Gaya Sinematik Burton

Film-film garapan Burton selalu memiliki tema yang unik. Naskahnya kebanyakan ia adaptasi lepas dari sebuah sumber dan kisahnya ia ubah menjadi versi dan gayanya sendiri. Hal ini sudah tampak dari film di awal karirnya, Frankenweenie yang diadaptasi lepas dari kisah klasik Frankenstein. Hal yang sama tampak dari film-filmnya seperti seri Batman, Ed Wood, Sleepy Hollow, Planet of the Apes, Big Fish, Charlie and the Chocolate Factory, Sweeney Todd, hingga Alice in Wonderland. Burton juga jarang menulis cerita filmnya sendiri, tercatat hanya Edward Scissorshand dan The Nightmare Before Christmas.

Film-film Burton tidak lepas dari genre-genre tertentu yang memungkinkan untuk menggunakan sentuhan estetiknya yang khas bernuansa gelap dan suram. Genre fantasi tercatat adalah yang paling sering ia gunakan, seperti Batman, Batman Returns, Edward Scissorshand, Big Fish, Charlie and the Chocolate Factory, hingga Alice in Wonderland. Genre favorit Burton sejak cilik, yakni horor juga tampak pada Beetlejuice, Sleepy Hollow, dan Corps Bride. Genre fiksi ilmiah terlihat pada Mars Attack dan Planet of the Apes. Genre musikal bernuansa gelap juga muncul melalui The Nightmare Before Christmas dan Sweeney Todd. Burton tercatat satu kali mencoba berbeda melalui film drama biografi, Ed Wood yang memang minim sentuhan uniknya.

Film-film Burton juga identik dengan tema-tema “gelap” yang sesuai dengan gaya artistiknya. Tema “kematian” atau after life seringkali muncul dalam kisah film-film Burton seperti Frankenweenie, Beetlejuice, The Nightmare before Christmas, Sleepy Hollow, Corps Bride, hingga Sweeney Todd. Burton juga dikenal lihai membuat film-film bertema ringan menjadi lebih gelap dan suram, contoh yang paling nyata adalah Batman Returns, Planet of the Apes, Charlie and the Chocolate Factory, dan yang terakhir Alice in Wonderland.

Dalam kisah film-film Burton seringkali tokoh utama terasing atau menjauhkan diri dari lingkungannya seperti terlihat dalam Vincent, Pee Wee Big Adventure, Batman, Charlie and The Chocolate Factory, serta Sweeney Todd. Seringkali pula tokoh utama adalah pendatang atau orang asing yang masuk dalam sebuah lingkungan baru yang sama sekali asing baginya seperti tampak dalam The Nigth Before Christmas, Sleepy Hollow, Planets of the Apes, Big Fish, hingga Alice in Wonderland. Atau terkadang pula kombinasi keduanya seperti tampak dalam Edward Scissorshand. Dalam perjalanan kisahnya tokoh utama seringkali pula dimusuhi atau salah faham dengan orang-orang lingkungannya.

Baca Juga  Sleepy Hollow, Kisah Horor Klasik Versi Burton

Tokoh-tokoh utamanya juga seringkali memiliki trauma masa silam yang seringkali disajikan melalui teknik kilas-balik atau mimpi buruk. Hal ini tampak dalam film-film seperti Batman, Sleepy Hollow, Charlie and the Chocolate Factory, Sweeney Todd, hingga Alice in Wonderland. Trauma masa lalu seringkali juga menyangkut hubungan sang tokoh dengan orangtuanya (seringkali ayah). Dalam Sleepy Hollow, setiap kali tokoh utama pingsan ia selalu bermimpi buruk tentang ibunya yang ternyata adalah trauma masa lalunya.

1
2
3
4
5
6
Artikel SebelumnyaEd Wood
Artikel BerikutnyaDari Redaksi mOntase
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.