The A-Team (2010)
117 min|Action, Adventure, Crime|11 Jun 2010
6.7Rating: 6.7 / 10 from 274,752 usersMetascore: 47
A group of Iraq War veterans look to clear their name with the U.S. Military, who suspect the four men of committing a crime for which they were framed.

2 Juni 2010,

The A – Team merupakan film aksi yang diadaptasi dari film serial televisi berjudul sama yang populer pada dekade 80-an. Versi layar lebarnya kali ini digarap oleh Joe Carnahan dan diproduseri oleh duo sineas top, Tony dan Ridley Scott. Empat anggota The A-Team dibintangi oleh Liam Neeson, Bradley Cooper, Quinton Jackson, dan Sharlto Copley. Beberapa nama top juga ikut terlibat seperti, Jessica Biel dan Patrick Wilson.

Cerita film dibuka dengan latar belakang bagaimana keempat anggota The A-Team yakni, Hannibal (Neeson), Face (Cooper), B.A. (Jackson), dan Murdock (Copley) bisa bertemu secara tak sengaja dengan cara yang unik dan gila. Beberapa tahun setelahnya mereka berempat mendapat tugas di Timur Tengah. Hannibal mendapat tugas tak resmi dari atasannya untuk merebut plat cetak uang yang konon dimiliki pihak musuh. Di luar dugaan Hannibal ternyata dijebak dan seluruh anggota The A-Team ditangkap. Beberapa waktu kemudian pihak pemerintah diwakili agen Lynch (Wilson) memberi tawaran pada Hannibal dan anak buahnya untuk bisa mengembalikan status serta pangkat mereka dengan catatan mereka bisa merebut plat yang dulu mereka buru.

Seri televisi The A-Team yang populer di tanah air tahun 80-an, kita kenal melalui plot sederhana (good vs bad) dengan skema brilyannya, karakter-karakternya yang unik, aksi-aksi komikal (kekerasan tanpa darah) dengan bermodal peralatan apa adanya. Film layar lebarnya kali ini sepertinya mencoba untuk menangkap spirit film serial aslinya dengan sasaran penonton modern. Hasilnya jika kita bandingkan dengan aslinya jelas jauh berbeda terutama tokoh-tokohnya. George Peppard (Hannibal) yang karismatik serta Mr. T (B.A) yang selalu tampil eksplosif jelas tidak tergantikan. Neeson seringkali tidak mampu melepas aksen Inggrisnya plus sosoknya terlalu serius jika dibandingkan dengan George Peppard yang selalu tersenyum dan santai menutupi kecerdasan otaknya. Jackson dibandingkan dengan Mr. T jelas tampil kurang garang. Copley sebagai Murdoch tampil lumayan namun masih kurang gila jika dibandingkan Dwigth Schultz. Sementara Cooper sebagai Face tergolong yang paling berhasil menggantikan sosok Dirk Benedict, hanya ia sedikit kurang genit. Apakah perubahan karakter ini menjadi masalah? Jelas tidak bagi penonton yang belum pernah menonton film serinya.

Baca Juga  Rise of the Guardians

Plot film serinya yang sederhana kini berubah menjadi rumit dan kompleks. Skema yang gila, tidak masuk akal, dan brilyan dengan mengandalkan team-work adalah nilai lebih plot serial The A-Team dan untuk film masa kini perubahan ini sepertinya bukan menjadi masalah. Cerita film serinya yang hanya berlokasi di seputar wilayah Amerika kini juga meluas ke beberapa kota dan wilayah di dunia. Tidak ada yang istimewa dengan plotnya dan plot sejenis sudah sering kita jumpai di banyak film. Jika Anda sudah menonton The Looser (2010), plotnya nyaris mirip, hanya The Looser sedikit lebih baik.

Tokoh-tokohnya yang unik dan gila plus skema brilyan yang gila tidak lengkap dengan aksi gila-gilaan pula. Film ini bisa dibilang menyajikan sekuen-sekuen aksi paling gila yang pernah ada. Seperti adegan aksi dalam “tank”, dijamin Anda belum pernah melihat adegan aksi demikian gila seperti ini. Tokoh-tokohnya yang cenderung “gila” dan nekat memang sangat mendukung adegan aksi seperti ini bisa muncul. Hanya adegan aksi komikal seperti film serialnya sudah tidak lagi tampak dan sepertinya memang sudah tidak cocok lagi untuk penonton modern.

The A-Team adalah sebuah tontonan aksi komedi yang sangat menghibur terutama untuk penonton yang sama sekali belum pernah melihat film serialnya. Sekalipun banyak perbedaan namun setidaknya film ini mampu menangkap spirit “madness” dan hingar bingar serial televisinya. Hanya itu saja tidak lebih. Akhir cerita filmnya jelas sekali membuka kemungkinan muncul sekuelnya jika ternyata film ini sukses komersil.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaPrince of Persia: The Sands of Time
Artikel BerikutnyaThe Karate Kid
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). A lifelong cinephile, he developed a profound passion for film from an early age. After completing his studies in architecture, he embarked on an independent journey exploring film theory and history. His enthusiasm for cinema took tangible form in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience eventually led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched students’ understanding through courses such as Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended well beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, Understanding Film, an in-depth examination of the essential elements of cinema, both narrative and visual. The book’s enduring significance is reflected in its second edition, released in 2018, which has since become a cornerstone reference for film and communication scholars across Indonesia. His contributions to the field also encompass collaborative and editorial efforts. He participated in the compilation of Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1–3 and 30 Best-Selling Indonesian Films 2012–2018. Further establishing his authority, he authored Horror Film Book: From Caligari to Hereditary (2023) and Indonesian Horror Film: Rising from the Grave (2023). His passion for cinema remains as vibrant as ever. He continues to offer insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com while actively engaging in film production with the Montase Film Community. His short films have received critical acclaim at numerous festivals, both nationally and internationally. In recognition of his outstanding contribution to film criticism, his writing was shortlisted for years in a row for Best Film Criticism at the 2021-2024 Indonesian Film Festival. His dedication to the discipline endures, as he currently serves as a practitioner-lecturer in Film Criticism and Film Theory at the Indonesian Institute of the Arts Yogyakarta, under the Independent Practitioner Program from 2022-2024.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses