Injustice (2021)
78 min|Animation, Action, Adventure|19 Oct 2021
6.4Rating: 6.4 / 10 from 16,692 usersMetascore: N/A
On an alternate Earth, the Joker tricks Superman into killing Lois Lane, which causes a rampage in the hero. Superman decides to take control of Earth; Batman and his allies will have to attempt to stop him.

Setelah merilis salah satu kisah Batman terbaik, Batman: The Long Halloween Part 1 & 2, kini Warner Bros Animation merilis Injustice dengan segudang superhero-nya. Injustice adalah film animasi DC yang diadaptasi dari video game populer berjudul sama yang diarahkan oleh Matt Peters. Seperti kebanyakan film animasi DC home video yang berkualitas tinggi, apakah Injustice mampu sejajar dengan film-film lainnya?

Alkisah di salah satu semesta paralelDC, yakni Earth-22, Joker yang bosan bermain dengan Batman di Kota Gotham, kini beralih ke Kota Metropolis. Tak tanggung-tanggung, Joker ternyata memiliki rencana besar untuk Superman. Sang pacar, Lois Lane yang kini tengah hamil muda, berhasil diculik oleh Joker dan Harley Quinn. Joker ternyata menanam pemicu bom nuklir di jantung Lois, ketika berhenti maka Kota Metropolis akan musnah. Dengan cara yang licik, Joker berhasil memperdaya Superman dan tanpa sengaja ia membunuh Lois, dan tentunya pula satu kota Metropolis musnah oleh bom nuklir. Superman pun dengan amarahnya membalas tuntas dendamnya. Peristiwa ini membuatnya muak dengan semua bentuk kejahatan akan diancam dibunuh bagi semua individu yang melakukan. Batman yang melihat aksi kelewat batas ini akhirnya membentuk tim untuk menghalangi niat Superman.

Premisnya memang sangat menarik, khususnya untuk penikmat superhero DC. Sosok Batman yang selama ini kita kenal dengan prinsip dan idealismenya yang seringkali diuji oleh Joker adalah satu tradisi panjang yang menjadikan sosok Batman adalah seorang BATMAN. Tapi kini, ketika ujian tersebut diberikan oleh Superman, akankah ia kuat menerimanya? Ini yang menjadi premis besar kisahnya, dan Superman bukanlah Batman. Itikad baik belum tentu berujung pada tindakan baik. Superman lepas kontrol dengan menggunakan kekuatannya untuk memaksakan kehendaknya. Aksi membunuh, yang menjadi satu kode etik tertinggi para superhero yang tidak boleh dilanggar anggota Justice League, kini telah diberangus Superman. Konflik batin dan fisik antara Batman dan Superman inilah yang menjadi satu tontonan menarik. Batman punya otak, namun Superman punya otot.

Baca Juga  Superioritas Superhero DC Animasi

Sayangnya, premis menarik ini tidak mampu disokong oleh pengembangan kisah yang solid. Satu sebabnya adalah sosok superhero yang jumlahnya kelewat banyak (seperti permainan video-nya). Beberapa superhero besar ikonik DC pun terasa hanya lewat begitu saja dengan peran yang sama sekali tak penting. Sosok-sosok besar tumbang pun berjatuhan tanpa ada ikatan emosional kuat dengan penonton. Premis menarik, mulai luntur dengan pengembangan kisahnya yang lemah. Klimaks pun terasa menjadi antiklimaks. Sang antagonis juga tidak mendapat pembalasan yang setimpal dengan aksinya, dengan penyelesaian yang begitu cepat dan mudah.

Injustice menyajikan kisah superhero DC adaptasi video game dengan pengembangan kisah yang tak menjanjikan seperti premisnya. Tribute untuk video game-nya juga digunakan dalam menyajikan aksi “fatality” sosok Superman ketika menghajar musuhnya dengan gayanya yang khas. Secara keseluruhan aksinya memang sangat menghibur, tapi untuk apa jika tidak memiliki kisah yang kuat. Premisnya sebenarnya mampu dibuat lebih menarik dan intens dengan fokus mengangkat konflik personal antara Batman dan Superman. Injustice terbukti gagal untuk mengimbangi kualitas film-film animasi DC sebelumnya. Namun setidaknya, kisah film ini masih jauh lebih baik dari sebagian besar film DCEU versi bioskopnya.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaFFWI XI Rilis Unggulan 3 Genre
Artikel BerikutnyaNight Teeth
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.