The Beast (La belva) adalah film Italia yang diproduksi Warner Bros. dan dirilis oleh Netflix. Film aksi thriller garapan Ludovico di Martino mencoba mengeksplorasi tema “Taken” (penculikan) dengan dibintangi Fabrizio Gifuni, Lino Musella, serta Monica Piseddu. Apakah film ini mampu menawarkan aksi dan ketegangan tinggi seperti halnya seri Taken?
Leonida Riva adalah seorang mantan tentara anggota khusus yang memiliki trauma akibat misi di masa lalunya. Riva kini hidup menyendiri, menjauhkan diri dari keluarga, istri, putra dan putrinya, serta akrab dengan obat penenang. Suatu malam, putrinya diculik, dan Riva tanpa pikir panjang langsung beraksi dengan caranya sendiri, mengabaikan pihak berwenang.
Plotnya jelas terlalu familiar untuk para penikmat aksi, khususnya fans Liam Nesson. So, kejutan apa yang ingin disajikan, rasanya nil. Jika dibandingkan dengan Taken, plot film ini jelas terlalu lambat, dan satu hal yang amat menganggu adalah pengabaian logikanya yang terlalu berlebihan. Alur kisah film memang dimungkinkan untuk sebuah kejadian kebetulan bisa saja terjadi, namun jika unsur kebetulan tersebut terlalu kebetulan, apakah logis? Film ini menyajikan lubang plot yang tak bisa dijelaskan, rasanya puluhan jumlahnya. Semua seolah serba kebetulan.
Plot filmnya juga menyajikan sisi lain, yakni hubungan antara Riva dengan keluarganya. Ini sebenarnya menarik, namun kurang menggigit dan tak berdampak banyak untuk mendukung plot utama. Sisi ini justru malah terkesan melemahkan kisahnya yang mengurangi tensi ketegangan di sisi lain. Ya, memang, sosok Liam Nesson di Taken memang terlalu superior dan heroik, sementara Riva adalah sosok manusia biasa yang bisa terluka. Taken memang dimaksudkan sebagai film aksi hiburan sementara The Beast tampak tanggung. Jika ingin lebih dari Taken, ya buat aksinya lebih gila, atau jika memang sisi drama yang ingin diperkuat, sisi ini yang diperkuat. Latar belakang Riva memiliki potensi ini. Satu lagi yang mengganjal adalah hubungan sang ayah dan putrinya, tidak ada bonding yang kuat di awal cerita. Semua pengejaran dalam tiap momennya jadi tampak kurang motivasi.
Dengan tempo lambat serta logika dan plot yang bolong di mana-mana, The Beast bukan tandingan film-film aksi thriller yang lebih mapan di seberang sana. Bicara soal aksi, beberapa segmen memang tidaklah buruk, namun juga tidak istimewa. Sebagai tontonan pengisi waktu luang, The Beast boleh dinikmati asal jangan berekspektasi lebih. Jika kalian mau menonton aksi thriller sejenis yang jauh lebih baik, coba tonton film Korea Selatan, Unstoppable (2018).
Stay safe and Healthy!