Bila kita sama-sama menghitung janji yang selama ini telah kita buat, lebih banyak ditepati atau tidak? Rizki Balki memang sangat menggarisbawahi perkara ini dalam film arahannya yang berjudul Geez & Ann. Salah satu film roman remaja populer ini merupakan adaptasi dari novel berjudul sama, karya Rintik Sedu. Melalui produksi MVP Pictures dengan skenario yang digarap oleh Cassandra Massardi dan Adi Nugroho, Geez & Ann menampilkan wajah-wajah baru di panggung sinema roman remaja, seperti Junior Roberts, Hanggini, Roy Sungkono, Ersa Mayori, Bobby Samuel, Dewi Rezer, dan Indra Brasco. Apakah akan berujung sama seperti kebanyakan film adaptasi novel dengan genre roman remaja populer yang sudah-sudah?

Suatu hari, pergelaran pentas seni SMA mempertemukan Geez (Junior Roberts) dan Ann (Hanggini). Pertemuan antara vokalis grup band beraliran rock dan ketua panitia Pensi tersebut lantas melahirkan serangkaian interaksi yang berkelanjutan di keseharian Ann. Sebagian besarnya karena kesengajaan Geez. Namun di balik kebersamaan mereka yang begitu intens, ada permasalahan pribadi yang datang dari latar belakang keluarga masing-masing. Geez yang terkekang impian pribadi sang ibu (Dewi Rezer) dan Ann yang tak ingin merepotkan ibunya (Ersa Mayori). Bersama dengan masalah pribadi (terutama Geez) yang berlarut-larut, keduanya malah menjalani hubungan jarak jauh yang saling menyakiti satu sama lain. Persoalan baru yang kemudian meretakkan kepercayaan mereka satu sama lain. Di sinilah titik balik mereka, mau melangkah maju atau tetap bertahan di tempat yang sama.

Kesekian kalinya genre ini mengisi daftar panjang film sejenis, yang selalu muncul untuk pasar terbesar Tanah Air, yakni para remaja. Seolah, tidak ada film yang cukup layak dirilis pada masa-masa ini, namun juga memberi warna baru bagi perfilman dalam negeri. Kita tahu tema-tema serupa telah banyak sekali dibuat sejak Dilan menciptakan momentumnya sekian tahun lalu. Karakteristik para tokohnya hingga ke development mereka seiring berjalannya cerita pun itu-itu saja.  Alias, mengulang-ulang format yang sama. Misalnya, laki-laki tampan namun misterius dan perempuan yang punya geng persahabatan; kembang sekolah dan siswa bandel; si Pintar yang rajin belajar dan si Tukang bolos; atau yang semacamnya. Memang, pada dasarnya semua ini tak lepas dari ‘bahan-bahan’ yang dipakai. Apalagi kalau sumbernya merupakan karya roman remaja populer yang digandrungi banyak orang, tinggal menunggu waktu untuk diadaptasi menjadi film.

Baca Juga  The Forever Purge

Dengan fakta yang semacam inilah film Geez & Ann dibuat. Barangkali bagi remaja penggemar genre ini, tak jadi soal ceritanya akan seklise apa. Namun bagi beberapa orang yang tak termasuk dalam lingkaran mereka, sudah pasti dapat dengan mudah menebak bagaimana alur ceritanya akan berjalan. Malah langsung tahu bagian ending-nya sejak di 5-10 menit pertama. Tak lain karena faktor tema yang pada dasarnya mirip, antarsesama roman remaja populer.

Hampir lebih dari separuh pertama, Geez & Ann sekadar menampilkan adegan romansa anak muda, dibumbui beraneka kejutan percintaan semata. Bisa dibilang, film dengan konflik yang sangat minim bahkan nyaris terasa nihil ini hanya ingin menghibur konsumennya. Kalau saja setengah terakhir film ini pun tak memberi problematika cerita yang berarti, mustahIL Geez & Ann dapat selamat dari nilai yang buruk secara keseluruhan. Sebab boleh dibilang, film ini hampir tak memiliki tendensi untuk menjadikan ceritanya memacu antusiasme karena keseruan konfliknya. Untung saja cerita dalam film ini punya poin-poin lain yang menjadi ciri khasnya sendiri.

Dari segi pemain, belakangan orang-orang yang unjuk gigi berakting di panggung sinema roman remaja populer adalah para pendatang baru. Satu sisi ini memang bagus karena menampilkan talenta-talenta baru, alih-alih terus bertahan dengan wajah-wajah lama. Namun di sisi lain, melihat menjamurnya genre dengan tema-tema seputar cinta masa SMA yang diisi oleh pendatang baru semacam ini, seolah makin mirip saja dengan FTV. Baik judul, konten, maupun cara penceritaannya pun tak dapat disebut sebagai sesuatu yang memang wajib ditonton. Memang benar kalau dianggap menghibur. Toh pasarnya yang sebagian besar adalah remaja menyukai itu. Namun, apakah cukup hanya sampai di situ saja? Apakah menjaga minat para remaja masa kini terhadap film, sudah cukup hanya dengan menghadirkan kisah-kisah roman remaja populer dari bangku SMA semacam ini?

Geez & Ann, satu lagi roman remaja populer yang menampilkan fragmen kisah cinta masa muda yang (mungkin) diimpi-impikan para remaja masa kini. Kita takkan menjumpai masalah yang bisa dianggap mengkhawatirkan, sampai mampu membangkitkan rasa penasaran sedemikian tinggi tentang ending di film ini. Fenomena sejenis yang dulu juga pernah menimpa genre horor. Namun, walau memang termasuk dalam kelompok klise, film ini masih bisa dinikmati –paling tidak untuk paruh keduanya.

PENILAIAN KAMI
Overall
30 %
Artikel SebelumnyaLayla Majnun
Artikel BerikutnyaSon
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.