Di era 80-an silam, film-film aksi didominasi oleh aktor-aktor laga kelas berat macam Silvester Stallone, Arnold Scwarzenneger, Chuck Norris, dan lain-lainnya. Mereka ini adalah sosok-sosok yang besar, berotot, dan kuat secara fisik, lazimnya memiliki background militer, memiliki ketrampilan menggunakan senjata berat, serta tidak jarang pula mahir bela diri. Film-film laganya seringkali bersetting perang di wilayah hutan belantara, gurun, dan sebagainya. Di tengah maraknya jenis film aksi seperti ini muncul Die Hard yang kelak menjadi tren film aksi populer hingga kini.

Die Hard Series
Die Hard (1988) muncul dengan segala ketidaklaziman film-film aksi pada masanya. Bruce Willis pada masa itu dikenal sebagai aktor televisi yang membintangi seri komedi roman populer, Moonlighting (1985-1989). Pencitraan Willis pada serial televisi ini yang begitu kuat membuat Die Hard sama sekali tidak diperhitungkan. Sineas John Mc Tiernan yang sebelumnya sukses dengan Predator, dipercaya duduk di bangku sutradara. Kisah filmnya diadaptasi lepas dari novel Nothing Last Forever karya Roderick Thorp. Inti kisahnya adalah sekelompok teroris yang mengambil-alih sebuah gedung bertingkat tinggi. Seorang polisi New York, John McClane (Willis) yang tengah menjenguk istrinya mendadak terjebak dalam situasi luar biasa dimana ia seorang diri harus menyelamatkan istrinya dan para sandera tanpa bantuan yang memadai dari luar.

Tak disangka-sangka film ini sukses besar meraih $140 juta di seluruh dunia dari total bujet hanya $28 juta. Tidak hanya itu berjalannya waktu film ini memiliki status “abadi” dengan mewarisi plot “die hard” dari puluhan film aksi setelahnya. Ciri khas, sosok jagoan tak berotot dan tidak diperhitungkan melawan musuh-musuh yang superior, lokasi dan setting terbatas, tokoh antagonis yang karismatik, masih menjadi salah satu tren film aksi hingga kini. Banyak pengamat menganggap Die Hard adalah salah satu film aksi terbaik sepanjang masa. Bruce Willis meraih status sebagai bintang papan atas hanya melalui satu film ini saja. Sementara McTiernan karirnya naik turun setelahnya dan tercatat Die Hard bersama Predator adalah maha karya terbaiknya. Setelah film ini film bertema plot sejenis bermunculan dengan berbagai versi cerita, dengan embel-embel “Die Hard on a …. “ dalam tagline-nya.

Sukses Die Hard langsung membuat duo produser, Lawrence Gordon dan Joel Silver tidak ragu untuk merogoh kocek hingga $70 juta untuk memproduksi sekuelnya. Die Hard 2: Die Harder (1990) yang kali ini digarap Renny Harlin, kembali dibintangi Willis dan beberapa aktor pendukung seri pertamanya. Walau plotnya nyaris mirip Die Hard namun skala cerita meluas. Kali ini McClane kembali harus berurusan dengan sekelompok teroris yang mengambil-alih Airport Dulles ketika ia akan menjemput istrinya. McClane mesti berpacu dengan waktu karena pesawat istrinya akan kehabisan bahan bakar dalam beberapa jam. Walau para pengamat menganggap kisahnya tak sebaik film pertamanya namun Die Hard 2 menampilkan sekuen aksi yang lebih heboh sejak awal hingga akhir. Film ini sukses besar dengan meraih pendapatan $240 juta diseluruh dunia.

