Aphicatpong Weerasethakul : Dalam Perbincangan

0
Aphicatpong-Weerasethakul
Aphicatpong Weerasethakul

Memperbincangkan Aphichatpong adalah memperbincangangkan seorang anomali baru dalam jagad sinema, sinema Thailand khususnya. Dengan cara bertutur yang ia pilih, dia sadar bahwa dia harus berjalan di jalur independen. Film-filmnya lepas dari sinema Thailand baik dari segi tema maupun penuturan. Aphichatpong seolah berdiri sendiri dalam khasanah perfilman Thailand dan memberi sudut pandang baru pada sinema dunia. Lewat Blissfully Yours (2002) ia memenangkan Un Certain Regard Price di Cannes Film Festival , Tropical Malady (2004) meraih Jury Prize, dan akhirnya melalui Uncle boonmee : Who Can Recall His Past Lives (2010) ia meraih penghargaan tertinggi Palme D’or di ajang yang sama. Kini setelah nama-nama sineas seperti Yang Zi Mou, Wong Kar Wai, Kim Ki Duk atupun Abbas Karioustami mewarnai perbincangan sinema Asia, nama Aphicatpong layak disandingkan dengan mereka.

Ketika Anda menonton film-film Aphichatpong tinggalkan sebentar pola pikir yang sudah terbiasa dengan cara bertutur tiga babak ala Hollywood atau  non linear ala Tarantino ataupun Alejandro Gonjales Innaritu. Aphichatpong membawa kita pada penuturan yang tidak biasa dan cenderung mengarah ke anti-naratif. Sebagai contoh ringan saja dalam filmnya ia selalu menaruh judul film beberapa menit setelah film berjalan bahkan dalam Blissfully Yours ia meletakannya di tengah-tengah film.

Salah satu ciri khas Aphichatpong adalah memisahkan filmnya menjadi beberapa bagian (biasanya dua bagian). Seringkali plot tidak membentuk satu kesatuan namun jika diperhatikan secara utuh dengan menyejajarkannya, bagian-bagian tersebut menyatu menjadi sebuah premis tentang apa yang sedang dibicarakan. Seperti dalam Blissfully Yours, cerita bisa dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berkisah tentang seorang wanita (Roong) yang berusaha membantu pacarnya (Min) dari Burma menguruskan kartu penduduk agar bisa bekerja di Thailand. Bagian kedua, ketika akhirnya mereka gagal, mereka pergi piknik ke sebuah hutan untuk berpacaran dan menikmati pemandangan disana. Dengan berpikir kronologis secara runtut kita akan kehilangan arah dalam memaknai film tersebut namun dengan menyejajarkan kita akan mengenali arah film dengan mengingat kembali judulnya, Blissfully Yours.

Gaya bercerita seperti ini, mengingatkan pada Graphic Novel karya Will Esner, Trilogi Contrac with God. Pada seri ke 2 yaitu seri Dropsie Avenue, Saat menceritakan perjalanan dan kejatuhan perumahan dijalan Dropsie, Will Esner menceritakannya dengan banyak cerita, yang tidak terlalu berkaitan baik dari sudut pandang penceritaan ataupun karakter didalamnya. Tetapi semua cerita tersebut semuannya mengarah pada kejatuhan jalan Dropsie dari berbagai macam cerita dan sudut pandang yang berdiri sendiri-sendiri, dari masing-masing cerita terbut kita dapat satu premis, yaitu “Kejatuhan Jalan Dropsie”. Dalam Uncle Boonmee : Who Can Recall His Past Lives terdapat beberapa segmen cerita, tetapi dengan memahami judulnya lebih seksama, memahami film ini akan lebih mudah.

Tema yang dipilih Aphichatpong juga menarik untuk dibincangkan. Sebagai orang Thailand yang dekat sekali dengan ajaran Budhisme, jelas sekali konsep Budhisme kita temui dalam film-film Aphichatpong, seperti karma dan reinkarnasi. Dua konsep ini dibicarakan dalam filmnya, Uncle Boonmee : Who Can Recall His Past Lives. Dalam film ini, digambarkan sang tokoh utama, Paman Boonmee memaknai dua konsep tersebut dengan bijaksana tanpa pertentangan. Sesuatu yang harus diterima tanpa perdebatan selama menghadapi tubuhnya yang sakit. Baginya sesuatu pasti ada sebabnya, semua yang terjadi dalam hidupnya sekarang adalah karma dari apa yang telah dia lakukan sewaktu muda atau kehidupan sebelumnya.

