Angga Dwimas Sasongko jarang mengerjakan sendiri film-film produksi Visinema. Kali ini, ia dan Husein M. Atmodjo sebagai penulis menggarap sebuah cerita thriller kriminal berjudul Mencuri Raden Saleh. Sekaligus membahas ihwal konteks salah satu lukisan Raden Saleh rasanya. Film yang juga menonjolkan aksi kejar-kejaran di jalanan ini diperani sederetan bintang muda idola penonton remaja tanah air. Sebut saja Iqbaal Ramadhan, Angga Yunanda, Aghniny Haque, Umay Shahab, Ari Irham, dan Rachel Amanda, serta ada pula Dwi Sasono. Akahkah film ini memberikan kualitas yang baik, ataukah sekadar mengumpulkan idola penonton remaja dalam satu layar semata?

Piko (Iqbaal) tengah menggeluti sebuah pekerjaan yang menjanjikan baginya dengan mengandalkan keahlian lukisnya. Suatu ketika, ia mendapat informasi mengenai syarat penanganan kasus ayahnya (Dwi Sasono) yang membutuhkan uang dalam jumlah besar. Piko pun menerima tawaran dari seorang agen untuk melakukan sesuatu terhadap salah satu lukisan fenomenal karya seniman legendaris, Raden Saleh. Sembari bergumul dengan masalah personalnya, ia bekerja sama dengan lima orang yang telah andal dalam bidang masing-masing. Ucup (Angga) si hacker, Gofar (Umay) si mekanik, Tuktuk (Irham) yang jago mengemudi, Sarah (Aghni) yang ahli bela diri, dan Fella (Amanda) si bandar judi dengan jiwa kriminal.

Mencuri Raden Saleh tampil dengan gemilang sejak permulaan film. Mulai dari segi naskah hingga olah sinematiknya yang kerap kali tak pernah tanggung. Angga Sasongko pun menuturkan kisahnya dalam plot-plot yang menjebak dan penuh kejutan. Beberapa peristiwa selalu dipicu dan memicu dari/ke peristiwa lain yang berperan sebagai pematahan dugaan. Ber-plot twist? Memang. Sebuah karya terbaik pula rasanya dari sineas ini setelah NKCTHI yang rilis 2020 lalu. Walau ada beberapa bagian kecil yang meleset dari naskahnya. Termasuk soal dialog. Lalu ihwal kecocokan filosofi dari lukisan yang menjadi objek dalam film ini dengan garis besar cerita Mencuri Raden Saleh? Boleh jadi itu kebetulan semata, lalu diproses sedemikian rupa agar dapat mengesankan ketika diucapkan.

Para bintang yang mengisi setiap peran dalam Mencuri Raden Saleh pun memperlihatkan kapabilitas masing-masing. Terutama Irham yang terlihat lebih baik, ketimbang saat menjadi Abby dalam Generasi 90-an: Melankolia, salah satu film lain dari Visinema juga. Meski tak menonjol, karena toh keahlian sosok Tuktuk yang diperankan olehnya tak punya kesempatan lebih untuk unjuk gigi. Khususnya dalam aksi pencurian komplotannya. Iqbaal dan relasinya dengan sang bapak, Umay dan rasa persaudaraannya, serta Aghni dan faktor rumahnya pun bermain apik. Dwi Sasono, seperti biasa, juga menunjukkan kepiawaiannya sebagai sosok yang mengayomi, tetapi juga misterius dan tetap bangga walau masuk dalam permainan putranya.

Baca Juga  Wa’alaikumussalam Paris

Film ini sesungguhnya memiliki potensi dari segi eksplorasi aksi kejar-kejaran dengan kendaraan di jalanan kota. Menarik rasanya, bila kemampuan mengemudi Tuktuk bisa dimainkan dalam momen ini. Namun agaknya budgeting-nya sendiri belum dapat menyanggupi itu. Mencuri Raden Saleh berakhir dengan aksi kejar-kejaran biasa. Meski memang olah kameranya begitu berani. Hal yang sama dilakukan pula oleh Iqbaal dalam pelariannya. Sayang memang, sementara bagian-bagian lain memberikan pengalaman pergerakan visual yang tidak biasa ada dalam film-film kita, dalam gambar-gambar berdurasi panjang pula.

Jika dibandingkan dalam hal sinematiknya, pengerjaan gambar-gambar Mencuri Raden Saleh lebih kreatif. Begitu pula editing yang halus pada sejumlah kesempatan transisi yang besar. Tak lupa pula, efek visual untuk mendukung keahlian Ucup sebagai hacker. Sebaliknya, proporsi dari keberadaan musiknya cenderung lemah dan tipis. Tak banyak bagian dari musik ini yang mampu menebalkan emosi adegannya. Kecuali hanya pada saat para “Komplotan Raden Saleh” beraksi, maupun ketika rencana mereka terganggu. Selain itu, upaya maksimal untuk mengoptimalkan artistik tampak jelas dari setiap set dan propertinya. Terutama kecenderungan busana yang selalu dikenakan Piko, sebagaimana karakternya.

Mencuri Raden Saleh amat bisa dikatakan sebagai karya thriller kriminal dengan garapan maksimal di tangan Angga Sasongko. Jika kita meninjau kembali film-film dari genre ini beberapa tahun ke belakang, takkan banyak menjumpai yang sepadan dengan film ini. Meski Iqbaal sendiri tampaknya masih perlu lebih sering lagi menjajal peran-peran drama. Setiap adegan dramatis atau sedih yang dilakoninya selama ini belum banyak yang berhasil. Selalu terasa kurang cocok, antara emosi yang seharusnya terasa dengan tipe suara dan cara pengucapannya. Selebihnya, Mencuri Raden Saleh menampilkan keseruan dan pengalaman yang menyenangkan, baik dari sisi thriller, kriminal, maupun kritik terhadap status sosial.

PENILAIAN KAMI
Overall
90 %
Artikel SebelumnyaBeast
Artikel BerikutnyaSamaritan
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.