Imaginary adalah film horor supernatural yang digarap oleh Jeff Wadlow. Film ini juga melibatkan produser spesialis horor, Jason Blum bersama rumah produksinya. Bermain dalam film ini, nama-nama yang belum banyak dikenal, yakni DeWanda Wise, Tom Payne, Taegen Burns, dan Pyper Braun. Film horor yang berhubungan dengan boneka dan sobat imajiner telah banyak diproduksi. Bermodal sang produser kawakan, lantas apa yang ingin ditawarkan Imaginary?

Seorang pelukis komik anak, Jessica (Wise) menikah dengan seorang duda, Max (Payne) bersama dua putrinya, Alice (Braun) dan kakaknya, Taylor (Burns). Mereka pun tak lama pindah ke rumah masa kecil Jessica. Alice tak butuh waktu lama beradaptasi sementara sang kakak masih menjaga jarak dengan ibu tirinya. Alice memiliki sobat imajiner, sebuah boneka beruang bernama Chauncey, yang awalnya dibiarkan oleh Jessica dan Max. Lambat laun, perilaku Alice menjadi aneh dan banyak peristiwa janggal terjadi, hingga akhirnya Jessica memanggil seorang psikolog anak. Rahasia besar pun terkuak yang rupanya berhubungan dengan masa silam Jessica dan sesosok entiti gaib yang mengincarnya.

Tak banyak hal yang baru dalam eksplorasi plotnya. Serpihan plotnya sudah kita lihat dalam banyak film horor, seperti seri The Conjuring, Mama, Annabelle, Z, Insidious, hingga Poltergeist. Dari sekian banyak film, Imaginary kurang berani memberi sentuhan inovatif sehingga terasa mencomot plot dari sana-sini, seperti trauma masa kecil, ibu dan putrinya yang tak akur, bisikan roh jahat, boneka setan, hingga dimensi roh. Bisa jadi kisah ini bakal berbeda jika terafiliasiasi dengan franchise tertentu. Alur plotnya tak sulit diantisipasi, walau ada twist yang membuatnya sedikit berbeda. Namun, ini pun tak cukup untuk mengangkat kisahnya secara keseluruhan.

Baca Juga  How to Make Millions Before Grandma Dies

Imaginary terjebak dalam plot horor rutin yang hanya mengkombinasi formula horor yang telah ada. Bicara soal sisi horor pun nyaris sama buruknya. Tak ada jumpscare yang menggigit dan nuansa horor pun tidak cukup untuk membuat kita merinding. Dari semua pemain, dua pemain ciliknya, (Braun dan Burns) bermain apik sekalipun chemistry-nya terasa lemah dengan ibu tirinya. Ini menyebabkan trauma “masa cilik” yang menjadi substansi pesannya juga tidak mampu kita rasakan dengan kuat. Dengan plot dan sisi horor yang tanggung, ini di luar kelaziman produksi horor sang produser. Baru lalu, Blum merilis Night Swim yang itu pun sisi horornya kurang membekas walau sukses komersial. Kita lihat, apakah setidaknya Imaginary bisa meraih sukses yang sama? Untuk fans horor, rasanya bisa melewatkan film horor yang satu ini.

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
40 %
Artikel SebelumnyaMontase FM Discussion on Oscar Winner 2024
Artikel BerikutnyaKartolo Numpak Terang Bulan
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.