Cinderella Chef

Belakangan ada begitu banyak animasi China yang tayang di Netflix. Di antaranya ada God Troubles Me, Fairies Albums, dan Cinderella Chef.  Sebelum membahas animasi China, yuk kita bahas dulu webseries Cinderella Chef (Meng Qi Shi Shen).

Seperti judulnya, animasi China alias donghua ini mengusung tema kuliner. Dikisahkan Ye Jiayao, seorang chef, mengalami keracunan makanan ketika melakukan eksperimen masakan. Ruhnya kemudian melakukan perjalanan waktu ke China pada masa lampau. Di sana ia menjadi seorang putri bangsawan yang malangnya kemudian diculik oleh kawanan bandit. Ia dinikahkan paksa dengan salah satu pimpinannya, Xia Chun Yu, yang sebenarnya aparat kerajaan yang menyamar. Ye Jiayao kemudian mengambil hati orang-orang di sekelilingnya dengan kemampuan masakannya.

Animasi Cinderella Chef ini terdiri dari tiga season, dengan total 36 episode. Setiap episodenya durasinya singkat, berkisar 21 menit. Di setiap episodenya Ye Jiayao memberikan solusi setiap masalah yang dihadapinya dengan masakan buatannya.

Aneka makanan dan minuman yang dibuat oleh Ye Jiayao umumnya jenis masakan China kuno. Ada ayam pengemis, aneka dimsum, dan masakan dari bunga teratai. Namun, ada kalanya ia juga membuat makanan modern dan mancanegara, dengan peralatan seadanya, seperti pizza, cake, dan kudapan berbahan kopi.

Adegan memasak serta gambar-gambar makanan dan minuman yang dibuat oleh Ye Jiayao memang yang menjadi sajian utama dari animasi ini. Penonton dibuat penasaran, apa yang akan dimasak oleh Ye Jiayao  dengan bahan-bahan makanan yang ditemuinya. Ada kalanya tekniknya sederhana, namun tak jarang ia menggunakan teknik yang begitu rumit untuk masa tersebut.

Cara Ye Jiayao memasak dan reaksi dari orang-orang yang mencicipinya mengingatkan pada animasi kuliner populer berjudul True Cooking Master Boy (Chūka Ichiban!). Ceritanya sama-sama berlatar China era klasik. Kokinya juga sama-sama seorang yang sangat antusias memasak dan gemar bereksplorasi. Reaksi orang-orang yang mencicipi masakannya juga sama, sama-sama berlebihan. Reaksinya begitu hiperbola, ada yang merasa seperti berada di tempat yang surgawi, terkenang oleh sosok yang dicintainya, dan sebagainya.

Hanya bedanya, True Cooking Master Boy meski berlatar Tiongkok kuno dibuat oleh studio Jepang dari manga yang populer. Sedangkan Cinderella Chef, dibuat oleh studio China, Hangzhou Wayu Animation. Alhasil bentuk karakter, nuansa,  dan penampilan keseluruhan animasinya juga terasa berbeda.

Baca Juga  The Worst Person In The World: Coming-of-Age di Usia Dewasa

Bentuk karakter dan latar cerita di Cinderella Chef mengikuti ciri khas dari animasi China. Karakternya umumnya berbadan tinggi langsing dengan gaya berbusana dan tatanan rambut yang khas China pada masa tersebut. Warna-warna dalam animasinya cenderung agak pucat.

Dari kualitas gambar, kualitas animasi Cinderella Chef tak kalah dengan animasi dari negara lainnya. Transisinya sudah cukup halus, gambarnya detail, dan penampilan makanannya juga mengundang selera.

Cerita Cinderella Chef sendiri tak melulu soal makanan. Ada bumbu romantis antara Ye Jiayao dan Xia Chun Yu yang berliku-liku. Cerita dan pertemuan antara Ye Jiayao dan Xia Chun Yu ini mengingatkan akan manga From Far Away (Kanata kara) yang di Indonesia diterbitkan dengan judul Dunia Mimpi. Sama dengan Ye Jiayao, Noriko di Dunia Mimpi, tiba-tiba berada di dunia yang tak dikenal dan bertemu dengan pria yang membencinya.

Cerita Cinderella Chef lumayan menarik. Hanya episodenya terasa kebanyakan. Ada beberapa episode yang menjemukan, terasa dipanjang-dipanjangkan. Kompetisi memasaknya juga seperti pengulangan dengan pemenang yang sudah bisa ditebak.

Sekilas Tentang Animasi China

Melihat animasi China yang makin banyak tayang di Bilibili, Netflix, dan platform streaming lainnya ini menandakan industri animasi di China meningkat pesat.  Donghua sendiri sebenarnya tak hanya merujuk ke animasi dari China, namun juga tetangganya, Taiwan, Hongkong, dan Makau.

Animasi China sendiri sebenarnya sudah cukup tua, mulai ada sejak tahun 1922. Namun, industri animasi China berjalan tersendat-sendat karena adanya sejumlah batasan dan revolusi kebudayaan.

Baru sekitar tahun 2006, pemerintah China menyadari bahwa animasi bisa digunakan untuk mempromosikan budaya China selain juga untuk meningkatkan industri kreatif. Hal ini juga didukung teknologi CGI yang semakin memudahkan untuk membuat animasi. Sejak itu animasi China mulai menyebar dan kuantitasnya terus meningkat.

Tema kerajaan dan dewa-dewi mitologi China banyak digunakan di animasi China. Namun belakangan tema ceritanya makin beragam. Bahkan teknik menggambarnya ada yang sulit dibedakan dengan anime. Animasi China yang populer di antaranya Monkey King: Hero is Back, Dragon Nest, Ne Zha, Big Fish and Begonia, serta Flavors of Youth.

Coba tonton animasi China dan kalian akan rasakan perbedaan nuansanya.

Artikel SebelumnyaThere’s Something Wrong with the Children
Artikel BerikutnyaJalan yang Jauh, Jangan Lupa Pulang
Dewi Puspasari akrab disapa Puspa atau Dewi. Minat menulis dengan topik film dimulai sejak tahun 2008. Ia pernah meraih dua kali nominasi Kompasiana Awards untuk best spesific interest karena sering menulis di rubrik film. Ia juga pernah menjadi salah satu pemenang di lomba ulas film Kemdikbud 2020, reviewer of the Month untuk penulis film di aplikasi Recome, dan pernah menjadi kontributor eksklusif untuk rubrik hiburan di UCNews. Ia juga punya beberapa buku tentang film yang dibuat keroyokan. Buku-buku tersebut adalah Sinema Indonesia Apa Kabar, Sejarah dan Perjuangan Bangsa dalam Bingkai Sinema, Antologi Skenario Film Pendek, juga Perempuan dan Sinema.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.