Yōkai menjadi salah satu karakter di animasi Jepang. Ada begitu banyak film ataupun serial anime yang mengangkat tema yōkai, seperti GeGeGe no Kitarō, Natsume’s Book of Friends, Spirited Away, dan masih banyak lagi. Nah, pada bulan lalu Netflix merilis anime yōkai berjudul My Oni Girl. Film My Oni Girl diproduksi Studio Colorido dan Twin Engine. Studio Colorido sebelumnya telah beberapa kali bekerja sama dengan Netflix untuk anime A Whisker Away dan Drifting Home. Nama studio ini sendiri meroket sejak melahirkan Penguin Highway.
Film ini tanpa banyak basa-basi langsung memperkenalkan Yatsuse Hiiragi sebagai pemeran utama pria. Ia remaja pendiam yang susah menolak permintaan teman-temannya. Sementara ayahnya sering menuntutnya untuk giat belajar demi masa depan cemerlang. Suatu ketika ia menolong remaja perempuan yang tak punya untuk membayar ongkos naik bus. Gadis tersebut memperkenalkan dirinya sebagai Tsumugi. Gadis itu kemudian mengikutinya ke rumah untuk makan malam dan menginap.
Petualangan dimulai ketika Hiiragi diserang monster salju. Rupanya Tsumugi adalah Oni alias demon. Selama ini ia tinggal di desa Oni yang tersembunyi dari manusia. Setelah Hiiragi diserang monster salju, ia bisa melihat tanduk di kepala Tsumugi. Tsumugi berencana mencari ibunya di dunia manusia. Ia penasaran dan yakin ibunya masih hidup. Hiiragi yang merasa kasihan kemudian menemaninya.
Studio Colorido banyak melahirkan anime fantasi, termasuk My Ony Girl. Jika diperhatikan, kualitas animasinya studio ini makin meningkat. Teknik dan art style-nya makin bagus, meski belum punya bentuk yang menjadi ciri khas mereka. Gambar latarnya detail. Warna-warna cerah yang digunakan juga memikat dan pas menggambarkan dunia remaja. Desain bangunan yang menjadi tempat tinggal para oni juga unik, dengan bangunan mirip pagoda yang terletak di daerah bersalju. Meski lagi-lagi belum ada sesuatu yang membuat bangunan tersebut jadi ikonik dan berkesan. Ya, My Oni Girl dari segi artwork memang lumayan bagus. Sayangnya, tidak demikian dengan elemen ceritanya.
Biasanya dalam film-film animasi seperti ini penonton mudah diajak bersimpati dengan karakternya. Namun tidak demikian dengan Tsumugi. Ia karakter utama perempuan yang kurang simpatik. Ia terkesan hanya merepotkan orang-orang di sekitarnya. Perubahan karakternya di akhir juga tidak begitu signifikan. Desain karakter dan motivasi dewa salju juga tidak jelas. Apakah ia menyerang Hiiragi karena ia merasa sedih dan tertekan oleh ayahnya atau karena ia dekat dengan Tsumugi? Andaikata yang pertama, seharusnya serangan tersebut sudah ada sejak dulu dan menyerang banyak manusia.
Ada banyak hal yang kurang terjelaskan dalam animasi ini. Penutup kisahnya juga kurang memuaskan. Sepertinya ini juga merupakan kelemahan beberapa animasi Colorido lainnya, sehingga PR bagi studio ini untuk merapikan elemen ceritanya sebelum memproduksi animasinya. Meski demikian masih ada bagian yang menarik dari animasi Tomotaka Shibayama, yakni perjalanan Hiiragi dan Tsumugi serta interaksinya dengan orang-orang yang ditemuinya. Memang bukan sesuatu yang baru dan mengingatkan pada adegan-adegan di Suzume (2022), namun hanya bagian petualangan tersebut yang menarik dari anime ini.