Brand New Faces 2 (2007)
N/A|Adult|N/A
Rating: Metascore: N/A
N/A

The Beast (La belva) adalah film Italia yang diproduksi Warner Bros. dan dirilis oleh Netflix. Film aksi thriller garapan Ludovico di Martino mencoba mengeksplorasi tema “Taken” (penculikan) dengan dibintangi Fabrizio Gifuni, Lino Musella, serta Monica Piseddu. Apakah film ini mampu menawarkan aksi dan ketegangan tinggi seperti halnya seri Taken?

Leonida Riva adalah seorang mantan tentara anggota khusus yang memiliki trauma akibat misi di masa lalunya. Riva kini hidup menyendiri, menjauhkan diri dari keluarga, istri, putra dan putrinya, serta akrab dengan obat penenang. Suatu malam, putrinya diculik, dan Riva tanpa pikir panjang langsung beraksi dengan caranya sendiri, mengabaikan pihak berwenang.

Plotnya jelas terlalu familiar untuk para penikmat aksi, khususnya fans Liam Nesson. So, kejutan apa yang ingin disajikan, rasanya nil. Jika dibandingkan dengan Taken, plot film ini jelas terlalu lambat, dan satu hal yang amat menganggu adalah pengabaian logikanya yang terlalu berlebihan. Alur kisah film memang dimungkinkan untuk sebuah kejadian kebetulan bisa saja terjadi, namun jika unsur kebetulan tersebut terlalu kebetulan, apakah logis? Film ini menyajikan lubang plot yang tak bisa dijelaskan, rasanya puluhan jumlahnya. Semua seolah serba kebetulan.

Plot filmnya juga menyajikan sisi lain, yakni hubungan antara Riva dengan keluarganya. Ini sebenarnya menarik, namun kurang menggigit dan tak berdampak banyak untuk mendukung plot utama. Sisi ini justru malah terkesan melemahkan kisahnya yang mengurangi tensi ketegangan di sisi lain. Ya, memang, sosok Liam Nesson di Taken memang terlalu superior dan heroik, sementara Riva adalah sosok manusia biasa yang bisa terluka. Taken memang dimaksudkan sebagai film aksi hiburan sementara The Beast tampak tanggung. Jika ingin lebih dari Taken, ya buat aksinya lebih gila, atau jika memang sisi drama yang ingin diperkuat, sisi ini yang diperkuat. Latar belakang Riva memiliki potensi ini. Satu lagi yang mengganjal adalah hubungan sang ayah dan putrinya, tidak ada bonding yang kuat di awal cerita. Semua pengejaran dalam tiap momennya jadi tampak kurang motivasi.

Baca Juga  Boss Level

Dengan tempo lambat serta logika dan plot yang bolong di mana-mana, The Beast bukan tandingan film-film aksi thriller yang lebih mapan di seberang sana. Bicara soal aksi, beberapa segmen memang tidaklah buruk, namun juga tidak istimewa. Sebagai tontonan pengisi waktu luang, The Beast boleh dinikmati asal jangan berekspektasi lebih. Jika kalian mau menonton aksi thriller sejenis yang jauh lebih baik, coba tonton film Korea Selatan, Unstoppable (2018).

Stay safe and Healthy!

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
50 %
Artikel SebelumnyaBenyamin Biang Kerok 2
Artikel BerikutnyaBlack Beauty
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.