After the Curfew (1954)
101 min|Drama|N/A
7.2Rating: 7.2 / 10 from 795 usersMetascore: N/A
A hero of revolution returns to civilian life to find the new society very different from the ideals he fought for.

Shot menawan membuka film memperlihatkan seseorang yang tengah berjalan mengendap di sebuah pemukiman kala malam. Lalu tampak beberapa orang tentara berteriak dan mengejar sosok misterius tersebut. Sosok tersebut nyaris tertembak namun akhirnya berhasil lolos. Bandung pada tahun 1949, menetapkan jam malam setelah Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia. Sosok tersebut adalah Iskandar (Alcaff), mantan tentara yang menetap di rumah Norma (Herawaty), tunangannya. Iskandar mencoba mencari hidup baru namun pekerjaan kantor rupanya tidak cocok bagi mantan tentara sepertinya. Iskandar lalu mengunjungi teman-temannya semasa perjuangan dan tanpa diduga ia menemukan rahasia masa lalunya yang kelam yang menjawab traumanya selama ini.

Film yang mengambil kisah hanya beberapa hari ini berjalan tanpa henti mengikuti tokoh utama yang bergerak dari satu tempat ke tempat lain dan bertemu dengan beberapa karakter yang eksentrik, seperti Gunawan, Puja, dan Laila. Cerita bertutur sederhana, jelas, dan runtut tanpa banyak intrik. Latar belakang cerita yang minim juga tidak membuat motif cerita menjadi lemah. Iskandar melakukan perbuatan yang salah dan tidak menyadarinya hingga menjelang akhir. Iskandar semata hanya mengikuti perintah atasannya untuk menghabisi sebuah keluarga yang diduga mata-mata. Trauma yang ia derita membuat Iskandar kehilangan dirinya dan akhirnya ia harus membayar dengan nyawanya.

Satu kunci kekuatan film ini adalah para pemainnya yang berakting brilyan. Alcaff tanpa berbicara pun mampu memberikan ekspresi yang karismatik sebagai mantan kapten yang dulu disegani anak buahnya, dan kini hanya sesosok pria lemah tanpa jati diri yang jelas. Bambang Hermanto sebagai Puja bermain sangat ekspresif sebagai seorang mucikari yang juga bawahan Iskandar. Satu pemain lagi yang sangat mencuri perhatian dan bermain sangat baik adalah Dhalia sebagai Laila, seorang pelacur milik Puja yang terganggu mentalnya dan selalu memimpikan kehidupan mewah yang ia rangkai melalui kliping-nya. Tak heran jika ketiganya masing-masing meraih piala Citra untuk pencapaian akting menawan mereka.

Baca Juga  Tujuh Bidadari

Lewat Djam Malam adalah sebuah kisah brilyan tentang mantan pejuang yang harus beradaptasi dengan kehidupan pasca perang. Istimewanya, film ini tidak berbicara tentang para pejuang yang tidak lagi mendapat tempat di masa selepas perang namun justru mengkritik para veteran yang menggunakan kekuatan dan kekuasaan yang mereka miliki untuk kepentingan mereka sendiri. Lewat Djam Malam dengan keluguannya berhasil membawa kita ke masa lalu dan merenungi kembali masa depan. Di akhir filmnya, sang sineas berpesan pada kita, “Kepada mereka yang telah memberikan sebesar-besar pengorbanan nyawa mereka, supaya kita yang hidup pada saat ini dapat menikmati segala kelezatan buah kemerdekaan. Kepada mereka yang tidak menuntut apapun buat diri mereka sendiri

M. Pradipta

WATCH TRAILER

Artikel SebelumnyaSoegija, 100% Garin dan tidak 100% Soegija
Artikel BerikutnyaMuallaf, Cara Sineas Memaknai Muallaf
memberikan ulasan serta artikel tentang film yang sifatnya ringan, informatif, mendidik, dan mencerahkan. Kupasan film yang kami tawarkan lebih menekankan pada aspek cerita serta pendekatan sinematik yang ditawarkan sebuah film.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.