belakang pemain NFL legendaris Kurt Warner sebelum ia menjadi tenar. Walau sudah jamak dengan plot sejenis, namun rupanya, film ini memiliki pendekatan cerita yang berbeda.

Kurt Warner (Levi) memiliki impian besar sejak ia kecil menjadi seorang quaterback NFL. Impiannya membawanya selama 5 tahun bersama sebuah tim kampus di Iowa Utara. Namun, di sana ia lebih sering dibangkucadangkan karena ia dianggap tidak bisa mengikuti arahan sang pelatih. Di saat bersamaan, ia tertarik dengan Brenda (Paquin) yang ternyata pula seorang ibu beranak dua. Sementara ia serius dengan Brenda, karirnya di olahraga justru semakin terpuruk, hingga ia bekerja di supermarket. Rekan lamanya, akhirnya menawari Kurt untuk bermain di Arena Football (lokasi indoor dengan ukuran lapangan lebih kecil). Sukses bermain di sini, di akhir musim seorang wakil dari tim NFL besar pun menawarinya menjadi quaterback.

Dari judulnya saja sudah tampak arah kisahnya. Dengan menggunakan formula baku genre olahraga, tidak ada sesuatu yang berbeda selain hanya kisah drama sang bintang. Semua orang di AS bisa jadi sudah mengenal sosoknya tapi mungkin tidak semua orang tahu tentang awal hidupnya. Film ini dengan sangat efektif menggambarkan kisah pasang surut sang bintang. Sosok Kurt adalah seseorang yang tahan banting dengan penderitaan yang harus dilaluinya begitu lama. Semesta seolah menjauhkan dirinya dari impian masa kecilnya. Plot filmnya secara sederhana hanya menunda selama mungkin hingga momen-momen akhir ia meraih kejayaan. Ending-nya adalah sebuah klimaks yang melegakan yang disajikan demikian menyentuh setelah penantian yang amat panjang.

Baca Juga  Batman: The Long Halloween Part One

Sebuah drama olahraga yang menyentuh, American Underdog memberikan perspektif berbeda salah satu pemain olahraga terbesar sepanjang sejarah American Football. Levi dan Paquin bermain baik sebagai dua sosok yang dominan tampil sepanjang film. Tak banyak sisi estetik yang menonjol, kecuali segmen aksinya yang mampu menyajikan kelebihan Kurt dalam mengoper bola jarak jauh. Film ini memang semata bukan ingin mengagungkan kemampuan hebat sang bintang, namun lebih dari itu, adalah bagaimana besarnya penderitaan yang harus ia lalui sebelum ia menggapai impiannya.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaHome Team
Artikel BerikutnyaThe Long Night
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.