Muallaf (2008) adalah film garapan Sutradara Malaysia Yasmin Ahmad yang juga mengarap film-film sebelumnya seperti Rabun, Sepet, Gubra, Mukhsin. Pada tahun 2010 film ini memperoleh penghargaan Best Director di ajang 54th Asia Pacific Film Festival.
Muallaf adalah istilah yang bermakna orang non muslim yang masuk agama Islam menjadi seorang muslim. Film ini bercerita tentang kakak beradik, Rohani dan Rohana yang lari dari rumah karena menjadi korban kekerasan Ayah mereka. Rohani (Sharifah Amani) bekerja di klub malam untuk memenuhi kebutuhan adiknya (Sharifah Aleysha) yang masih sekolah. Suatu ketika mereka bertemu dan dekat Brian (Brian Yap) yang juga guru Rohana di sekolahnya. Mereka semakin dekat ketika Brian datang ke rumah. Mereka berbincang soal keluarga, trauma masa lalu, serta agama. Rohana dan Rohani adalah seorang muslim taat yang dikisahkan memiliki pengetahuan luas terhadap agama Islam maupun aliran kepercayaan lain seperti Nasrani dan Tao Te Ching. Sementara Brian adalah seorang Katolik yang kehilangan keyakinan karena trauma masa lalunya.
Hal yang paling menarik pada film ini adalah dialog serta kedekatan hubungan antar tiga tokoh utama yang menjadi fokus cerita. Hampir sepanjang film dialog-dialog yang terlontar layaknya “khotbah” yang mengutip beberapa kitab suci, seperti Al-Quran, Injil, dan Tao Te Ching. Dialog-dialog tersebut membuat keyakinan Brian lambat laun mulai terbuka kembali dan mendapatkan kesadaran baru. Tidak seperti makna judulnya, film ini tidak memaksa dan mengajak untuk masuk ke dalam satu agama Islam melainkan mengajak untuk lebih mendalami agama kita masing-masing dan menjadikan sebagai pegangan hidup bagi kita. Sang sineas memaknai “Muallaf” sebagai seseorang yang kembali pada keyakinan dan agamanya.
Adegan-adegan yang dibangun tiap adegan sangat sederhana namun mampu menjelaskan permasalahan yang ada. Walau kadang membosankan karena terlalu sering berlama-lama dengan sebuah adegan namun teknik penyuntingan (montage sequence) yang beberapa kali digunakan mampu memecah kebosanan. Teknik kilas balik yang sering digunakan untuk menggambarkan masa lalu Brian maupun Rohani, cukup menyentuh hati dan menegaskan trauma masa lalu mereka. Sayangnya, adegan ending dalam filmnya yang menampilkan adegan “Brian kembali ke rumah” dan “adegan orang masuk gereja” kurang begitu menggigit menggambarkan sisi batinnya yang telah menerima kesadaran baru.
Secara teknis film ini terlihat mapan dengan gaya-gaya yang unik. Sang sineas sering berlama-lama dengan shot (long take) dalam adegan khususnya adegan dialog. Teknik ini sangat efektif untuk menggambarkan kedekatan para tokohnya. Teknik transisi fade out dan fade in sering sekali digunakan dan sangat pas digunakan untuk mendukung motif sisi traumatis tokoh-tokohnya. Dengan gaya dan tema yang unik, sang sineas (alm) telah membuat sebuah karya personal dalam proses pencarian eksistensi hidupnya yang juga meninggalkan pesan pada kita tentang cinta, kebersamaan, dan toleransi.
WATCH TRAILER