Persepsi merupakaan debut film horor thriller besutan Renaldo Samsara sebagai sutradara (sekaligus editor dan produser). Sebelum debut dengan film ini, ia baru dua kali menulis film panjang dengan Cinta Itu Buta (2019) dan I Am Hope (2016). Penayangan perdananya secara streaming pada 11 Juni 2021 di bioskoponline.com. Film ini diperankan oleh beberapa aktor dan aktris papan atas seperti Nino Fernandez, Irwansyah, Nadine Alexandra, Hannah Al Rashid, dan Arifin Putra.

Mengisahkan sekelompok empat orang yang menjadi peserta dalam sebuah acara program televisi yang dibawakan oleh seorang ilusionis (Arifin Putra). Mereka ditantang untuk uji nyali dan harus bertahan selama 5 hari di sebuah rumah yang terpencil dan angker. Keempatnya antara lain Michael (Nino Fernandez), Lingga (Irwansyah), Andrea (Nadine Alexandra), dan Laila (Hannah Al Rashid). Sementara itu pernah terjadi sebuah peristiwa yang memilukan dan mengenaskan di rumah tersebut. Awalnya situasi yang berlangsung tampak biasa. Namun lama-kelamaan timbul kejadian-kejadian aneh yang dialami oleh satu per satu dari mereka. Apakah mereka akan bertahan menerima tantangan ini, dan menyelesaikan misinya?

Seperti kebanyakan film thriller, Persepsi menyajikan aksi-aksi fisik membahayakan untuk membangun ketegangan ceritanya. Suguhan ini dibalut pula dengan adegan flashback di beberapa momen untuk menggambarkan situasi dalam rumah tersebut pada masa lalunya. Aksinya berlangsung secara intens melalui sudut pandang masing-masing tokoh, tetapi adegan-adegannya yang terkesan berulang tak mampu membangkitkan tensi ketegangan aksi tersebut. Walau demikian, dalam filmnya tetap mengandung misteri hingga menjelang menit-menit terakhir.

Namun pada saat yang sama, kedekatan terhadap masing-masing tokohnya kurang mendalam. Alhasil, Persepsi jadi terasa sekadar pertunjukan misteri semata tanpa bangunan cerita yang memadai. Tak adanya chemistry antartokohnya juga dipengaruhi oleh penokohan yang lemah dari setiap karakternya, sehingga penonton sulit bersimpati. Setiap karakter yang bersaing menuntaskan ajang ini, sepertinya punya masalah masing-masing. Jika hal ini dieksplor lebih dalam, besar kemungkinan akan lebih menarik. Sayang sekali, peran aktor dan aktris papan atas itu tak mampu mengangkat filmnya. Juga, Persepsi bisa dibilang terlalu ‘pelit’ durasi untuk membangun hal-hal itu.

Baca Juga  Perewangan

Kunci pemahaman terhadap Persepsi sendiri tidak akan dengan mudah ditemukan hingga menjelang film berakhir. Barulah pada menit-menit di penghujung cerita, segala peristiwa yang disaksikan sejak permulaan film terjawab melalui dialog dengan sebuah kalimat pendek yang implisit. Walau bagi yang belum siap beranjak dari rangkaian adegan sebelumnya ke adegan tersebut akan butuh menontonnya ulang sedikitnya dua kali. Khusus di bagian itu. Dialog berisi pernyataan yang menegaskan kembali konsep dan judul filmnya.

Ketidaksiapan ini rasanya dipengaruhi pula oleh kondisi menonton yang selalu melalui sudut pandang (POV) dari mata para tokoh. Misalnya gambar yang sudah pasti jarang stabil karena bergerak sesuai kepala dan badan para tokoh. Ada pula transisi antartokohnya yang semakin menambah ketidaknyamanan ini. Kisahnya pun lantas bergulir dengan melibatkan langsung penonton melalui sudut pandang tersebut. Memosisikan penonton sebagai masing-masing tokoh yang terlibat langsung dalam peristiwa yang tengah berlangsung, dengan tempo yang singkat. Persepsi memang mengusung konsep yang unik dan menarik, tetapi juga sukar diikuti. Sinematografinya membentuk visual yang berbeda untuk genrenya sekian tahun ke belakang.

PENILAIAN KAMI
Overall
50 %
Artikel SebelumnyaStillwater
Artikel BerikutnyaPesan di Balik Awan
Agustinus Dwi Nugroho lahir di Temanggung pada 27 Agustus 1990. Ia menempuh pendidikan Program Studi Film sejak tahun 2008 di sebuah akademi komunikasi di Yogyakarta. Di sinilah, ia mulai mengenal lebih dalam soal film, baik dari sisi kajian maupun produksi. Semasa kuliah aktif dalam produksi film pendek baik dokumenter maupun fiksi. Ia juga lulus dengan predikat cum laude serta menjadi lulusan terbaik. Ia mulai masuk Komunitas Film Montase pada tahun 2008, yang kala itu masih fokus pada bidang apresiasi film melalui Buletin Montase, yang saat ini telah berganti menjadi website montasefilm.com. Sejak saat itu, ia mulai aktif menulis ulasan dan artikel film hingga kini. Setelah lulus, ia melanjutkan program sarjana di Jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Penelitian tugas akhirnya mengambil tema tentang Sinema Neorealisme dan membandingkan film produksi lokal yang bertema sejenis. Tahun 2017, Ia menyelesaikan studi magisternya di Program Pascasarjana Jurusan Pengkajian Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dengan minat utama film. Penelitian tesisnya terkait dengan kajian narasi dan plot sebuah film. Saat ini, ia tercatat sebagai salah satu staf pengajar di Program Studi Film dan Televisi, ISI Yogyakarta mengampu mata kuliah teori, sejarah, serta kajian film. Ia juga aktif memberikan pelatihan, kuliah umum, seminar di beberapa kampus, serta menjadi pemakalah dalam konferensi Internasional. Biodata lengkap bisa dilihat dalam situs montase.org. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Miftachul Arifin.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.