Sutradara yang belakangan khas menggarap drama dengan sentuhan religius, Danial Rifki, kini mengarahkan sebuah kisah roman berkonflik pernikahan lewat Marriage. Penulisnya, Evelyn Afnilia justru lebih kerap mengerjakan naskah-naskah horor selama ini. Perpaduan yang sudah cukup untuk mendatangkan pertanyaan. Film orisinal KlikFilm Productions yang ditayangkan pula di platform-nya ini diperankan antara lain oleh Ge Pamungkas, Anastasia Herzigova, Ira Wibowo, Hesti Purwadinata, Lania Fira, dan Axel Matthew Thomas.
Mirza (Ge Pamungkas) dan Vika (Anastasia Herzigova) merupakan pasangan suami istri yang tengah berkonflik usai 5 tahun pernikahan mereka. Keduanya pun tidak pernah betemu kata sepakat kecuali untuk saling menjaga jarak bahkan memproses perceraian. Dalam masa-masa yang berbadai ini, datang orang-orang ketiga di keseharian mereka menuju hari persidangan. Dara (Lania Fira) yang menghampiri Mirza sebagai mantan kekasih, dan Rio (Axel Matthew Thomas) yang dikenalkan oleh sahabat Vika, Arin (Hesti Purwadinata).
Sebagaimana biasa ada dalam beberapa garapan terakhir Danial, ia hadirkan momen drama yang khas dengan pertengkaran adu mulut, tempo lambat, dan kilas balik masa-masa bahagia. Misalnya Rentang Kisah dan 99 Nama Cinta. Terutama elemen yang terakhir disebutkan (kilas balik), muncul lewat pengolahan editing yang lebih variatif ketimbang genre sejenis. Setidaknya untuk sekian tahun ke belakang. Alih-alih secara sederhana menggunakan transisi layar putih lalu terjadi perubahan warna, Marriage menyambungkan peristiwa masa kini dan masa lalu langsung di lokasi yang sama dengan para tokoh yang bergonta-ganti pakaian. Tentu bila dibandingkan dengan film-film sang sutradara selama ini, Marriage punya perbedaannya tersendiri. Belum lagi dengan sejumlah kecil permainan editing yang lainnya.
Ada pula unsur musik yang juga menawan. Sineas Marriage memasukkan lagu Kukira Kau Rumah karya Amigdala yang memang klop dengan konflik yang tengah berlangsung dalam film. Meski lagu tersebut bukan karya baru maupun sengaja dibuat hanya untuk film ini –bahkan sudah lebih dulu terkenal, namun pemilihannya patut diakui merupakan tindakan yang tepat. Lirik dan problematika ceritanya bergerak dalam momentum yang sama. Terutama ketika para tokohnya tak melulu mengumbar dialog sia-sia, unsur musik ini yang kemudian melakukan perannya.
Ge Pamungkas pun memiliki kemampuannya sendiri dalam membawakan perannya di sini. Meskipun berlatar belakang stand up comedian, nyatanya ia bisa beradaptasi dengan karakteristik peran yang lebih kerap bersinggungan dengan drama ketimbang komedi. Membawa serta penonton untuk merasakan perubahan emosi yang sama dengannya. Lalu pada saat yang sama, Anastasia sebagai lawan mainnya juga melakukan hal serupa melalui sosok Vika.
Meski dengan pengolahan yang baik, Marriage menunjukkan pula format cerita bergenre drama yang telah umum sekali dijumpai. Seperti akhir cerita bahagia, masuknya pihak ketiga dalam keseharian protagonis, dan kehadiran para sahabat untuk memberi dukungan. Jelas sekali upaya dari sang sineas untuk mengakali format umum ini, baik lewat naratifnya juga maupun sinematik. Walau keberadaan upaya tersebut tidaklah banyak. Terutama dengan adanya problem dari naskahnya sendiri yang digarap oleh penulis film-film horor. Tampaknya sang penulis masih memerlukan rekam jejak yang lebih banyak lagi agar dapat menulis genre-genre lain.
Marriage boleh jadi merupakan eksplorasi terbaik sang sineas dalam genre drama yang menjadi dunianya selama ini. Memang tidaklah terlalu memukau, tetapi upayanya untuk menawarkan hal baru cukup bagus. Walau upaya tersebut harus dilakukan dengan mengerahkan lebih banyak kreativitas, demi merespons naskah yang biasa-biasa saja. Marriage pun mendapat dukungan yang memadai pula lewat para pemerannya. Ditambah keberadaan dialog yang tidak muluk-muluk dan menimbulkan pengulangan informasi, kecuali bila benar-benar diperlukan.