Studio : Starvision Plus
Sutradara : Fajar Bustomi
Penulis Skenario : Musfar Yasin
Produser : Chand Parvez Servia
Pemain : Dede Yusuf, Kemal Pahlevi, Kevin Julio, Anisa Rahma.
Durasi  : 97 menit.

Genre superhero adalah satu genre yang amat jarang dieksplor industri film kita padahal genre ini kini sangat populer. Tak perlu membandingkan dengan film-film produksi Hollywood namun usaha untuk menjajagi genre ini sebagai selera pasar patut kita hargai. Jagoan Instan berkisah tentang mantan jagoan, Om Gun (Dede Yusuf) yang berniat ingin memberantas korupsi di negeri ini. Om Gun memiliki rekan-rekan superhero dari Amerika yang memberikan serum untuk membuat tubuh secara fisik menjadi sangat kuat. Ia mencalonkan keponakannya, Bumi (Kemal Pahlevi) untuk menjadi seorang Jagoan Instan guna memberantas ketidakadilan. Awalnya Bumi tidak tertarik namun setelah ia dianiaya oleh Romeo (Kevin Julio), yang merebut pacarnya Pertiwi (Anisa Rahma), maka akhirnya Bumi mau menjadi seorang Jagoan. Dalam aksinya, Bumi harus berhadapan dengan Ratu Gelondongan (Meriam Bellina) dan komplotannya, yang tak lain adalah ibu dari Romeo.

Genre superhero mempunyai karakteristiknya sendiri baik dari sisi cerita maupun sinematik. Dari sisi cerita film ini sudah mencoba membangun formula plot yang sama dengan film-film superhero barat. Salah satunya dengan menjelaskan background masalah dan tokoh. Masalah seperti pembalakan liar serta korupsi, dijelaskan di awal cerita dengan cukup baik dengan teknik narator. Background tokoh utama juga menjadi kunci dari genre superhero. Seseorang ketika menjadi superhero haruslah memiliki background karakter yang kuat. Lalu mengapa Bumi yang dipilih, apakah hanya karena ia adalah keponakan Om Gun? Dalam kisahnya, ini semuanya tidak dijelaskan dengan kuat. Sesuai dengan judul filmnya “Jagoan Instan“, apakah lalu bisa begitu saja mengabaikan proses (instan pula)?

Baca Juga  Rumah Kentang: The Beginning

Adanya tokoh antagonis dan protagonis yang tegas juga menjadi ciri film superhero. Ratu Gelondongan, Romeo, dan komplotannya menjadi pihak antagonis sementara Bumi dan Om Gun menjadi pihak protagonis. Intensitas dramatik meningkat jika pihak antagonis melakukan aksi yang menekan atau menimbulkan keresahan orang banyak sehingga perlu adanya tokoh superhero untuk melawannya. Dalam film ini kurang terlihat pihak antagonis melakukan aksi jahatnya namun justru cerita malah terfokus pada pertikaian pribadi antara Romeo dan Bumi guna mengambil hati Pertiwi. Arah film juga tak jelas ketika sang jagoan kurang fokus pada agenda besar Om Gun untuk memberantas korupsi.

Secara teknis film ini cukup mapan, walaupun beberapa aspek banyak kelemahan (tanpa perlu komentar soal efek visual). Ilustrasi musiknya pun cukup menggugah sekalipun terdengar sekilas mirip score The Avenger. Teknik editing montage disajikan lumayan untuk mengambarkan aksi-aksi dari sang jagoan melalui teknik cuplikan berita di koran untuk membangun informasi cerita dalam plotnya. Kasting pemain pun sudah cukup pas untuk menggambarkan karakter-karakternya. Jagoan Instan menawarkan sesuatu yang berbeda dengan komedi yang cukup menghibur. Semoga ke depan genre ini bisa berkembang dengan kualitas cerita dan pencapaian teknis yang lebih baik lagi.

Watch Video Trailer

Artikel SebelumnyaA Copy Of My Mind
Artikel BerikutnyaBrooklyn
Agustinus Dwi Nugroho lahir di Temanggung pada 27 Agustus 1990. Ia menempuh pendidikan Program Studi Film sejak tahun 2008 di sebuah akademi komunikasi di Yogyakarta. Di sinilah, ia mulai mengenal lebih dalam soal film, baik dari sisi kajian maupun produksi. Semasa kuliah aktif dalam produksi film pendek baik dokumenter maupun fiksi. Ia juga lulus dengan predikat cum laude serta menjadi lulusan terbaik. Ia mulai masuk Komunitas Film Montase pada tahun 2008, yang kala itu masih fokus pada bidang apresiasi film melalui Buletin Montase, yang saat ini telah berganti menjadi website montasefilm.com. Sejak saat itu, ia mulai aktif menulis ulasan dan artikel film hingga kini. Setelah lulus, ia melanjutkan program sarjana di Jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Penelitian tugas akhirnya mengambil tema tentang Sinema Neorealisme dan membandingkan film produksi lokal yang bertema sejenis. Tahun 2017, Ia menyelesaikan studi magisternya di Program Pascasarjana Jurusan Pengkajian Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dengan minat utama film. Penelitian tesisnya terkait dengan kajian narasi dan plot sebuah film. Saat ini, ia tercatat sebagai salah satu staf pengajar di Program Studi Film dan Televisi, ISI Yogyakarta mengampu mata kuliah teori, sejarah, serta kajian film. Ia juga aktif memberikan pelatihan, kuliah umum, seminar di beberapa kampus, serta menjadi pemakalah dalam konferensi Internasional. Biodata lengkap bisa dilihat dalam situs montase.org. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Miftachul Arifin.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.