IP (Intelectual Property) besar “Keluarga Cemara” kembali dengan kisah keluarga kecil di pedesaannya melalui sekuel Keluarga Cemara. Kini, Ismail Basbeth lah yang berkesempatan mengarahkan kisah tersebut dalam Keluarga Cemara 2, bersama Mohammad Irfan Ramly sebagai penulis. Film produksi Visinema Pictures, Jagartha, dan Astro Shaw dengan disponsori oleh Blibli ini masih diperankan oleh Widuri Sasono, Ringgo Agus Rahman, Nirina Zubir, Adhisty Zara, Asri Welas, serta dua sosok baru Niloufer Bahalwan dan Muzakki Ramdhan. Setelah Keluarga Cemara berpusat pada dunia kecil Euis dalam keluarganya, bagaimana dengan Keluarga Cemara 2?

Kehidupan keluarga Abah (Ringgo) dan Emak (Nirina) kini telah berangsur membaik, meski belum sepenuhnya pulih dan aman. Seiring dengan Abah yang telah mendapat pekerjaan baru dan Emak dengan usaha dagangannya, keluarga mereka kembali menapaki jalan dari awal. Meski begitu, ada masalah lain yang mesti mereka tanggung juga. Sang putri tertua, Euis (Zara), yang ternyata telah beranjak dewasa; putri kedua, Ara (Widuri), yang kehilangan perhatian dari semua orang; serta putri bungsu, Agil (Niloufer), yang sering rewel malam-malam. Kesibukan demi kesibukan Abah, Emak, dan Euis lantas melahirkan kekecewaan dalam pikiran Ara atas segala bentuk janji.

Sang sineas tahu cara membuat film yang ramah untuk Semua Umur. Kriterianya seperti apa, ciri khas, syarat, serta unsur-unsurnya apa saja. Meski itu berarti kita takkan menjumpai dramatisasi yang terlalu dalam seperti film-film keluarga pada umumnya. Dua di antaranya yang terbaru, seperti Ngeri-Ngeri Sedap maupun Gara-Gara Warisan. Namun elemen-elemen yang diperlukan setidaknya ada. Set meja makan, beberapa momen dengan pencahayaan yang hangat, gambar-gambar lambat dan tenang, serta dialog dan akting yang tidak menggebu-gebu dan sabar.

Setelah Keluarga Cemara menghadirkan kisah yang berpusat pada sosok Euis, Keluarga Cemara 2 memindahkan perhatian penonton kepada adiknya, Ara. Tentu ini memengaruhi banyak hal, termasuk porsi durasi tampil antara kakak-beradik tersebut. Keluarga Cemara telah menyelesaikan tugasnya bersama Euis yang berdamai dan menerima keadaan terkini keluarganya. Sedangkan Ara, kini tampil dengan masalahnya sendiri. Ia menunjukkan kekecewaan atas lingkungan di rumahnya. Seluruh perhatian yang sebelumnya mudah ia peroleh, kini telah banyak berkurang. Ia dipaksa ikut dewasa oleh keadaan, sebagaimana yang telah dilakukan kakaknya. Meski bagaimanapun juga, anak-anak punya haknya sendiri untuk diperhatikan.

Baca Juga  Perempuan Berkalung Sorban, Hanya Film Religi Biasa

Basbeth pun tampak memahami kebutuhan penonton untuk menikmati setiap detail sajian dari Keluarga Cemara 2. Ia dengan “sabar” mengelola setiap momen agar berjalan perlahan, hingga pada titik dapat meresap kuat dalam benak penonton, baru kemudian berlanjut ke scene berikutnya. Terutama momen-momen yang tak berdialog. Bahkan selain Ara yang pada film ini mendapat giliran sebagai protagonis, tokoh-tokoh lain mendapat jatah dialog yang berselisih jauh dengannya. Bagian demi bagiannya dituangkan menjadi visual dalam tempo yang melambat. Hanya menunjukkan detail gestur dan mimik para aktor-aktrisnya.

Upaya Basbeth dalam menyampaikan kisah sebuah keluarga kecil di pedesaan dengan “kesabaran” tersebut pun didukung pula oleh olah kamera dan editing. Kita akan kerap menjumpai gambar-gambar statis. Walau ada beberapa momen dengan gambar yang bergerak, itu pun secara perlahan. Sedemikian penting tampaknya untuk mendukung kelembutan, ketenangan, kesabaran, dan kehangatan keluarga Abah, Emak, dan ketiga putri mereka. Meski dengan fakta adanya dunia yang lebih luas daripada Keluarga Cemara, aspek-aspek teknis tersebut masih dipertahankan. Namun, agaknya gambar-gambar buangan dari beberapa shot tak melulu dibutuhkan. Sebagian di antaranya cukup mengganggu karena terlalu lama sebelum kemudian berpindah ke scene selanjutnya.

Keluarga Cemara 2 juga tak membiarkan spirit tontonan Semua Umur-nya padam. Tahu bahwa anak-anak juga menonton, baik cerita maupun pengemasan dibuat seringan mungkin dengan banyak kelucuan kecil. Terutama cara setiap musiknya dihadirkan. Tak jarang beberapa momen atau rangkaian adegan didukung oleh pemotongan musik yang pas untuk menguatkan humornya. Kemudian tentu saja, munculnya lagu ikonik yang ditunggu-tunggu mengiringi Keluarga Cemara 2 berakhir.

Keluarga Cemara 2 tampil dengan sabar dan ringan, membawa penontonnya larut ke dalam emosi cerita yang ramah segala usia. Basbeth melakukan treatment yang baik untuk banyak aspek dalam film ini. Meski ada satu-dua yang meleset. Widuri sebagai Ara pun tampil dengan upaya yang maksimal darinya. Mengingat ini merupakan peran terbesar pertamanya. Terlebih sebagai protagonis cerita. Begitu pula dengan sosok Niloufer sebagai Agil yang kerap kali mengisi beberapa momen dalam keluarga Abah dan Emak dengan caranya sendiri. Walau pada akhirnya kita tak memperoleh pengalaman dramatik mendalam maupun komedi-komedi besar, tetapi Keluarga Cemara 2 tahu posisi dan perannya sendiri. Lagipula, film ini untuk Semua Umur, termasuk anak-anak di bawah 13 tahun.

PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaObi-Wan Kenobi
Artikel BerikutnyaElvis
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.