Setelah absen lima tahun barulah seri Die Hard berikutnya, Die Hard with a Vengeance (1994) diproduksi, kali ini diproduseri dan disutradarai kembali oleh John MC Tiernan. Dengan bujet produksi $90 juta kali ini John McClane kembali berurusan dengan teroris dengan skala cerita yang lebih luas dari sebelumnya. Teroris kali ini mencoba mengambil-alih kota New York dengan mengancam akan meledakkan bom di beberapa lokasi dengan tujuan merampok emas di Bank Federal. Aktor bintang Samuel L. Jackson kali ini turut mendampingi Willis sebagai partnernya, menjadikan seri Die Hard kali ini memiliki banyak selera humor. Sekalipun penuh dengan adegan aksi gila-gilaan namun tetap saja film ini dianggap pengamat sebagai sebuah kemunduran dari dua seri sebelumnya. Gagal secara kritik tapi tidak dari sisi komersil film ini sukses luar biasa dengan meraih $366 juta di seluruh dunia jauh melampaui dua seri sebelumnya.

Banyak rumor tentang sekuel Die Hard berikutnya tapi tidak hingga lebih dari satu dekade seri terbarunya diproduksi. Sebelum milenium baru telah beredar rumor jika plotnya berhubungan dengan cyber-terorist yang menyerang AS. Namun setelah kejadian 9-11 proyek ini ditangguhkan. Tahun 2005, Bruce Willis sendiri yang menyatakan bahwa proyek Die Hard 4 tetap berlanjut dengan plot yang direncanakan sebelumnya.

Life Free or Die Hard atau Die Hard 4.0 (2007) diproduksi dengan bujet $110 juta diarahkan oleh sineas Len Wiseman, yang menggarap dua seri pertama Underworld. Willis kali ini didampingi bintang muda, Justin Long yang bermain sebagai Matt Farrel seorang hacker kelas tinggi. McClane kini harus berhadapan dengan sekelompok teroris yang mengambil-alih komputer pusat di kota Washington. Teroris melumpuhkan seluruh jaringan infrastruktur, telekomunikasi, dan perbankan. McClane harus melindungi Farrel yang diburu pihak teroris karena ia adalah kini orang yang dianggap mampu menghalangi langkah mereka. Lucy (Mary Elizabeth Winstead), putri McClane yang kini telah remaja juga ikut berperan penting. Cerita semakin menarik tatkala Teroris menculik Lucy untuk menghentikan aksi McClane.

Kisah yang menarik dan menegangkan, aksi seru gila-gilaan nyaris tanpa henti menjadikan film ini laku keras dengan meraih $383 juta di seluruh dunia. Film ini tercatat sebagai seri film ini yang paling laris. Bruce Willis sendiri berpendapat film ini lebih baik dari film pertamanya. Mayoritas pengamat juga menganggap Die Hard 4 adalah penyegaran kembali seri ini dan jauh lebih baik dari seri kedua dan ketiga. Satu hal lain yang menarik adalah dalam rilis home video-nya (DVD), tercatat film ini adalah film pertama yang merilis digital copy sehingga data film bisa dikopi ke media lain dan konon sudah terjual lebih dari 12 juta kopi.
Die Hard 5 atau A Good Day to Die Hard (2013) diproduksi dengan bujet $92 juta dan digarap oleh John Moore. John McClane kali ini beraksi diluar wilayah AS dan kali ia tidak sendiri namun ditemani oleh putranya, Jack yang diperankan Jay Courtney. Seperti plot sebelumnya McClane berada dalam situasi yang tidak tepat di saat para teroris memburu seorang pembelot yang membawa sebuah file rahasia. Tidak seperti sebelumnya, film ini dikritisi habis oleh pengamat terutama karena plotnya yang lemah. Adegan aksinya pun tidak superior seperti seri-seri sebelumnya. Bruce Willis tampak sudah terlalu tua untuk beraksi dalam film penuh aksi seperti ini. Sekalipun gagal secara kritik namun film ini hingga kini mampu meraih nyaris $300 juta di seluruh dunia. Setelah sekuel kelimanya ini, sekalipun sudah berumur 58 tahun, Bruce Willis menyatakan ingin bermain sekali lagi dalam sekuel Die Hard keenam.

