Bagi yang terkesan dengan film aksi thriller Baby Driver, kini pembuat film asal Korea Selatan mencoba untuk mengangkat tema serupa melalui Special Delivery (Teuksong). Hasilnya pun sama sekali tak buruk. Film aksi thriller produksi Korea Selatan ini diarahkan oleh Park Dae-min dengan bintang-bintang muda seperti, Park So-dam dan Jung Hyeon-jun yang kita kenal melalui film pemenang Oscar, Parasite, lalu Song Sae-byeok serta Kim Eui-sung. Special Delivery yang rilis di awal tahun ini tercatat hingga kini adalah film terlaris keempat di Korea Selatan.

Eun-ha (So-dam) adalah seorang sopir perempuan handal yang tugasnya mengirim barang atau orang, dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Ia tidak pernah sekalipun gagal menjalankan tugasnya. Suatu hari, seperti rutinitas biasanya, ia mendapat tugas untuk menjemput klien dan mengantarnya ke satu lokasi. Di luar dugaan, semuanya berubah ketika klien tersebut ternyata adalah seorang bocah (Hyeon-jun) yang diburu satu kelompok gangster. Bocah tersebut ternyata membawa satu kunci brankas yang berisi uang jutaan dollar. Aksi kejar-mengejar pun dimulai.

Opening segmennya yang demikian menghibur sudah pasti bakal membuat penonton terkesan. Aksi kejar-mengejar mobilnya, tak kalah dengan film-film produksi Hollywood. Untuk urusan teknis, film-film Korea kini sudah sebelas duabelas dengan film Hollywood. Premisnya yang demikian menjanjikan sayangnya tak cukup kuat diolah untuk menjaga intensitas ketegangannya hingga klimaks. Terdapat satu-dua momen yang terkesan membuang waktu di sela-sela aksinya dan justru membuat alurnya mudah ditebak. Adapun selipan subplot yang berisi isu polisi korup, aksi “pembelotan” (Korea Utara), hingga chemistry antara Eun-ha dan Seo-Won menjadi gimmick yang menarik. Ending-nya pun sangat memuaskan penonton.

Special Delivery adalah “Baby Driver” versi Korea dengan beberapa momen aksi serta sisi thriller yang mengesankan. Pencapaian teknisnya dari sisi mana pun, baik kamera, editing, musik, sudah sangat mapan. Sejauh ini, film ini memiliki salah satu car chase-scene terbaik di luar film Hollywood. Dengan kisah yang lebih solid lagi, rasanya tinggal menunggu waktu sinema mainstream Korea Selatan sejajar dengan Hollywood.

Baca Juga  Drishyam 2

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaGaris Waktu
Artikel BerikutnyaLooop Lapeta
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.