Black Panther: Wakanda Forever (2022)
161 min|Action, Adventure, Drama|11 Nov 2022
6.7Rating: 6.7 / 10 from 310,284 usersMetascore: 67
The people of Wakanda fight to protect their home from intervening world powers as they mourn the death of King T'Challa.

Black Panther: Wakanda Forever adalah satu sekuel yang ditunggu para fansnya yang membuat penasaran, khususnya sepeninggal Chadwick Boseman. Minus sang aktor, Wakanda Forever masih kembali mengkasting regulernya, yakni Letitia Wright, Angela Bisset, Dana Gurira, Lupita Nyong’o, Winston Duke, hingga Martin Freeman, dan kini dibantu Tenoch Huerta dan Dominic Thorne. Dengan sineas yang sama, Ryan Coogler dan bujet raksasa USD 250 juta apakah sekuel ini setimpal, sekaligus menjadi penutup fase keempat Marvel Cinematic Universe (MCU)?

“Wakanda Forever!”

Setelah peristiwa Thanos, dikisahkan sang raja Wakanda, T’Chala sakit misterius yang akhirnya menjemput ajalnya. Seluruh Wakanda berduka dan sang ibunda, Ramonda (Basset) pun kembali naik tahta. Setahun setelahnya, Ramonda dan Shuri (Wright) didatangi satu sosok kuat yang misterius bernama Namor (Huerta). Ia meminta Wakanda untuk mencari ilmuwan AS yang mampu membuat detektor logam Vibranium di dasar laut karena dianggap mengancam sukunya. Jika tidak, sukunya akan menyerang Wakanda. Rupanya Namor adalah raja dari ras mutan di bawah laut yang telah ada ratusan tahun lalu. Shuri dan Okoye (Gurira) yang menyelidiki kasus ini mendapati sang ilmuwan ternyata adalah seorang siswi MIT di Massachusetts, AS. Apakah mereka akan membiarkan sang gadis dilenyapkan?

Siapa yang tidak penasaran pada nasib “Wakanda” sepeninggal mendiang Chadwick Boseman? Kekacauan besar pasti terjadi di Marvel Studios karena sosok Boseman jelas sulit tergantikan. Pun masalah ini berlanjut di naskahnya. Apresiasi tinggi untuk naskahnya yang benar-benar meniadakan sosok ini (T’Chala) dengan masih menggunakan beberapa karakter lama, yakni sang ratu, sang adik (Shuri), Okoye, hingga sosok raksasa M’Baku (Duke). Hanya saja, mereka tak punya karisma sang aktor dan tak ada satu pun sosok yang mampu menggantikannya. Tanpa Boseman, naskahnya tak lagi punya kedalaman, selain hanya soal dendam dan Vibranium. Tak ada gigitan bahkan cubitan kecil pun di plotnya.

Baca Juga  The Good Liar

Bicara plotnya, banyak kejanggalan dan lubang plot di sana sini. Konflik dengan Namor dan sukunya, jujur saja, memang terasa dipaksakan. Hingga segmen Massachusetts, plotnya masih menarik sejalan sosok Namor yang masih misterius bagi kita. Namun, sejak Namor mengambil-alih cerita, segalanya menjadi berantakan. Aneh, mereka sudah dapat apa yang mereka mau (sang ilmuwan), mengapa tidak melakukan apa yang harus mereka lakukan di saat banyak kesempatan? Opsi menyerang Wakanda adalah konyol, apalagi manusia bumi. Bisa jadi, mereka tidak pernah mendengar Avenger atau sosok Captain Marvel? Atau bisa jadi mereka terhindar “snap” Thanos. Ini jelas konyol.

Merujuk titel dan film pertamanya, momen transisi Black Panther adalah satu momen transendental dan penuh kearifan serta nuansa tradisi lokal. Namun kini? Semuanya serba instan sejalan dengan tuntutan kisahnya. Sosok Shuri jelas terlalu lemah untuk karakter sebesar ini, walau mau tak mau, ia harus melakukannya. Lalu aksi? Tak banyak yang membekas kecuali beberapa momen visual yang mengagumkan. Aksi di jalanan malah jauh lebih menarik ketimbang aksi di bawah air. Satu hal yang menarik justru adalah sisi lain sudut kota Wakanda yang memadukan modernitas dan alam, walau kita sama sekali tidak dijelaskan bagaimana pertahanan kota bisa dibobol dengan begitu mudahnya. Visualnya, baik aksi maupun setting atas dan bawah lautnya, jelas jauh dari buruk.

Walau terdapat momen visual yang mengagumkan, Black Panther: Wakanda Forever kehilangan karisma, pesona, dan kedalaman kisah akibat ketiadaan sosok Chadwick Boseman. Tak ada yang mampu menggantikan sosok ini, walau sang aktris hebat, Angela Basset bermain jauh melebihi performa sebelumnya. Satu momen khusus menjadi tribute bagi mendiang sang aktor. Lalu apa lagi setelah ini? Sosok Namor dan rasnya yang superior kini telah tersedia. Dengan konsep multiverse dan belasan karakter baru, MCU kini berjalan ke arah tanpa batas. Bagi saya ini bukan berita bagus, tapi saya menanti apa yang akan mereka lakukan setelah ini.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaAll Quiet on the Western Front
Artikel BerikutnyaOne for the Road
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.