Die Hard Legacy
Sukses Die Hard tidak hanya sebatas franchise ini saja namun mewaris ke banyak film setelahnya. Plot Die Hard menjadi tren aksi modern yang masih populer bahkan hingga kini. Formula plot lazimnya berciri-ciri sebagai berikut, terdapat satu atau dua tokoh utama protagonis yang tak diperhitungkan (ada di lokasi secara kebetulan) melawan sekelompok teroris atau penjahat yang dipimpin oleh seorang tokoh antagonis yang karismatik, setting lokasi terbatas dan tidak memungkinkan untuk keluar lokasi, tokoh utama memiliki seseorang yang ia kenal dan dekat (biasanya hubungan keluarga) yang juga ditahan sebagai sandera, tokoh utama biasanya memiliki masalah pribadi dengan orang dekat tersebut, lalu otoritas atau pihak berwenang biasanya tidak mampu mengendalikan situasi. Berikut adalah beberapa film-film sukses yang menggunakan formula ini dan tercatat bintang-bintang top pernah bermain dalam film-film tersebut. Genre aksi ini bahkan berkembang hingga komedi.

Cliffhanger (1991) yang dibintangi aktor laga Silvester Stallone tercatat film populer pertama yang mengawali formula “die hard” hanya uniknya lokasi berada di pegunungan tinggi. Stallone bermain sebagai seorang pemanjat tebing yang harus berhadapan dengan sekelompok teroris yang tengah mencari koper berisi uang hasil curian yang terjatuh dari pesawat. Uniknya film ini digarap oleh Renny Harlin yang juga menggarap Die Hard 2. Film ini berisi adegan-adegan aksi yang sangat menegangkan di ketinggian yang mampu memicu adrenalin penonton. Film ini juga dipuji karena ilustrasi musiknya yang megah dan menawan. Film berbujet $65 juta ini sukses meraih $255 juta di seluruh dunia.

Baca Juga  Tanah Surga Katanya, Film Terbaik FFI, Katanya…

Under Siege (1992) dibintangi oleh aktor laga kenamaan Steven Seagall dengan tag line filmnya, “Die Hard on a Battleship”. Casey Ryback (Seagall) adalah seorang mantan marinir yang kini menjadi seorang koki di sebuah kapal perang besar. Tanpa diduga kapal perang ini diambil-alih oleh sekelompok teroris pimpinan Strannix (Tommy Lee Jones) yang ingin mengambil rudal nuklirnya. Aksi seru perkelahian tangan kosong khas Seagall dan aksi tembak-menembak mendominasi sepanjang filmnya. Film berbujet $35 juta ini sukses meraih $156 juta dan tercatat sebagai film Seagall yang terlaris. Sukses film ini juga memicu sekuelnya, Under Siege 2: Dark Territory (1995) yang plotnya kurang lebih sama hanya kali ini mengambil lokasi di kereta api. Beberapa pengamat bahkan menganggap film ini lebih baik dari seri pertamanya.

Passenger 57 (1992) dibintangi oleh aktor laga kulit hitam Wesley Snipes. Film ini mengambil lokasi di pesawat terbang umum dimana para teroris mengambil-alih kontrol pesawat tersebut. Walau kisahnya dianggap sangat lemah namun penampilan Snipes serta Bruce Payne yang menjadi antagonis dipuji pengamat. Adegan-adegan aksinya pun tak terlalu buruk mengingat plot “die hard” yang berlokasi di pesawat tercatat adalah yang pertama, dan ini sepertinya yang menjadi daya tarik utama filmnya. Film berbujet $15 juta ini berhasil meraih $44 juta, sebuah hasil yang lumayan untuk bintang sekelas Snipes.

