Film horor tentang persekutuan dengan setan, iblis, atau makhluk gaib seperti tak ada habisnya saja. Begitu pula Perjanjian Gaib arahan Hadrah Daeng Ratu dengan skenario garapan Lele Laila. Bukan hanya dalam kemasan horor supernatural, tetapi juga komedi. Melalui produksi Maxima Pictures, ketiga tokoh sentralnya diperankan oleh Della Dartyan, Dennis Adhiswara, dan Ayu Laksmi, beserta Kinaryosih. Baik Daeng Ratu maupun Laila sama-sama bukan pertama kali ini mengerjakan film horor. Dengan rekam jejak tersebut, bagaimana hasil film ini?
Hidup dengan himpitan ekonomi dan utang di mana-mana sangat menyesakkan bagi Wati (Della). Suaminya, Andri (Dennis), malah dipecat dari profesinya sebagai tukang bersih-bersih kamar mayat gara-gara ketahuan mencuri dompet milik jenazah. Keduanya bahkan mendatangi sebuah kuburan untuk meminta jadi kaya, tetapi tak membuahkan apa-apa. Sampai satu informasi lowongan pekerjaan tiba lewat sepotong koran bungkus nasi. Angkanya menggiurkan, dan mereka hanya harus merawat seorang nenek kaya raya. Warga sekitar menyebutnya sebagai Nenek Dasa (Ayu Laksmi). Namun, tak lama mereka mulai bekerja, sang nenek justru meninggal.
Hampir tak ada yang menarik dalam Perjanjian Gaib, kecuali polah tingkah dari kedua protagonisnya, Andri dan Wati. Komikal, lugu, polos, dan nekat dengan dialek serta bahasa Jawa Tmur-an mereka. Meski terkadang menyebalkan. Bila film ini hanya menggunakan formula standar horor supernatural, bisa dipastikan takkan berbeda dari gaya barat yang selama ini kerap dipakai film-film horor kita. Khususnya yang menceritakan ihwal perjanjian dengan makhluk gaib, macam pesugihan, pelet, pemikat, maupun santet atau teluh. Dan sudah pasti dibarengi pula dengan menumbalkan keturunan sendiri atau anggota keluarga lainnya. Ada Ruqyah: The Exorcism, Sebelum Iblis Menjemput, hingga Pengabdi Setan 2.
Perjanjian Gaib pun makin valid terlihat mengambil referensi dari horor barat saat muncul adegan “memasuki alam lain”, atau dunia para orang mati. Kita tahu apa saja film-film tersebut. Tanpa melupakan ciri khas warna gelap, suasana suram, nuansa kelam, disertai sulur-sulur lapisan kabut dan tempat yang terlihat kotor (di Indonesia). Jailangkung: Sandekala pernah memunculkannya (walau gagal). Tak seperti dalam Keramat (2009), atau Hi5teria (2012) dengan caranya sendiri dalam menunjukkan keseraman. Danur 3: Sunyaruri juga sempat menghadirkan itu. Perbedaannya hanya pada lokasi gerbang antardimensi dan letak alam lainnya.
Problematika lain Perjanjian Gaib mengiringi penceritaannya yang sebagian besar mengambil tempat dalam sebuah rumah besar. Tuntutannya tentu takkan berbeda dengan genre lain, seberapa mudah penonton bisa membayangkan denah dalam bangunan tersebut. Minimal, kita bisa yakin bahwa setiap ruangan beserta set lainnya memang berada dalam rumah itu. Namun, sayangnya hingga film usai bayangan tersebut tak tercapai. Sineas dan penulisnya justru menambahkan ruangan tersembunyi bawah tanah yang entah tepatnya berada di sisi rumah bagian mana. Kita hanya tahu letak pintu masuknya. Bahkan lokasi Andri dan Wati setiap kali mereka berteriak ketakutan tak jelas seberapa jauh dengan kedua anak Nenek Dasa.
Kalau saja pergerakan kamera atau aspek editing juga dapat memainkan peran untuk menunjukkan lokasi-lokasi ruang mereka. Namun, rupanya pemanfaatan keduanya tak sampai sana. Sisanya, dari setiap aspek lainnya juga tak memberikan perbedaan signifikan. Selalu ada pemadaman listrik dan hujan lebat yang mengiringi peristiwa horor, berikut musik seramnya. Perjanjian Gaib juga tampak ingin memanfaatkan keberadaan lilin, tetapi ternyata sekadar menjadi alat penerangan semata. Rumah besar, eksplorasi kurang, dan trik horor yang tertebak. Hanya akting dari Dennis dan Della sebagai Andri dan Wati serta Ayu Laksmi sebagai sosok sang nenek yang banyak berjasa dalam Perjanjian Gaib.
Perjanjian Gaib minim sisi menarik, kecuali dari kelakuan dua protagonisnya dan keseraman sang nenek. Sudut pandang dari setiap anak Nenek Dasa juga terlewat, seakan-akan mereka sudah siap menerima nasib sesuai giliran. Apakah mereka sedari awal memang sudah tahu tentang perbuatan sang nenek? Cerita dalam film ini seolah masih belum selesai. Banyak sisi belum mendapat jatah eksposisi yang memadai, banyak tempat dalam rumah juga kekurangan eksplorasi. Meski, ditutup dengan pesan moral yang baik.