https://www.imdb.com/title/tt8386446/
Tonton video review artikel ini di bawah.

     Film bergenre horor ini merupakan besutan sutradara Hanny R. Saputra. Sang sineas sendiri merupakan sineas yang telah menghasilkan puluhan karya film populer diantaranya, Mirror (2005), Heart (2006), Love Story (2011), dan Love is U (2012). Ia lebih sering memproduksi film drama dan roman ketimbang genre horor. Dalam pemutarannya, Sajen terbilang laris dengan meraih jumlah penonton sekitar 442.478 hanya dalam 1 minggu saja. Sajen dibintangi oleh aktor dan aktris muda pendatang baru seperti, Amanda Manopo, Angga Yunanda, Steffi Zamora, dan Jeff Smith.

     Film ini bercerita tentang peristiwa bullying yang terjadi di sebuah SMA swasta favorit. Dibuka dengan misteri tentang tiga sajen yang ditempatkan di beberapa titik, seperti di kamar mandi, loker perpustakaan, dan ruang komputer. Ketiga tempat tersebut konon dihuni oleh arwah siswa yang pernah bunuh diri di tempat-tempat itu. Konon, mereka yang bunuh diri merupakan korban bullying. Suatu ketika salah satu siswanya yang bernama Alanda (Amanda Manopo) bernasib serupa dengan ketiga korban sebelumnya, yang akhirnya bunuh diri di lift sekolah. Arwahnya pun gentayangan menuntut balas.

     Kata sajen sendiri berasal dari bahasa jawa yang berarti sesaji yang berisi bunga-bunga dan pernak-pernik lainnya, yang ditujukan untuk makhluk tak kasat mata, yang biasanya untuk menghormati, memuja, atau menenangkan arwah. Walaupun filmnya terkait dengan sajen, namun persoalan sajen itu sendiri tak digali lebih dalam, dan kisahnya sendiri lebih pada kisah film horor kebanyakan, yang masih mencoba mengagetkan penonton dengan sosok hantunya.

     Plot misteri adegan sekolah tidak dibangun dengan bangunan kisah yang menarik, sehingga kesan horornya kurang begitu terasa. Sang sutradara hanya mengeksploitasi sosok hantu Alanda yang terlihat tak realistik dan dipaksakan untuk muncul. Bahkan efek visual hantunya pun terlihat sangat kasar dan janggal. Satu adegan yang memperlihatkan hantu Alanda yang keluar dari televisi, layaknya hantu Sadako dalam The Ring, malah terlihat lucu dan aneh.

Baca Juga  Galih dan Ratna

     Salah satu kelemahan filmnya terletak pada tempo filmnya yang begitu lambat dan lebih fokus pada kisah dramanya yang lebih mirip sinetron. Maka agak susah penonton untuk bisa masuk dan meresapi dramatik serta suspense-nya. Plot balas dendam lebih terkesan sadis daripada unsur horor di cerita filmnya. Dilihat dari setting lokasi yang sebagian besar berada di sekolah juga terlihat kurang begitu mengintimidasi  penonton, karena yang terlihat berupa bangunan modern yang bersih dan mewah. Akan lebih mengintimidasi jika setting tempatnya berupa bangunan kuno yang lebih terkesan mistis.

WATCH OUR REVIEW

PENILAIAN KAMI
Overall
40 %
Artikel SebelumnyaGhost Stories
Artikel BerikutnyaDeadpool 2
Agustinus Dwi Nugroho lahir di Temanggung pada 27 Agustus 1990. Ia menempuh pendidikan Program Studi Film sejak tahun 2008 di sebuah akademi komunikasi di Yogyakarta. Di sinilah, ia mulai mengenal lebih dalam soal film, baik dari sisi kajian maupun produksi. Semasa kuliah aktif dalam produksi film pendek baik dokumenter maupun fiksi. Ia juga lulus dengan predikat cum laude serta menjadi lulusan terbaik. Ia mulai masuk Komunitas Film Montase pada tahun 2008, yang kala itu masih fokus pada bidang apresiasi film melalui Buletin Montase, yang saat ini telah berganti menjadi website montasefilm.com. Sejak saat itu, ia mulai aktif menulis ulasan dan artikel film hingga kini. Setelah lulus, ia melanjutkan program sarjana di Jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Penelitian tugas akhirnya mengambil tema tentang Sinema Neorealisme dan membandingkan film produksi lokal yang bertema sejenis. Tahun 2017, Ia menyelesaikan studi magisternya di Program Pascasarjana Jurusan Pengkajian Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dengan minat utama film. Penelitian tesisnya terkait dengan kajian narasi dan plot sebuah film. Saat ini, ia tercatat sebagai salah satu staf pengajar di Program Studi Film dan Televisi, ISI Yogyakarta mengampu mata kuliah teori, sejarah, serta kajian film. Ia juga aktif memberikan pelatihan, kuliah umum, seminar di beberapa kampus, serta menjadi pemakalah dalam konferensi Internasional. Biodata lengkap bisa dilihat dalam situs montase.org. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Miftachul Arifin.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.