What's Up with Cinta? (2002)
112 min|Drama, Romance|08 Feb 2002
7.7Rating: 7.7 / 10 from 3,065 usersMetascore: N/A
A popular girl has to choose whether she wants to stay as a part of her clique or fall for the brooding literature-loving boy in her school.

Sebuah keceriaan remaja ditunjukan dalam serentetan gambar di pembuka film, dibalut dengan lagu energik yang diaransemen oleh Melly Goeslow dan Anto Hoed. Kelima gadis remaja tersebut (Cinta, Maura, Alia, Carmen, Mily) sibuk dengan semangat persahabatan dalam hiruk pikuk keceriaan masa SMA. Gambar kemudian beralih pada konflik Alia dengan keluarganya yang semakin mempererat persahabatan mereka, menuntut mereka untuk saling membutuhkan satu sama lain. Lalu sosok Rangga, seorang pendiam tidak populer dan sinis muncul sebagai pemenang lomba puisi, membuat Cinta, salah satu pengurus majalah sekolah harus mewawancarainya sebagai pemenang lomba.

Dari sinilah kedekatan Cinta dan Rangga tercipta, dan lambat laun perasaan pun muncul diantara keduanya, dari rasa benci menjadi cinta. Tentang inilah film ini bertutur, persahabatan dan cinta. Sebuah konflik klasik anak-anak remaja pada umumnya. Mungkin akan terasa sedikit membosankan jika kita berbicara “melulu” tentang itu, tanpa ada tawaran untuk menggali konflik remaja secara lebih mendalam. Tapi di Ada Apa dengan Cinta? konflik ini mampu disajikan dengan pas dan menarik.

Ada Apa Dengan Cinta? adalah sebuah roman remaja, sehingga romantisme yang hadir adalah sebuah romantisme semangat remaja dimana unsur-unsur seperti eksistensi diri, ego serta budaya pop terasa begitu kental dalam film ini. Salah satu kekuatan film ini adalah chemistry antara Cinta dan Rangga, mereka nyaris selalu bertengkar mulut, dan hampir setiap saat ketika Cinta dan Rangga bertemu selalu memunculkan pertikaian sepele yang membuat kita tersenyum melihatnya.

Baca Juga  Mudik

Seperti adegan pertengkaran kecil ketika Cinta dan Rangga di perpustakaan. Adegan ini enak untuk dinikmati, chemistry diantara keduanya tercipta dengan baik, ditunjang dengan dialog serta pembawaan yang baik membuat adegan pertengkaran semacam ini begitu menggemaskan. Adegan romantis juga dikemas dengan indah dan hangat, seperti ketika Cinta datang ke rumah Rangga, serta saat mereka pacaran di sebuah kafé dan Cinta melantunkan puisi yang dibuat Rangga dengan begitu syahdu. Scene juga begitu dramatik karena disaat yang bersamaan diperlihatkan Alia yang berusaha bunuh diri di kamar mandi.

Sisi persahabatan adalah pesan sebenarnya ingin ditonjolkan dalam kisahnya. Cara kelima sahabat berbicara, bersikap, menari, hingga menangis merupakan refleksi persahabatan para remaja pada umumnya. Kisah filmnya sederhana namun aspek-aspek yang mendukung seperti dialog, akting, budaya pop, musik serta lagu hingga puisi membuat film ini begitu spesial. Scene akhir ketika Cinta membaca puisi Rangga dalam perjalanan pulang dari bandara menjadi sebuah resolusi yang manis tanpa terlihat berlebihan dalam akhir cerita yang membahagiakan.

AADC? adalah sebuah film yang menawarkan semangat budaya remaja yang positif bagi remaja-remaja kita sekarang. Film ini bisa menjadi refleksi para remaja kita dalam menghadapi maupun memaknai masa remaja secara positif. Tidak berlebihan jika AADC? merupakan film remaja terbaik yang pernah diproduksi di negeri ini, setelah kurang lebih dua belas tahun sejak film ini pertama kali tayang. Diantara banyaknya film-film remaja yang dirasa kurang inspiratif, para penonton remaja kita merindukan film semacam ini bisa kembali hadir ditengah-tengah perfilman kita.

WATCH TRAILER

NEXT PAGE: ENGLISH REVIEW

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
90 %
Artikel SebelumnyaHi5teria, Aksi Nyata Para Sineas Muda yang Patut Diapresiasi
Artikel BerikutnyaMaju Kena Mundur Kena
Febrian Andhika lahir di Nganjuk, 18 Februari 1987. Ia mulai serius mendalam film sejak kuliah di Akademi Film di Yogyakarta. Sejak tahun 2008, ia bergabung bersama Komunitas Film Montase, dan aktif menulis ulasan film untuk Buletin Montase hingga kini montasefilm.com. Ia terlibat dalam semua produksi awal film-film pendek Montase Productions, seperti Grabag, Labirin, 05:55, Superboy, hingga Journey to the Darkness. Superboy (2014) adalah film debut sutradaranya bersama Montase Productions yang meraih naskah dan tata suara terbaik di Ajang Festival Film Indie Yogyakarta 2014, dan menjadi runner up di ajang Festival Video Edukasi 2014. Sejak tahun 2013 bekerja di stasiun TV swasta MNC TV, dan tahun 2015 menjadi editor di stasiun TV Swasta, Metro TV. Di sela kesibukan pekerjaannya, ia menyempatkan untuk menggarap, The Letter (2016), yang merupakan film keduanya bersama Montase Productions. Film ini menjadi finalis dalam ajang Festival Sinema Australia Indonesia 2018.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.