Pandji Pragiwaksono telah merilis film keduanya, Mendarat Darurat, produksi MD Pictures. Selain mengarahkan, ia pun menulis naskah film ini bersama Shani Budi Pandita dan Gamila Arief. Para pemain yang melakoni film komedi romantis ini antara lain Reza Rahadian, Luna Maya, Marissa Anita, Pandji Pragiwaksono, dan Dewi Irawan. Pandji lebih banyak berperan sebagai aktor. Apakah film arahannya yang kedua ini bisa lebih baik ketimbang film pertamanya yang berujung pahit?

Pertemuan perdana Glenn (Reza) dan Maya (Anita) sebagai mahasiswa baru dan senior dalam ospek kampus, membawa mereka hingga ke kehidupan rumah tangga. Namun seusai beberapa waktu berlalu, Maya mulai berubah sikap menjadi sangat protektif, pencemburu, mudah curiga, dan marah-marah. Glenn yang tak tahan dengan kehidupan rumah tangga penuh tekanan seperti itu mendapat ide dari sahabatnya, Yahya (Pandji), untuk mendekati Kania (Luna). Namun suatu peristiwa tak terduga tiba-tiba terjadi dan menarik Glenn ke dalam dilema yang besar.

Mendarat Darurat menunjukkan eskalasi kemampuan filmis dari seorang Pandji Pragiwaksono, setelah film pertamanya, Partikelir (2018) yang mengalami flop. Baik dalam hal penulisan maupun olah sinematik. Walau memang masih ada treatment yang mesti diperhalus lagi untuk beberapa bagian. Terutama segmen-segmen awal hingga memasuki pertengahan. Dalam Partikelir (2018), ia masukkan sebanyak-banyaknya unsur komedi di setiap segmen, sehingga membuat penonton merasa jenuh sendiri. Dalam Mendarat Darurat, ia sudah terlihat lebih bijak dan paham soal penempatan momentum, pengaturan porsi, penataan alur, ataupun pengisian segmen. Meski tidaklah amat signifikan, tetapi minimal sudah lebih baik.

Paling tidak, Mendarat Darurat punya skenario yang lebih matang. Kendati belum keseluruhan bagian. Kematangan naskah dan kerapian struktur kepenulisannya baru benar-benar terasa solid pada segmen akhir, khususnya di bagian drama. Drama perselingkuhan oleh pasangan suami-istri dengan kenalannya, dan detail-detail lain yang termasuk elemen kejutan dari Mendarat Darurat. Namun justru hanya pada bagian inilah yang kuat. Bila kita melihat sisi komedinya –yang semestinya banyak berperan karena ini adalah film komedi, malah masih kalah siap dengan unsur-unsur komedi dalam Gara-Gara Warisan. Banyak momentum komikal yang terlalu dipaksakan kelucuannya, atau pengulangan kalimat-kalimat tertentu yang seolah itu lucu. Padahal biasa saja. Bahkan cenderung aneh.

Baca Juga  Milly & Mamet (Ini Bukan Cinta & Rangga)

Dua nama yang membantu mengerjakan naskah Mendarat Darurat bersama Pandji pun sama-sama belum punya rekam jejak sebagai penulis skenario film. Baik Shani, maupun istri sang sutradara sendiri, Gamila. Alasan yang masuk akal jika saja ingin meragukan aspek-aspek dalam skenario film ini. Toh dialog-dialog dalam segmen komedinya tak sedikit yang justru terdengar aneh. Cara-cara masuk beberapa kalimat “quote” pun terasa mengganjal sekali. Terlebih, dengan beberapa bahasan isu seksisnya.

Meski antisipasi dari sisi romance-nya memang sedikit mengecoh. Terutama dalam hal perselingkuhannya. Siapa saja pelakunya, apa pemicunya, atau siapa yang sebenarnya salah. Namun bagaimanapun, pengerjaan skenario Mendarat Darurat hanya matang pada segmen-segmen akhirnya saja. Sedangkan pada bagian-bagian awal bahkan hingga pertengahan, masih terseok-seok dengan pemaksaan situasi yang tak alami, tetapi harus ada supaya lucu.

Bagian-bagian lainnya tampak tak banyak memukau. Walau memang sudah pada tempatnya. Pemilihan warna-warna tertentu untuk busana yang dikenakan Glenn dan Kania. Isian rumah Yahya sebagai salah seorang pegawai industri kreatif. Kapan dua tokoh dikomposisikan dalam visual agar saling berdekatan atau berjauhan. Terlebih untuk mengemas sebuah adegan perpisahan. Olah peran para pemain sentralnya sendiri mengalir lancar-lancar saja rasanya. Pandji dengan pelafalan dialognya, Reza dengan karakternya sebagai orang gagap, Anita dengan ketidakstabilan emosi kemarahannya, dan Luna sebagai wanita yang memendam perasaannya. Justru para pemain lain yang terkadang tampak tak natural, karena dialog-dialognya sudah bermasalah.

Mendarat Darurat boleh jadi memperlihatkan adanya satu perkembangan kemampuan filmis yang lumayan dari sineasnya, walau masih dengan banyak catatan lainnya. Film ini memperlihatkan dengan jelas, kemampuan seorang Pandji dalam menulis skenario masih seperti apa. Meski dari sisi komedi sudah mendapat bantuan pula dari Comedy Consultant, tetapi tak berdampak besar. Lucu, memang. Namun lawakan-lawakan yang aneh lebih banyak. Jika sang sineas hendak meneruskan karirnya dalam menulis skenario atau bahkan sekaligus mengarahkan film, maka ia mesti lebih banyak belajar lagi pada kedua hal itu. Terutama soal kepenulisan.

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaWhere the Crawdads Sing
Artikel BerikutnyaMiracle in Cell No. 7
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.