Alkisah dalam sebuah kastil terpencil hidup seorang gadis bernama Rapunzel (Moore) yang memiliki rambut sangat panjang berwarna emas yang memiliki kekuatan magis bisa menyembuhkan segala macam penyakit. Rapunzel sebenarnya adalah putri seorang raja yang sejak bayi diculik oleh seorang wanita tua licik, bernama Gothel yang memanfaatkan rambutnya untuk hidup awet muda. Suatu hari seorang lelaki muda, Flynn Rider (Levy), yang juga buron karena mencuri mahkota kerajaan secara tak sengaja masuk ke kastil Rapunzel. Rapunzel menyembunyikan mahkota tersebut dan memaksa Flynn untuk mengantarnya untuk melihat lentera terbang yang muncul setiap kali ia berulang tahun.
Rapunzel kali ini dengan format tiga dimensi ingin mengulangi sukses animasi tradisionalnya, seperti The Little Mermaid, The Beauty and the Beast, Aladdin dan lainnya. Film-film ini memadukan kisah roman dan fantasi, musikal, aksi hingga komedi dengan sangat sempurna. Sekalipun Rapunzel memang memiliki kualitas gambar yang sangat memesona (standar film 3D masa kini) namun dari sisi cerita kurang bisa menampilkan “magis” yang biasanya muncul dalam film-film animasi tradisional Disney. Sekalipun biasanya mudah ditebak kisahnya namun kisah-kisah Disney mampu menyihir kita dan membuat kita larut masuk dalam kisah dan tokoh-tokohnya. Entah mengapa Rapunzel tidak memiliki ini semua. Karakter Flynn dan Maximus, sang kuda, yang berperan penting dalam kisahnya tidak memiliki ikatan batin dengan penonton. Satu-satunya karakter yang memiliki ikatan batin dengan kita hanyalah tokoh Rapunzel. Chemistry roman antara Rapunzel dan Flynn pun tampak kurang kuat.
Ruh animasi tradisional Disney yang terletak pada sekuen musikalnya kali ini coba dimunculkan kembali melalui komposer Alan Menken yang sukses dengan The Little Mermaid, The Beauty and the Beast, serta Alladin. Nomor-nomor manis yang melegenda di film-film tersebut kini tak tampak lagi, dalam Rapunzel terlepas dari koreografinya yang menarik, nyaris tak ada satupun yang berkesan sekalipun dilantunkan dengan manis oleh Mandy Moore.
Dari sisi cerita dan sekuen musikalnya, Rapunzel jelas jauh jika dibandingkan dengan film-film tradisional Disney lainnya. Rapunzel semata-mata hanya menawarkan pencapaian visual yang sangat indah yang sudah sepantasnya untuk film berbujet termahal kedua yang pernah diproduksi sepanjang sejarah sejauh ini. Bagi penonton “anak-anak dan remaja” masa kini rasanya film ini bakal menghibur mereka karena pencapaian grafisnya namun bagi penonton masa silam yang ingin melihat “magis” Disney seperti era jayanya dulu rasanya film ini tidak akan berkesan.