Speed (1994) yang menggunakan tag line “Die Hard on a Bus” bisa jadi adalah pengembangan formula Die Hard yang paling brilyan. Film yang berbujet hanya $30 juta ini dibintangi Keanu Reeves dan Sandra Bullock digarap oleh Jan de Bont yang juga penata kamera Die Hard. Film berkisah seorang teroris yang meletakkan bom di sebuah bis. Jika bis tersebut berhenti, bom akan meledak sehingga bis harus melaju tanpa henti. Sejak awal hingga akhir film ini nyaris tidak memberikan kesempatan penonton untuk bernafas karena adegan-adegan aksinya yang sangat menegangkan. Film ini sukses meraih $350 juta dan membesarkan nama Reeves dan Bullock. Sukses film ini juga memicu sekuelnya Speed 2: Cruise Control (1997) namun gagal total secara komersil dan kritik.

Sudden Death (1995) dibintangi aktor laga Jean Claude Van Damme. Kisah filmnya sebenarnya cukup unik, yakni para teroris mengambil-alih stadion hoki es yang tengah berlangsung pertandingan final. Namun kisah film yang terlampau lemah juga adegan-adegan aksi yang sama sekali tidak ada greget menjadikan film ini hanya sekedar lewat saja. Rating R film ini semakin memperburuk pendapatan film ini. Film berbujet $35 juta ini berhasil meraih $65 juta dan dianggap salah satu film Van Damme yang terbaik. Namun untungnya film ini laris manis dalam penjualan home video-nya mencapai $50 juta.

The Rock (1996) garapan sineas muda berbakat, Michael Bay tercatat adalah adaptasi formula Die Hard terbaik dan tersukses yang pernah ada. Produser Jerry Bruckheimer memang menjadi jaminan mutu film aksi berkualitas. Bermain dalam film ini adalah aktor gaek Sean Connery dan Nicholas Cage sebagai mantan agen MI6 serta ahli kimia yang terjebak dalam pulau Alcatraz yang telah dikuasai oleh para marinir AS yang membelot. Naskah yang brilyan, adegan aksi berkualitas, unsur dramatik, akting prima, hingga ilustrasi musik yang membahana berpadu sempurna menjadikan sebuah tontonan aksi yang sangat menghibur. Cage mencuat namanya setelah ini menjadi bintang film aksi papan atas. Film berbujet $75 juta ini dipuji banyak pengamat dan sukses komersil meraih $355juta dan sejauh ini dianggap karya terbaik Michael Bay.

Critical Decision aka Executive Decision (1996) dibintangi oleh Kurt Russel dan Steven Seagall kembali menyajikan plot “die hard” di pesawat sebuah maskapai penerbangan. Satu hal yang menjadi kejutan dalam film ini adalah karakter yang dibintangi Seagall, tewas di awal film, padahal tercatat ia adalah aktor yang tengah top pada era ini. Justru keunikan plot filmnya adalah disini, agak mirip The Rock, kesuksesan misinya kini tergantung dari orang-orang yang sebelumnya sama sekali tidak diperhitungkan. Adegan aksinya yang menempelkan dua pesawat untuk menaikkan para marinir tercatat fresh pada masanya dan disajikan begitu menegangkan. Walau Warner Bros berharap banyak dengan film ini namun nyatanya film ini tak sesukses yang dibayangkan dengan meraih $121 juta dari bujet produksi $60 juta.

Con Air (1997) garapan Simon West dibintangi oleh Nicholas Cage dan sederetan bintang ternama lainnya seperti John Cussack, John Malkovich, Steve Buscemi, serta Ving Rhames. Plot “die hard” kembali berlokasi di pesawat terbang tapi kali ini di pesawat tahanan narapidana dan tidak sepenuhnya lokasi cerita di dalam pesawat. Karakter yang dibintangi Cage terjebak dalam situasi sulit ketika pesawat diambil-alih oleh para napi. Film ini diisi sarat adegan aksi yang menegangkan, bumbu humor, serta belasan tokoh yang eksentrik menjadikan Con Air sebuah tontonan aksi yang sangat menghibur. Film berbujet $75 ini sukses meraih $224 juta di seluruh dunia.

