Morgan (2016)

92 min|Action, Horror, Sci-Fi|02 Sep 2016
5.8Rating: 5.8 / 10 from 46,430 usersMetascore: 48
A corporate risk-management consultant must decide whether or not to terminate an artificially created humanoid being.

Luke Scott adalah putra dari sineas kondang Ridley Scott yang melakukan debut sutradara melalui film thriller fiksi ilmiah, Morgan. Dengan berbekal bujet minim, Luke mencoba genre yang membesarkan nama ayahnya dan boleh dibilang film ini adalah kombinasi antara Blade Runner dan Alien. Hasilnya pun tidak terlalu buruk dan ia mampu menunjukkan potensinya sebagai calon sineas tangguh.

Alkisah Morgan adalah uji coba manusia hibrid yang terlibat sebuah insiden kecil yang mencederai mentornya. Akhirnya perusahaan mengirim Lee Weathers sebagai konsultan untuk melihat situasi terkini di laboratorium terpencil tersebut. Situasi yang terkontrol mendadak berubah ketika Morgan mengamuk dalam sesi evaluasinya.

Kisahnya sebenarnya sangat menarik serta punya potensi besar dan sineas pun telah berusaha keras mengemas filmnya sebaik mungkin. Namun yang menjadi masalah besar adalah sejak awal film ini terlalu mudah untuk diantisipasi. Penonton yang awas pasti sudah menyadari sejak awal kisahnya berjalan. Jika saja tokoh penting ini terlihat wajar sejak awal mungkin hasilnya bisa berbeda. Sisi humanis Morgan juga menarik jika dieksplorasi lebih jauh walau sudah banyak film yang menggunakan kisah sejenis namun pendekatan berbeda bisa dilakukan. Satu contoh adalah adegan wawancara Morgan dengan Dr. Shapiro adalah adegan terbaik dalam filmnya. Sisi psikologis dan thriller bisa lebih dipertajam dan pertarungan klimaks akan bisa lebih dramatis. Sayang sekali.

Baca Juga  Monsters vs. Aliens

Film ini didukung sederetan kasting senior, sebut saja Paul Giamatti, Michelle Yeoh, Jennifer Jason leigh, serta Toby Jones. Munculnya mereka memang menambah atmosfir film menjadi berbeda dengan kematangan akting mereka namun tetap saja masih kurang mengangkat filmnya. Kate Mara yang kali ini berperan dingin dan tentu saja Anya Taylor-Joy sebagai manusia artifisial yang rapuh juga sudah baik membawakan perannya masing-masing. Sekali lagi naskah mengecewakan penampilan mereka yang telah bermain maksimal.

Morgan menandai sineas Luke Scott yang mewarisi bakat sang ayah namun kisahnya sebenarnya punya potensi untuk dieksplorasi lebih jauh dan terlalu mudah diantisipasi. Hasilnya adalah satu sajian thriller fiksi ilmiah yang kurang menggigit. Di luar kelemahannya, kita nantikan saja ke depan kiprah Luke, apakah ia mampu lepas dari sang ayah dan mampu menjadi sineas papan atas. Luke punya potensi untuk menjadi sutradara berkelas.

 

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaWarkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1
Artikel BerikutnyaPete’s Dragon
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.