kukejar mimpi

Ada banyak sekali kegiatan anak-anak muda seiring waktu hingga kini. Termasuk eksistensi dari sebuah peran kelompok penyemangat bernama cheerleading. Cerita seputar cheerleading dituliskan dalam skenario oleh Cassandra Massardi dan dimanifestasikan kemudian melalui arahan Indra Gunawan menjadi Kukejar Mimpi. Sebuah drama produksi perusahaan baru, yakni KG Pictures, dengan diramaikan oleh Aisyah Aqilah, Raisya Bawazier, Novia Bachmid, Boah Sartika, Chloe Abigail Tjoa, Azela Putri, dan Oka Antara. Film tentang cheerleading atau mengisahkan anak-anak SMA yang berambisi menjadi cheerleaders?

Anak-anak SMA dari wilayah pinggiran Jakarta kerap dicekoki nasihat-nasihat orang tua yang mematahkan semangat mereka. Termasuk Mimpi (Aqilah) dengan sahabat-sahabatnya, Syifa (Raisya), Manis (Novia), Oya (Boah), Ming-Ming (Chloe), dan Neneng (Putri). Di bawah bara api ambisi dari Mimpi, mereka hanya ingin berkegiatan sebagai cheerleading bahkan hingga tampil di ajang-ajang kompetisi. Namun, para orang tua masing-masing yang notabene merasa lebih paham asam-garam kehidupan menyangsikan manfaat dari mimpi mereka itu. Kehadiran seorang lelaki asing, Leo (Oka), pun menambah bahan bakar ke dalam kobaran api konfrontasi tersebut. Bahkan menimbulkan kesalahpahaman berlebih.

Film dengan cerita seputar anak muda bercita-cita ke “angkasa”, erat tali pertemanan, maupun larangan dari para orang tua sebagai salah satu rintangan memang banyak ragam dan contohnya. Bumi Itu Bulat (2021) adalah permisalan terdekat, walau didasarkan dari peristiwa nyata. Lainnya macam Yuni (2021), Angel: Kami Semua Punya Mimpi (2023), atau trio anak-anak yang lebih muda lagi dalam Surga di Bawah Langit (2023). Naik dan turun alur serta plot-plot sampingannya kemudian mudah diantisipiasi. Hampir pasti akan muncul konfrontasi yang kian membesar dari pihak orang tua dengan pertimbangan pengalaman hidup mereka. Belum lagi problematika terkait kompetisi, ajang, atau pertandingan yang diikuti lantas menampar semangat para tokoh utama.

Skenario Kukejar Mimpi pun terasa sekali dikerjakan dengan sedikit terburu-buru. Guliran kisahnya bisa tiba-tiba saja diselingi kejadian-kejadian yang tidak dibangun sedemikian rupa agar sebaik dan sematang mungkin. Secara paksa menciptakan suatu situasi dadakan hanya demi mengisi peran. Misalnya, peristiwa yang tiba-tiba menimpa orang terdekat Syifa, tetapi tanpa ada bangunan kisah apa pun sebelumnya untuk mendasari kejadian itu. Demikian pula bagaimana tidak masuk akalnya kondisi Mimpi yang tak kunjung sembuh, tanpa ada keterangan satu pun berapa lama waktu telah berlalu. Seakan memang rentang waktu dalam dunia cerita film ini tak pernah dianggap ada. Apa pula relasi antara ingatan masa lalu Leo saat masih bertugas sebagai tentara dengan keluarga Mimpi? Beberapa kali dimunculkan, tetapi tak ada tindak lanjutnya.

Baca Juga  Nagabonar Versus Nagabonar Jadi 2

Kukejar Mimpi memang menghibur lewat keseruan geng Mimpi dengan para anggotanya. Namun hanya sebatas itu. Sang penulis maupun sineas jelas sekali terlalu fokus pada eksekusi adegan-adegan penampilan para tim cheerleading lain, tetapi abai untuk membangun kausalitas cerita dengan detail-detail yang baik. Eksekusi artistik betul-betul tampak menjadi perhatian besar dalam film ini. Utamanya soal kostum dan musik. Aspek lain yang berhasil memberikan sumbangsih sisi menarik ialah kehadiran Oka Antara. Perannya dibawakan dengan santai di tengah-tengah kemelut masalah antara anak-anak muda dan gejolak semangat masing-masing, dengan para orang tua dan segala pembatasan dari mereka. Meski dengan upaya kecil pun, Oka dapat membawakan karakternya mengimbangi dua pihak sisi koin di kampung tempatnya tinggal.

Kukejar Mimpi sekadar bentuk seru-seruan para anak muda dengan mimpi mereka, tetapi tak acuh untuk menciptakan cerita yang tertata rapi. Sejak film bermula pun, telah ada banyak sekali transisi peristiwa yang patah begitu saja, baik dengan adegan sebelum maupun sesudahnya. Di mana pula bentuk konsekuensi moral terhadap aksi pencurian yang dilakukan oleh salah seorang tokoh. Lupa saja sang penulis memasukkan itu dan tenggelam dalam keasyikannya menciptakan adegan-adegan cheerleading dengan beragam gemerlap dalam penampilan mereka. Film ini memang menghibur, tetapi sebatas hiburan ringan semata. Adapun momen dramatis hanya muncul sekali. Sisanya adalah plot-plot paksaan untuk memaksa roda cerita tetap terus berputar, apa pun ketidaklogisannya.

PENILAIAN KAMI
Overall
55 %
Artikel SebelumnyaGhosbusters Frozen Empire
Artikel BerikutnyaArthur the King
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.