The Privilege adalah film misteri thriller-supernatural produksi Jerman arahan Felix Fuchssteiner and Katharina Schöde. Film rilisan Netflix berdurasi 107 menit ini dibintangi Max Schimmelpfennig, Lise Risom Olsen, dan Caroline Hartig. Film horor tentang iblis sudah ratusan banyaknya, boleh jadi yang memadukannya dengan sisi medik (obat) belum pernah ada. Lantas bagaimana pencapaiannya?

Finn mengalami trauma di masa ciliknya ketika sebuah kecelakaan aneh merenggut kakaknya, Anna. Bertahun berselang Finn masih saja mengalami trauma dan melakukan terapi di klinik, tempat ayah dan ibunya bekerja. Finn kerap berhalusinasi dengan melihat sosok hitam di momen-momen tertentu. Setelah Sophie, adik perempuannya mendadak sakit, Finn bersama rekan sekolahnya, Lena mulai merasakan ada kejanggalan pada obat yang dikonsumsi adiknya. Penyelidikan mereka membawa pada suatu konspirasi besar yang secara mengejutkan terhubung pada satu sekte sesat pengabdi Iblis. Wow. Ini hal baru, namun…

Lelah. Begitu kesan saya mengikuti alur plotnya. Plotnya seperti kehilangan arah dan tidak bisa kita pegang kontinuitinya. Banyak hal terlewat karena informasi yang diperlihatkan tidak bisa terjelaskan secara utuh. Satu informasi dan informasi lainnya saling beraduk tak karuan. Sekalipun kita akhirnya bisa memahami tujuan kisahnya, namun tetap saja banyak hal kecil yang terlewat. Banyak pertanyaan yang belum bisa terjawab bahkan hingga akhir. Pertanyaan kecil saja, buat apa susah-susah membuat satu perusahaan besar dan ribet dengan hal ini dan itu, hanya untuk membuat pil yang bisa untuk membuka pintu iblis? Mungkin saya melewati banyak hal. Bisa jadi pula, jawabnya hanyalah simbolik.

The Privilege mencoba sesuatu yang segar antara sisi thriller dan supernatural, namun alur kisahnya terlalu rumit dan kehilangan arah. Sepanjang film, otak kita selalu dipenuhi pertanyaan yang susah untuk dicerna jawabnya. Mengapa tidak dibuat lebih sederhana dan jelas? Ini bisa jadi arah filmnya menyinggung perusahaan farmasi lokal (atau dunia) yang justru memberikan efek samping yang buruk bagi penggunanya? Sekali lagi, ini hanya asumsi. Banyak film sudah bicara tentang ini secara gamblang, termasuk konspirasi asuransi kesehatan dan lain sebagainya. The Privilage faktanya sudah mencoba sesuatu yang berbeda, entah ke mana arah filmnya.

Baca Juga  Between Two Worlds (Festival Sinema Prancis)

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
50 %
Artikel SebelumnyaArini by Love.Inc
Artikel BerikutnyaShut in
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.