Sejak Dragon Heart (1996), trilogi The Hobbit (2012-2014), hingga Dungeons and Dragons: Honours Among Thieves (2023), jarang sekali kita menonton film fantasi berkualitas dengan sosok naga di dalamnya. Damsel adalah film aksi-fantasi rilisan Netflix arahan Juan Carlos Fresnadillo. Film ini dibintangi beberapa nama besar, antara lain Millie Bobby Brown, Ray Winstone, Angela Bassett, serta Robin Wright. Mampukah film berdurasi 110 menit ini memberikan setidaknya tontonan apik dan sesuatu yang baru bagi genrenya?

Untuk menyelamatkan rakyatnya dari bencana kelaparan berkepanjangan, Lord Bayford (Winstone), menyetujui pinangan seorang pangeran dari kerajaan seberang, Aurea, untuk menikahkan putrinya, Elodie (Brown).  Elodie pun tak kuasa menolaknya, walau ia bahkan belum bertemu sang pangeran. Sesampainya di Aurea, segalanya tak seburuk apa yang dibayangkan Elodie, termasuk sosok sang pangeran. Pernikahan pun diadakan dengan mewah dengan menyisakan satu prosesi turun temurun yang dilakukan di atas bukit. Siapa menyangka, rupanya Elodie hanya menjadi tumbal untuk menjadi santapan seekor naga untuk menyelamatkan Aurea dari kutukan berabad lamanya.

Sejak rilis trailer-nya, beberapa bulan lalu, kita tahu persis, seperti apa cerita yang bakal dihadapi. Tak banyak ekspektasi dari pengembangan plot-nya dan faktanya demikian. Separuh filmnya adalah aksi solo bagaimana sang putri keluar dari situasi tersebut yang dalam beberapa momen, kisahnya memang tak buruk-buruk amat. Separuh kekuatan filmnya, ada pada sosok Millie Bobby Brown yang tampil memikat. Sang bintang memang punya aura pas berperan dalam setting cerita masa silam, seperti halnya seri Enola. Rasanya tinggal menunggu waktu, bintang muda ini mendapatkan peran dengan naskah yang jauh lebih mapan.

Dengan setting yang demikian megah dan efek visual yang lumayan, banyak detil kisah yang sangat mengganjal dan menggelikan. Begitu mudahnya sang naga terpedaya dengan hanya mencium darah bangsawan yang dilakukan dengan cara demikian simpel (saling menempelkan telapak tangan). Ketika hal tersebut ternyata bisa dilakukan dengan mudahnya ke adik Elodie, lantas untuk apa segala proses pernikahan yang demikian panjang. Sang ratu cukup mengambil sembarang gadis dari mana saja dan melakukan hal yang sama, tanpa harus melibatkan puteranya. Masalah selesai.

Baca Juga  Halloween Ends

Damsel memiliki premis dan latar cerita menarik, sayangnya dikecewakan pengembangan naskahnya yang tidak sekuat semburan sang naga. Walau pengembangan plotnya terasa lemah, namun harus diakui, ending-nya cukup berkelas. Film fantasi sejenis adaptasi gim, Dungeon and Dragons yang rilis tahun lalu, jauh lebih menghibur dari ini. Genre fantasi macam ini memang tergolong langka dan pengembangannya tidak semasif genre-genre populer lainnya. Bersama genre sci-fi, kisah fantasi tentang naga dan para penyihir, serta makhluk mitos lainnya, sesungguhnya mampu memberikan ruang eksplorasi serta imajinasi jauh melebihi genre lainnya. Masih kita nantikan film fantasi berkualitas di masa-masa mendatang.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
55 %
Artikel SebelumnyaFestival Film Wartawan Indonesia 2024 Siap Dihelat, Pesta Karya dan Kreativitas Sinema Tanah Air
Artikel BerikutnyaMontase FM Discussion on Oscar 2024 Prediction
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.