Don't Breathe 2 (2021)
98 min|Action, Crime, Horror|13 Aug 2021
6.0Rating: 6.0 / 10 from 72,601 usersMetascore: 46
The sequel is set in the years following the initial deadly home invasion, where Norman Nordstrom lives in quiet solace until his past sins catch up to him.

Don’s Breath 2 merupakan sekuel dari film thriller unik Don’t Breath (2016) yang kali ini digarap oleh sineas debutan Rodo Sayaguez. Sineas seri pertamanya, Fede Alvarez juga ikut kembali menulis naskah film ini. Sang aktor, Stephen Lang kembali berperan sebagai lelaki tua buta yang bengis. Dengan gaya horor dan kisah yang segar, apakah sekuelnya mampu menawarkan sesuatu yang berbeda?

Lima tahun sejak peristiwa seri pertamanya, Norman (Lang) kini tinggal bersama putri angkatnya, Phoenix, yang dulu ia selamatkan dari sebuah rumah yang terbakar. Sekelompok gangster dengan alasan tak jelas mengincar Phoenix. Mereka pun menyambangi rumah Norman untuk menculik sang gadis. Norman kini harus beraksi kembali di rumahnya untuk melindungi putri angkat dan keselamatan dirinya.

Sosok antagonis yang berubah menjadi protagonis dalam satu seri film rasanya sudah bukan hal baru. Namun, Don’t Breath 2 boleh jadi adalah penyegaran untuk genrenya. Simpati dan empati kita kini beralih ke sosok Lang yang dulu begitu bengis di film pertamanya. Sisi humanis sosok ini dieksplorasi baik melalui relasinya dengan anak angkatnya. Sedikit twist di babak ketiga juga memicu segmen pungkasnya lebih dramatik dan brutal. Sisi drama yang kini terasa kental masih pula diselipi aksi-aksi ekstrem yang kadang kelewat batas. Film ini memang bukan tontonan bagi yang tak tahan dengan aksi sadis berdarah macam ini.

Baca Juga  Elemental

Satu kekuatan yang menjadi andalan film pertamanya dimanfaatkan betul oleh sang sineas, yakni bermain-main di antara ruang “gelap” dan “terang”. Satu bukti betapa terampilnya sang sineas bermain dalam ruang-ruang ini adalah pada segmen awal ketika para penyusup masuk ke dalam rumah. Si cilik yang harus bermain “petak umpet” dengan para penjahat disajikan begitu menawan melalui permainan setting, tata cahaya, serta sudut dan pergerakan kamera. Dalam banyak segmen aksi, permainan gelap-terang memang berperan penting sebagai penyeimbang fisik antara sosok Norman yang tunanetra dan pra penjahat yang jumlahnya cukup banyak.

Don’t Breath 2 memberi sedikit kejutan cerita dengan trik aksi gelap-terang yang memikat seperti sebelumnya. Sosok Norman yang diperankan Lang dengan begitu dingin rasanya bakal membuat satu ikon sinema baru. Kisahnya boleh jadi biasa, namun sisi estetiknya begitu memikat. Seri Don’t Breath bukan sekedar hanya thriller semata, namun adalah bagaimana karakter tokohnya dan sisi pendekatan sinematiknya mampu berpadu sempurna mendukung plot secara keseluruhan untuk menghasilkan sebuah horor thriller yang menegangkan.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaEscape Room: Tournament of Champions
Artikel BerikutnyaPrey (2021)
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.