Baca Juga  Fenomena Danur

Menarik juga untuk melihat pembabakan dan hubungan antar babak dalam Tropical Malady melalui sudut pandang konsep karma. Film ini terdiri dari dua babak. Pertama tentang hubungan sesama jenis antara seoarang tentara dengan pemuda kampung tempat ia singgah, dan yang kedua tentang legenda Harimau. Dalam cerita kedua, tentara pada bagian pertama tetap menjadi tentara sementara si pemuda menjadi siluman Harimau. Dengan konsep karma, kalau dua cerita ini disejajarkan akan membentuk sebuah timbal balik. Cerita pertama menjadi sebab dan cerita kedua jadi akibat. Meskipun bisa diberlakukan sebaliknya, cerita satu bisa sebagai akibat dan cerita dua sebagai sebab.

Dalam filmnya, Aphichatpong tidak menempatkan siapa antagonis atau protagonis. Tidak ada konflik yang terang-terangan terjadi. Sering konflik yang terjadi lebih berupa konflik personal dan internal tokoh-tokohnya, bagaimana berdamai dengan diri sendiri a la Budha. Cerita berjalan begitu saja, kita disuguhi narasi tentang karakter-karakter yang seolah menjalani hidup dalam dimensi ruang dan waktu yang khusus. Aphichatpong berbicara tentang sebuah konsep dan bagaimana konsep itu bisa berjalan dalam dimensi ruang dan waktu yang khusus. Hantu maupun roh bisa muncul kapan saja didekat karakter-karakter filmnya. Mereka berdialog (dengan ruh) tanpa sebuah pertanyaan besar ataupun rasa takut, bagi mereka hal itu adalah sesuatu yang biasa terjadi (kearifan bangsa timur).

Meskipun dengan gaya penuturan yang cenderung anti naratif dan membuat penonton selalu berpikir dan bertanya-tanya, Aphichatpong sering menyelipkan musik-musik pop ringan tetapi pas dengan konteks filmnya. Bisa jadi segmen “musikal” ini sering menjadi bagian yang paling enak (ringan) “dinikmati dan menghibur” sepanjang filmnya. Seperti pada perpindahan babak pertama ke babak kedua dalam Blisffully yours yang adegannya berisi Min dan Rong yang tengah berkendaraan menyusuri jalan menuju tempat piknik. Sepanjang itu pula musik mengalun mengiringi opening title, judul film, nama pemain, kru, dan seterusnya dan seterusnya. Musik ringan serupa juga bisa kita nikmati pada adegan terakhir  dalam Uncle Boonme.

Menonton film Aphichatpong adalah sebuah bentuk penyegaran naratif dan tema. Menarik bagi saya, ketika Aphichatpong memperbincangkan hadirnya hantu maupun roh-roh dalam filmnya, karena hal ini begitu dekat dengan mitos-mitos lokal terutama bagi yang tinggal di daerah pegunungan, dimana mitos-mitos tersebut menyatu dengan kehidupan sehari hari.  Bagi saya yang menghabiskan masa kecil dilereng Gunung Lawu tidak terkejut dan malah tersenyum ketika dalam pidatonya saat mendapatkan Palm D’or  Aphichatpong berucap,

“and also I would like to thanks all the spirit and the ghost in thailand, they made posible to me to be here, so thank’s, thanks…. “

Artikel SebelumnyaFantastic Four
Artikel BerikutnyaInside Out
Pernah belajar film secara formal di Jogja dan Jakarta. Pernah dan masih membuat film diwaktu luang. Sekarang tinggal dan beraktifitas di Kota Bogor. Ketika akan menonton film selalu ingat dengan kata-kata “Hidup terlalu singkat untuk menonton film yang jelek”. Penulis saat ini mengasuh kolom frontier pada montasefilm.com

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.