Itaewon Class adalah drama seri Korea Selatan yang diangkat berdasarkan webtoon populer berjudul sama. Serial ini dibintangi oleh sederetan aktor papan atas, antara lain Park Seo-joon, Kim Da-mi, Yoo Jae-myung dan Kwon Nara. Itaewon Class yang tayang satu musim dengan 16 episode ini didistribusikan oleh Netflix.

Pada suatu hari, Park Sae-roy (Park Seo Joon) yang baru pindah ke sekolah baru melihat seorang siswa di-bully oleh siswa lainnya yang bernama Jang Geun-won (Ahn Bo-hyun). Tidak suka dengan apa yang dilihatnya, Park pun kemudian memukul Jang yang ternyata adalah anak dari pemilik perusahaan makanan terbesar di Korea bernama Jangga. Rupanya, perusahaan tersebut adalah tempat di mana ayah Sae-roy bekerja. Persoalan pun melebar, Ayah Jang rupanya memiliki pengaruh kuat di sekolah dan meminta Park untuk meminta maaf kepada anaknya atau ia dikeluarkan.

Park yang berpendirian teguh, menolak permintaan tersebut karena merasa tidak bersalah. Akhirnya Park dikeluarkan dan ayahnya pun kehilangan pekerjaan. Masalah belum selesai, justru memuncak ketika Jang menabrak ayah Park hingga tewas. Park yang tak mampu menahan emosinya menghajar Jang habis-habisan, hingga akhirnya ia dipenjara. Jang sendiri bebas dari tuduhan tabrak lari setelah ayahnya ikut campur tangan. Setelahnya, cerita berjalan dengan plot balas dendam Park, yang selepas dari penjara mendirikan sebuah kedai makanan bernama DanBam. Rivalitas antara kedai Park dan perusahaan makanan ayah Jang pun terjadi.

Beberapa teman, memang merekomendasikan untuk menonton serial ini. Di episode awal, konflik berjalan sangat intens, penyajian latar belakang plot film yang to the point menjadikan serial ini terasa menarik untuk terus diikuti. Meski plot besarnya adalah Jangga vs Dambam, namun apa yang terjadi dalam DamBam itu sendiri yang menjadi poin utamanya. Usaha karyawan DamBam dalam menghadapi setiap gempuran dari Jangga dikisahkan dengan baik tanpa terasa instan ataupun berlebihan. Park yang selalu mengedepankan prinsip kemanusiaan dan rasa saling percaya dalam menjalankan usahanya bisa menjadi nilai-nilai positif yang bisa kita petik dari film ini.

Baca Juga  One for the Road

Pendekatan emosional dengan adegan sentimentil secara konstan digunakan, termasuk adegan kilas balik yang motifnya untuk meningkatkan unsur dramatik filmnya selalu ada dalam tiap episode. Pendekatan semacam ini sah-sah saja digunakan dan kebanyakan drakor memang melakukan pendekatan serupa. Hanya saja, beberapa kali pendekatan ini muncul di saat momen yang kurang tepat. Pada adegan ketika dua tokoh utama dikejar penjahat di sebuah jalanan di samping pematang sawah, masih disisipkan adegan dialog emosional di saat momen ini dengan durasi yang lama pula. Ini tentu menghilangkan mood adegannya.

Setting cerita di yang berada di pemukiman Itaewon beserta segala macam gemerlapnya kota itu memberi warna dan semangat anak-anak muda korea yang juga menjadi poin plus filmnya. Juga lagu soundtrack, seperti “Say” (Yoon Mirae) dan “Still Fighting It (Lee Chan sol)” juga mampu menghidupkan sisi dramatis filmnya.

Itaewon Class secara keseluruhan adalah film drama seri ringan dengan plot cerita yang sederhana. Keberhasilan setiap pemain dalam menghidupkan setiap karakternya terutama Park, Jang Dae-hee, dan tentu saja Jo Yi-seo menjadi kekuatan utamanya. Di tengah pandemi dan memasuki bulan ramadan, Itaewon Class bisa jadi pilihan tontonan ringan sembari menunggu waktu berbuka puasa.

PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaExtraction – English
Artikel BerikutnyaSosok Hantu dan Ilmu Hitam dalam Film Horor Indonesia
Febrian Andhika lahir di Nganjuk, 18 Februari 1987. Ia mulai serius mendalam film sejak kuliah di Akademi Film di Yogyakarta. Sejak tahun 2008, ia bergabung bersama Komunitas Film Montase, dan aktif menulis ulasan film untuk Buletin Montase hingga kini montasefilm.com. Ia terlibat dalam semua produksi awal film-film pendek Montase Productions, seperti Grabag, Labirin, 05:55, Superboy, hingga Journey to the Darkness. Superboy (2014) adalah film debut sutradaranya bersama Montase Productions yang meraih naskah dan tata suara terbaik di Ajang Festival Film Indie Yogyakarta 2014, dan menjadi runner up di ajang Festival Video Edukasi 2014. Sejak tahun 2013 bekerja di stasiun TV swasta MNC TV, dan tahun 2015 menjadi editor di stasiun TV Swasta, Metro TV. Di sela kesibukan pekerjaannya, ia menyempatkan untuk menggarap, The Letter (2016), yang merupakan film keduanya bersama Montase Productions. Film ini menjadi finalis dalam ajang Festival Sinema Australia Indonesia 2018.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.