Jika kamu menjadi korban perundungan hebat, jika sang pelaku memohon bantuan ketika perkara hidup mati, apakah kamu akan menolongnya? Ini yang menjadi dilema kisah dalam Piggy, film thriller produksi Perancis-Spanyol arahan dan ditulis Carlota Pereda. Naskahnya pun diadaptasi dari film pendek berjudul sama karya Pereda. Bermain menawan dalam film ini adalah pendatang baru Laura Galan yang juga bermain dalam film pendeknya.

Sara (Galan) adalah gadis bertubuh gendut yang seringkali menjadi korban perundungan rekan-rekannya. Suatu sore, selagi berenang, ia kembali dikerjai tiga rekannya, dan kali ini keterlaluan karena Sara hampir saja tenggelam dan pakaiannya pun dibawa oleh mereka. Pulang hanya menggunakan pakaian dalam, Sara terpaksa melewati jalan pintas yang sepi. Betapa terkejutnya Sara, ketika sebuah mobil boks yang berhenti ternyata berisi tiga rekannya yang diculik. Sara pun membiarkan sang penculik pergi. Satu kota pun menjadi geger dan Sara adalah satu-satunya saksi dari peristiwa tersebut.

Ini adalah sebuah kisah segar dengan premis menarik serta dilema moral yang menyertainya. Dengan protagonis unik, kisah ini disajikan bak aksi thriller berkelas. Sosok Sara yang dilematis diperankan begitu sempurna oleh Laura Galan. Ekspresi serba salah dan keraguan sang gadis mewarnai sepanjang kisahnya. Tak jarang, kita pun seringkali kesal dengan polah Sara yang ambigu. Namun semua kejadian hebat yang dialaminya, tak banyak bisa dirasakan oleh semua orang. Empati dan rasa peduli kita, bisa jadi hanyalah sebatas fisik belaka, kecuali kita pernah merasakannya sendiri. Sikap Sara akhirnya terjawab sudah dalam ending kisahnya.

Piggy secara efektif mengadopsi tema perundungan dengan cara yang brutal melalui perspektif psikologis sang karakter. Jujur saja, film ini bukanlah tontonan yang mudah bagi penonton. Sampai kapan pun tindak dan aksi perundungan tidak bisa dibenarkan. Aksi ini tidak hanya akan melukai fisik, namun mental dan kejiwaan korbannya. Secara psikologis, jiwa sang anak pasti terganggu, dan ini yang berhasil diangkat sempurna oleh film ini. Seseorang dengan situasi dan kondisi fisik seperti Sara kemungkinan besar bakal mampu memahami film ini jauh lebih baik. Melalui naskah dan kastingnya yang brilian, kisah langka ini mampu dituturkan lugas dan berkelas, sekaligus memberi sikap yang tegas tentang aksi perundungan. Karma is a b**ch!

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
90 %
Artikel SebelumnyaGod’s Country
Artikel BerikutnyaBlack Adam
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.