The Tale of Foreman: Moorer (2003)
N/A|Documentary, Sport|30 Apr 2003
Rating: Metascore: N/A
N/A

Perkara cinta dapat kian merumit, kala dipertemukan dengan persahabatan dan perjodohan, himpitan ekonomi dan hutang-piutang, kerusuhan ‘98 dan geger pecinan, hingga kesetaraan strata sosial. Pandu Adjisurya dan Hanung Bramantyo menyampaikan semua itu melalui film arahan mereka, Tersanjung: The Movie, dengan skenario yang digarap pula oleh keduanya. Film bergenre drama roman keluarga ini merupakan adaptasi bebas dari serial TV berjudul sama, yang populer pada tahun 1998-2005 hingga selesai pada musim ke-7. MVP Pictures bekerja sama dengan Dapur Film menggawangi produksi film ini, sebagaimana yang dilakukannya pula terhadap serial TV-nya dulu. Film yang juga berbalut musik ini diperankan oleh Clara Bernadeth, Giorgino Abraham, Kevin Ardillova, Nugie, Kinaryosih, Allya Syakila, dan salah seorang cast dari serial TV-nya, yakni Ari Wibowo.

Yura (Clara Bernadeth), Oka (Kevin Ardillova), dan Christian (Giorgino Abraham) merupakan trio sahabat yang sangat dekat. Tak seperti Oka dan Christian, kehidupan Yura berlalu dengan begitu banyak masalah, kenyataan pahit, kesulitan ekonomi, hingga soal pasangan hidup. Masalah-masalah yang kerap memosisikan Yura di antara situasi dilematis, sampai membawanya kembali kepada sosok yang telah dikenalnya sedari lama. Sosok yang kemudian menjadi pelabuhan terakhir atas segala beban hidupnya. Sosok yang membantu Yura menyadari dirinya tidaklah hidup seorang diri dalam memikul beban hidup tersebut, melainkan masih ada keberadaan orang-orang terdekatnya yakni kedua orang tua sosok tersebut; serta keluarga kecil Yura sendiri yaitu Ayah (Nugie), Ibu (Kinaryosih), dan Adiknya (Allya Syakila).

Menonton versi layar lebar dari “Tersanjung” rasanya seperti menyaksikan dua konsep besar di sepanjang filmnya. Pertama, tentu disebabkan oleh status film ini sebagai adaptasi dari serial TV yang telah kondang pada awal 2000-an. Kedua, ialah tentang pengemasan percintaannya yang memilih untuk menggunakan format “sahabat jadi cinta”. Bagi penikmat sinema drama roman Tanah Air pasti tidaklah asing dengan format ini. Dua film populer yang terbilang berhasil membawakannya yaitu #TemanTapiMenikah yang pertama dan sekuelnya. Bedanya, Tersanjung: The Movie harus menempatkan tokohnya, Yura, mengalami masa-masa konflik percintaan yang lebih panjang dan pahit, sebelum akhirnya sampai pada satu titik yang benar-benar tepat yang mana adalah sahabatnya sendiri.

Kedalaman emosi tokoh-tokohnya memang biasa-biasa saja. Cukup, meski tidak terlalu mendalam juga. Banyak di antara momen-momen emosional sulit terasa kedalamannya, karena diganggu oleh unsur komedi. Bukan berarti unsur ini tidak perlu ada sama sekali. Hanya saja, ada saat-saat yang menjadikan keberadaan komedi tersebut malah mereduksi kedalaman momen emosional, yang semestinya bisa menggapai empati dan simpati penonton. Selain itu, sulitnya kedalaman emosi ini dapat tercapai juga disebabkan oleh olah akting para cast-nya. Terutama Clara Bernadeth yang alih-alih menggunakan perannya sebagai tokoh utama untuk mengungguli nama-nama seperti Kinaryosih dan Ari Wibowo, rupanya justru bermain aman dengan mengimbangi mereka.

Baca Juga  Star Syndrome

Dua lawan main Clara yang berperan sebagai trio sahabat bersamanya, yaitu Giorgino Abraham dan Kevin Ardillova cukup punya pengalaman berdasarkan proses mereka dalam Bebas, Bumi Manusia, Habibie & Ainun 3, dan Gundala. Walau Giorgino sendiri tampak masih belum sepenuhnya mampu melepaskan karakteristik yang didapatnya dari Bumi Manusia sebagai Robert Mellema, serta Dignitate sebagai Regan. Efek semacam ini juga sebenarnya dialami pula oleh aktor-aktor lain.

Terlepas dari persoalan penokohan dan perkara kekuatan akting, setidaknya keberadaan Hanung Bramantyo sebagai partner tandem Pandu Adjisurya dapat membantu mengamankan film ini, meski tak banyak juga. Barangkali salah satu titik yang cukup mencuri perhatian ada pada adegan terakhir di bagian penutupnya. Seakan menyediakan jawaban atas keberadaan salah seorang tokoh penting yang lost contact pada paruh kedua film, namun sekaligus juga membuka pertanyaan baru. Ada semacam ‘permainan’ di sini antara durasi film dan dimensi waktu cerita. Dalam artian, filmnya dibuat berakhir dengan close ending, tetapi ceritanya sendiri mengarah pada open ending.

Memang boleh dibilang Tersanjung: The Movie ini lumayan menarik, mengingat serial TV-nya dulu telah mengembangkan ceritanya sampai terlalu jauh dan luas, hingga berakhir pada musim ke-7 dengan judul yang berbeda. Film ini lantas diolah sedemikian rupa agar memiliki kecocokan dengan topik yang anak muda banget yakni cinta-cintaan, tetapi menggunakan latar tempat dan waktu yang belum terpaut jauh dengan penayangan serial TV-nya.

Nilai yang cenderung positif bagi MVP Pictures kali ini melalui Tersanjung: The Movie. Mengingat company ini sangat jarang menghasilkan film-film dengan kualitas yang minimal dapat dikatakan menghibur. Beberapa yang masih melekat di ingatan seperti Si Manis Jembatan Ancol (adaptasi serial TV juga), Laundry Show, Mooncake Story, dan Aach… Aku Jatuh Cinta. Sedangkan partner-nya, yakni Dapur Film sendiri hanya mengantongi sekuel dari Perahu Kertas. Selain keduanya memang beberapa kali terlibat project bersama, salah satunya yakni Mencari Hilal.

Tersanjung: The Movie merupakan film yang sekadar lumayan dan serba cukup di semua lininya. Dibilang bagus, memang benar. Apalagi melihat perbandingan film ini dengan dimensi cerita dari serial TV-nya. Minimal, ada cara lain dalam menyampaikan “Tersanjung” itu sendiri, sekaligus dikonsumsi sebagai bahan nostalgia para penonton setia serial TV-nya pada masa itu. Kendati tingkatan “bagus” yang diraih film ini tidaklah lebih dari itu.

PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaRiders of Justice
Artikel BerikutnyaShiva Baby
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.