totto chan

Satu lagi anime yang baru dirilis di bioskop yang bakal disukai segala usia. Anime ini juga diangkat dari novel Jepang yang laris manis di Indonesia. Ya, anime tersebut adalah Totto-chan: The Little Girl at the Window (Madogiwa no Totto-chan). Film animasi yang disutradarai oleh Shinnosuke Yakuwa ini diangkat dari novel populer berjudul sama karya Tetsuko Kuroyanagi. Novel tersebut sebenarnya merupakan cerita masa kecil Kuroyanagi di sebuah sekolah yang metode pembelajarannya tidak konvensional. Shinnosuke Yakuwa berkolaborasi dengan Yōsuke Suzuki mengadaptasi novel ini untuk membuat naskah skenarionya.

Totto-chan adalah nama panggilan dari Tetsuko. Ia gadis periang yang penuh rasa ingin tahu. Ia dimasukkan ke Akademi Tomoe oleh ibunya setelah dikeluarkan dari sekolah lamanya karena ia dianggap terlalu ekspresif.  Ia langsung jatuh cinta dengan sekolah yang kelas-kelasnya berada di bekas gerbong kereta api. Totto-chan langsung menyukai Mr, Kobayashi, sang kepala sekolah yang sayang kepada anak-anak dan Yasuaki, teman sekelasnya yang mengidap polio. Warna-warni kehidupan bersekolah Totto, pertemanannya, dan juga metode pembelajaran Akademi Tomoe yang unik banyak mendapat sorotan di sini sebelum peristiwa besar terjadi dan mengubah semuanya.

Tidak sulit untuk jatuh cinta dengan anime ini—termasuk mereka yang belum pernah membaca novelnya sama sekali—karena ceritanya yang menggemaskan. Sebagian besar cerita yang ada di novel ditampilkan dengan berbagai imbuhan yang membuat kisahnya terasa lebih dramatis. Memang ceritanya tidak sama persis dengan novelnya, tapi tidak masalah, karena tidak mengubah jalan cerita secara signifikan. Malah ada berbagai bagian yang terasa lebih detail dan emosional dalam menampilkan situasi dan perasaan yang dialami Totto selama masa peperangan.

Bagian-bagian yang merupakan imajinasi liar anak-anak diwujudkan dengan gaya animasi dan warna yang lebih kontras untuk membedakan dengan bagian yang riil. Imajinasi ini banyak disorot dari sisi Totto ketika ia mencoba mencerna situasi sekelilingnya dengan kepolosannya. Alur ceritanya dinamis, dari kehidupan ceria khas anak-anak hingga kemudian anak-anak tersebut dihadapkan pada pahitnya masa peperangan. Yang menarik, Shinnosuke Yakuwa, menampilkan bagian penutup yang seperti perulangan pada sebuah adegan di bagian awal film.

Baca Juga  Zom 100: The Bucket List of the Dead

Bentuk karakter dan visual art-nya anime yang diproduksi oleh studio Shin-Ei AAnimatio ini mengingatkan pada anime berjudul In This Corner of the World (2016), yang juga sama-sama diangkat dari novel dan memiliki latar sebelum dan selama perang dunia kedua. Warna-warni dalam film sengaja dibuat vivid dan jernih untuk menonjolkan keriangan dan kepolosan anak-anak. Skoring musiknya yang lembut dan riang dibidani oleh Yuji Nomi yang dua kali memimpin divisi musik di film Ghibli (Whisper of the Heart, The Car Returns).

PENILAIAN KAMI
overall
80 %
Artikel SebelumnyaThe Architecture of Love
Artikel BerikutnyaAbigail
Dewi Puspasari akrab disapa Puspa atau Dewi. Minat menulis dengan topik film dimulai sejak tahun 2008. Ia pernah meraih dua kali nominasi Kompasiana Awards untuk best spesific interest karena sering menulis di rubrik film. Ia juga pernah menjadi salah satu pemenang di lomba ulas film Kemdikbud 2020, reviewer of the Month untuk penulis film di aplikasi Recome, dan pernah menjadi kontributor eksklusif untuk rubrik hiburan di UCNews. Ia juga punya beberapa buku tentang film yang dibuat keroyokan. Buku-buku tersebut adalah Sinema Indonesia Apa Kabar, Sejarah dan Perjuangan Bangsa dalam Bingkai Sinema, Antologi Skenario Film Pendek, juga Perempuan dan Sinema.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.