Air Force One (1997) dibintangi oleh aktor papan atas Harrison Ford serta digarap sineaskawakan Wolfgang Petersen. Film juga didukung aktor-aktris kawakan Glen Close dan Gary Oldman. Dengan dukungan bujet sangat besar, $85 juta menjadi jaminan film ini menampilkan aksi-aksi yang mengesankan dengan pencapaian efek visual yang memukau. Uniknya kali ini adalah karakter “McClane” diperankan oleh presiden AS (Ford) ketika pesawat kepresidenan di ambil-alih oleh para teroris. Sang presiden memilih untuk tinggal di dalam pesawat untuk menyelamatkan istri dan putrinya. Adegan klimaks di akhir film yang tergolong sulit berhasil disajikan dengan sangat baik, ketika Presiden dan keluarganya dipindah ke pesawat lain melalui udara. Film ini disukai banyak pengamat dan laris di pasaran meraih $315 juta.

Paul Blart: Mall Cop (2009) tercatat adalah film aksi-komedi yang menggunakan formula “die hard”. Paul (Kevin James) adalah seorang satpam mall yang suatu ketika harus berhadapan dengan sekelompok teroris yang mengambil-alih mall. Film dijamin bakal mengocok perut penonton, diisi dengan polah Paul yang konyol menghadapi para teroris yang serius. Film berbujet hanya $26 juta ini sukses luar biasa dengan meraih $183 juta sekalipun para pengamat memberi kritik negatif. Film ini juga tercatat sukses luar biasa dalam penjualan home video-nya, yakni DVD dan Blue Ray dan menghasilkan lebih dari $40 juta.

Beberapa film aksi populer setelahnya juga tercatat menggunakan adaptasi plot “die hard” seperti film fiksi ilmiah produksi Perancis, Lockout (2012), film adaptasi komik sci-fi, Dredd (2012) dan Olympus Has Fallen (2013) yang baru saja dirilis beberapa waktu lalu. Plot Die Hard tidak luput diadaptasi di negara-negara Asia namun umumnya film-filmnya tidak populer. Beberapa judul yang populer adalah High Risk (1995), film produksi Hong Kong yang dibintangi aktor laga, Jet Li. Lalu juga film kita, The Raid (2012) yang tercatat sukses dan menjadi bahan perbincangan hangat di AS. Formula Die Hard jelas tidak akan berhenti sampai disini. Walau formulanya sudah usang namun pengembangan cerita bisa memungkinkan sebuah celah cerita yang baru. Masih kita tunggu film-film aksi menggunakan plot “die hard” yang berkualitas sekaligus menghibur dan berharap bisa menyamai bahkan melebihi pencapaian film asal-usulnya.

Artikel SebelumnyaDie Hard, Pelopor Film Aksi Teroris Modern
Artikel BerikutnyaDari Redaksi
His hobby has been watching films since childhood, and he studied film theory and history autodidactically after graduating from architectural studies. He started writing articles and reviewing films in 2006. Due to his experience, the author was drawn to become a teaching staff at the private Television and Film Academy in Yogyakarta, where he taught Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory from 2003 to 2019. His debut film book, "Understanding Film," was published in 2008, which divides film art into narrative and cinematic elements. The second edition of the book, "Understanding Film," was published in 2018. This book has become a favorite reference for film and communication academics throughout Indonesia. He was also involved in writing the Montase Film Bulletin Compilation Book Vol. 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Additionally, he authored the "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). Until now, he continues to write reviews of the latest films at montasefilm.com and is actively involved in all film productions at the Montase Film Community. His short films have received high appreciation at many festivals, both local and international. Recently, his writing was included in the shortlist (top 15) of Best Film Criticism at the 2022 Indonesian Film Festival. From 2022 until now, he has also been a practitioner-lecturer for the Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts in the Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.