Masih ingat dengan sosok “horor” Arini dari perusahaan Love.Inc dalam Love for Sale dan Love for Sale 2? Visinema Content lalu membedah latar belakang tokoh ini melalui spin-off Arini by Love.Inc. Melalui arahan Adrianto Sinaga, sutradara baru yang lebih kerap menangani desain produksi. Kini ia menulis pula film ini bersama Widya Arifianti. Adrianto bahkan pernah membawa pulang piala FFI 2018 untuk kategori desainer kostum bersama Nadia Adharina. Film drama psikologis dan kriminal misteri yang telah rilis awal Februari di Bioskop Online ini diperankan oleh Della Dartyan, Kelly Tandiono, Faris Nahdi, dan Marissa Anita. Melihat nilai ikonik “Arini” dalam Love for Sale, akan jadi seperti apa bila ditulis serta diarahkan oleh seorang desainer produksi dan desainer kostum?
Arini (Della) adalah salah seorang agen dari perusahaan penyedia jasa teman kencan, Love.Inc. Ia dikenal dengan kualitas pelayanannya kepada klien yang bagus. Namun, Love.Inc sendiri tak hanya berisi Arini saja. Masih ada agen-agen lain yang dilatih oleh perusahaan tersebut untuk memuaskan permintaan dari klien. Masa-masa training yang harus dijalani pun tidaklah mulus. Metode-metodenya kemudian melahirkan sosok seperti Tiara (Kelly). Arini, lantas berada di persimpangan jalannya sendiri. Ia juga mesti menghadapi dua pentolan besar perusahaan, Galang (Faris) dan Diana (Marissa).
Hanya ada warna-warna bertema gelap (terutama hitam), putih, dan abu-abu dalam Arini by Love.Inc. Pencahayaan di sepanjang film pun banyak mengikuti warna-warna ini. Dan dengan semua itu, film ini sejak awal telah memberi tahu penonton bahwa hanya ada kata “iya”, “tidak”, dan ketiadaan pendirian di sana. Tidak boleh sampai ada kehendak maupun pemikiran pribadi. Meski ada pula serpihan keragu-raguan di antaranya. Ciri khas yang sangat kentara, bila sebuah film diarahkan dan ditulis oleh desainer kostum. Dia bahkan menggawangi juga desain produksi film ini.
Mulanya, kita akan diliputi pertanyaan mengenai sejumlah logika yang menyebabkan rangkaian peristiwa di segmen-segmen awal film ini. Banyak di antaranya bahkan mengindikasikan logika sebab-akibat yang tidak saling terkait. Namun rupanya dengan kehati-hatian yang tampak jelas, penulis Arini by Love.Inc menempatkan penjelasan dari semua itu dalam interaksi Arini dengan salah satu rekannya di Love.Inc. Tidak tertebak memang, tetapi sukar diterima.
Menonton Arini by Love.Inc pun harus dibarengi dengan ketelitian mengamati setiap clue-nya. Baik yang ditunjukkan secara visual, maupun lewat dialog. Bila tidak, pasti akan lebih sering kebingungan, karena film ini dipenuhi banyak misteri. Setiap langkah yang dilakukan oleh tokoh utama bersama salah satu rekannya, menggiring cerita pada kemungkinan-kemungkinan yang berbahaya. Walau sejumlah kecil dari petunjuk-petunjuk tersebut pada akhirnya menjadi sampah visual, karena tidak benar-benar berfungsi.
Sisi psikologis dan balutan misteri Arini by Love.Inc tak lepas pula dari dukungan musiknya. Beragam musik dengan satu tema yang sama kerap mengiringi banyak peristiwa dalam film ini. Musik-musik yang mengaduk psikologis di beberapa bagian, yang memainkan rasa penasaran di bagian lain, dan yang memacu adrenalin ketegangan klimaks di sebagian sisanya.
Bila dilihat dari segi akting, Kelly justru tampil lebih kuat daripada Della yang notabene memerankan tokoh utama. Dalam Arini by Love.Inc Della justru menampilkan karakteristik yang ambigu, tidak ke kanan dan kiri, tidak pula maju dan mundur. Ia justru lebih sering digerakkan oleh tokoh lain. Kita malah dapat dengan mudah bersimpati kepada tokoh lain, alih-alih kepada Arini. Kelly sebagai sang pencuri perhatian lantas melakukan peran besarnya dengan baik. Menggiring tokoh-tokoh lain hingga para penonton menari-nari di rencananya.
Satu sisi ini selalu melegakan ketegangan dan rasa penasaran penonton terhadap nasibnya dan Arini. Bahkan seolah bos besar perusahaan Love.Inc dan para pegawainya tak pernah benar-benar bisa berkutik dalam mengatasi dia. Namun di sisi lain, ini memunculkan ketidakmasukakalan besar, mengenai besaran kuasa sang bos Love.Inc terhadap seluruh agennya. Mungkinkah sebenarnya para agen dapat dengan mudah kabur dari perusahaan tanpa membahayakan nyawa sama sekali, asal mereka mau berusaha sedikit lebih keras?
Arini by Love.Inc sendiri bagaimanapun masih memiliki keterkaitan dengan Love for Sale. Tak jarang film ini menampilkan sejumlah kemunculan singkat dari beberapa kejadian yang ada dalam film pertama tersebut. Meski nyaris tak ada sama sekali porsi yang mengaitkannya pula dengan Love for Sale 2. Film-film jebolan Visinema pun umumnya selalu disupervisi oleh Angga Dwimas Sasongko sendiri. Namun, tampaknya tidak demikian untuk film ini.
Arini by Love.Inc tampil dengan sensasi yang jelas berbeda dari dua film sebelumnya, meski dengan pengolahan alur yang agak terburu-buru. Kedalaman nuansa yang dihadirkan pun berbeda. Walau kita justru merasa lebih dekat dengan tokoh lain, daripada tokoh utamanya sendiri. Agaknya Adrianto masih perlu lebih banyak waktu lagi untuk mendalami peran seorang sutradara dan penulis skenario. Jelas sekali keberpihakannya terhadap Arini by Love.Inc masih berat ke bagian kostum, alih-alih film secara keseluruhan, terutama pengadeganan. Rekan penulisnya, Widya, pun sama saja. Dengan rekam jejaknya yang baru kali kedua ini menulis film panjang.