Shut in adalah film drama thriller arahan sineas spesialis thriller, D.J. Caruso. Caruso kita tahu, dulu pernah mengarahkan film-film thriller populer, yakni Eagle Eye dan Disturbia. Film ini dibintangi nama-nama yang belum kita kenal, yakni Rainey Qualley, Jake Horowitz, Luciana VanDette, serta Vincent Gallo. Film thriller minimalis kini memang tengah tren akibat situasi pandemi. Shut in di luar dugaan menyajikan sisi drama dan thriller yang mengesankan.
Hari itu, Jessica (Qualley) akan pindah ke kota dari rumah tinggalan ibunya bersama dua anaknya yang masih kecil. Rumah ini terisolir dari pemukiman di antara perkebunan apel milik ibunya. Suami si pembuat masalah, Rob (Horowitz), mendadak datang, dan pertengkaran mulut berujung pada aksi Rob mengancing Jessica di gudang kecil dalam rumah. Layney (VanDette), sang putri dan bayinya pun terlantar. Situasi ini membuat ibu dan putrinya harus bekerja sama dengan cara tak wajar agar Jessica bisa keluar dari sana dan di saat bersamaan si kecil pun tidak terabaikan. Tidak hingga rekan suaminya, Sammy (Gallo), sang pedofil datang menyambangi untuk mengincar putrinya.
Konsep minimalis selalu membuat satu tontonan bergairah. Kini apa lagi yang akan ditawarkan? Di luar dugaan, pencapaian naratif dengan kombinasi setting film ini adalah sungguh sebuah kejutan. Caruso memang tak asing dengan konsep ini melalui Disturbia, kini ia mendorong lebih jauh lagi. Sekitar 70% durasi plot hanya terfokus pada sang ibu di dalam gudang yang sempit. Mata kamera tak pernah lepas dari sosok Jessica, hingga kita pun hanya bisa mendengar suara-suara dari luar gudang, tanpa pernah tahu apa yang terjadi di luar sana. Tentu ini menimbulkan sisi ketegangan yang luar biasa dalam banyak momennya. Naskahnya yang brilian mampu menjaga intensitas ketegangan dengan sangat apik sepanjang film. Sementara dalam momen lain, sisi kehangatan justru terjalin dari komunikasi tak wajar antara Ibu dan putrinya, seperti ketika si bayi butuh ganti popok atau minum susu.
Satu aspek lain yang menyita perhatian adalah chemistry antara sang putri dan ibunya. Sejak pembuka, pemain cilik, Luciana VanDette, bermain sangat baik dan natural. Pun sang ibu yang diperankan Rainey Qualley. Di awal, terlihat ada batasan tipis yang membuat sang ibu tak bisa lepas tekanan situasi dirinya sehingga ia tidak terlalu memedulikan sang putri. Namun, justru ketika ia terkancing dan tidak mampu berkomunikasi langsung, chemistry mereka berubah menjadi lebih hangat. Jarang sekali ada pencapaian macam ini. Lalu, sisi subteks dengan relasi spritualnya semakin membuat film ini adalah satu pencapaian yang teramat langka.
Dengan mengusung konsep minimalis yang tren, Shut in menaikkan level subgenre ini lebih jauh lagi, melalui kombinasi sisi thriller, keluarga, serta bahkan simbolisasi spiritual. Sejak awal, buah apel sudah memegang peran penting dalam plotnya. Seperti kita tahu, buah apel adalah simbol “dosa”, termasuk makna baik dan buruk terkandung di dalamnya. Sang ibu yang memakan apel busuk seolah dijebloskan ke “neraka” untuk bisa memahami makna dan menghargai hidup. Dengan simbol literal, sebuah kitab dan salib, semakin mempertegas konteksnya. Terkadang, kita pergi jauh untuk mencari kebahagiaan atau bahkan Tuhan, padahal yang kita cari selama ini sudah teramat dekat, dengan solusi yang teramat sederhana. What a film.