The Girl Who Got Away adalah film horor-thriller yang diarahkan dan ditulis oleh Michael Morrisey. Film berdurasi 116 menit ini dibintangi oleh Lexy Johnson, Kaye Tuckerman, serta Chukwudi Iwuji.   Film tentang pembunuh berantai memang sudah banyak kita tahu, namun film ini memiliki satu premis unik yang rasanya belum pernah dieksplor sebelumnya.

Satu gadis cilik berhasil lolos dari sang pembunuh berantai yang telah menewaskan 4 gadis cilik lainnya. Sang pembunuh pun berhasil ditangkap pihak berwenang. Dua puluh tahun kemudian, Christina Bowden (Johnson) masih saja trauma dengan kejadian masa silam yang menimpanya. Sang pembunuh, Elizabeth Caufield (Tuckerman), tak disangka-sangka berhasil kabur ketika ia dipindahkan ke penjara lainnya. Semua polisi memburu sang napi berbahaya ini dengan segala upaya. Seorang polisi lokal, Jamie (Iwuji), ditugasi menjaga Christina untuk mengantisipasi jika sang pembunuh ingin mengincar korban lamanya. Jamie yang mengusut ulang peristiwa tersebut menemukan beberapa bukti yang aneh, dan di saat bersamaan orang-orang yang dekat dengan Christina pun tewas satu persatu. Apakah ini ulah Caufield?

Harus diakui, premisnya memang unik dan belum pernah saya lihat sebelumnya. Separuh cerita awal, kisahnya berjalan rapi dan menarik, serta mampu mengusik rasa penasaran kita. Terlebih arah kisahnya mampu dibelokkan sedemikian rupa sehingga tudingan bisa berbalik arah ke tersangka lain. Hanya menjelang akhir, filmnya terjerumus dalam konflik masa lalu yang sedikit rumit dan membingungkan. Alih-alih membuat twist, namun ini justru menghilangkan rasa empati kita pada satu tokohnya. Dalam beberapa momen, orientasi kisahnya sulit terbaca, walau pada ending semua menjadi jelas, namun tetap saja, plotnya yang sedikit “kacau” membuat kita kehilangan mood pada perjalanan kisah. Sayang sekali, padahal potensi naskahnya luar biasa.

Baca Juga  Wedding Season

Satu poin lebih film ini adalah kombinasi sisi horor dan thriller-nya. Nuansa mencekam dan tegang, nyaris menyelimuti seluruh plotnya. Sosok sang pembunuh yang dibiarkan penuh misteri, membuat kita menjadi was-was. Seolah, kapan saja, sosok Caufield yang diperlihatkan begitu menakutkan, dapat mengancam nyawa Christina. Situasi “horor” ini tentu membuat kita tak nyaman sepanjang dua pertiga durasi awal. Latar sosok sang pembunuh dan Christina, dengan cerdik dibangun secara verbal melalui dialog seorang karakter dari masa silam. hal ini yang membuat sosok sang pembunuh begitu misterius dan mengerikan karena kita tak tahu persis apa yang sosok psikopat ini bisa lakukan.

The Girl Who Got Away adalah kombinasi genre thriller-horor berpremis unik, namun terjebak dalam kerumitan konflik dan twist-nya sendiri. Tidak hanya kisahnya yang rumit, namun logika kisahnya juga banyak yang janggal. Satu hal saja, jika polisi pada akhirnya tahu Christina adalah tokoh kunci yang bakal diincar sang pembunuh, mengapa ia masih saja dijaga seorang polisi saja. Beberapa kejanggalan juga tersaji yang masih menyisakan banyak sekali pertanyaan. Tapi okelah, untuk penikmat genre thriller dan horor, rasanya film ini sayang untuk dilewatkan. Meski, menjelang akhir pasti banyak yang mengernyitkan dahi penontonnya.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaMarriage
Artikel BerikutnyaThe Protégé
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.