Ketika segala sesuatu yang terjadi memiliki alasannya masing-masing, sediakan maaf dan syukur agar dapat sepenuhnya move on. Seperti kata Sabar Ini Ujian, film yang diarahkan oleh Anggy Umbara, sutradara dan penulis spesialis horor dan komedi. Ia jugalah yang menggarap skenario film ini bersama Gianluigi Ch dan Erwin Wu –yang mengerjakan series dari Imperfect. Pada masa rilisnya (2020), film komedi drama produksi MD Pictures dan PT Umbara Brothers Film dengan Disney+ Hotstar yang menangani distribusinya ini ramai diperbincangkan karena konsepnya. Mulai dari pemberitaan hingga artikel dan video ulasan memenuhi lini masa dunia maya. Sederet pemain yang tampil di panggung film komedi ini antara lain Vino G. Bastian, Widyawati, Ananda Omesh, Estelle Linden, Anya Geraldine, Luna Maya, Rigen Rakelna dan Ananta Rispo, serta sejumlah stand up komedian. Jadi, konsep seperti apa yang film ini gunakan sampai-sampai begitu hangat dibicarakan pada waktu itu?

Sebuah undangan pernikahan mendarat di meja kerja Sabar (Vino G. Bastian). Sesuatu yang mengganggu pikirannya sepanjang hari adalah karena undangan tersebut berasal dari mantan calon istrinya, Astrid (Estelle Linden). Bukan hanya itu yang kemudian membuat seorang Sabar enggan memenuhi undangan, sebab sang mempelai pria ialah temannya sendiri, Dimas (Mike Ethan). Meski telah berulang kali sahabatnya, Billy (Ananda Omesh), dan sang ibu (Widyawati) mengingatkannya untuk ikhlas dan move on, Sabar tetap saja kesulitan. Sampai akhirnya ia mengalami “peristiwa tak terduga” yang mengubah pribadi serta pandangan dan cara hidupnya, terhadap setiap orang di dekatnya. Mulai dari kepada ibu dan ayah, lalu para sahabatnya semasa bersekolah.

Ini dia plot berkonsep time loop dari Indonesia! Keberanian Anggy Umbara dalam membawakan time loop ke dalam filmnya patut diacungi jempol. Bagaimanapun, perfilman Tanah Air memang butuh sesuatu yang segar. Entah itu soal konten cerita, konsep pengemasan, atau sejumlah aspek teknis lainnya. Meski memang time loop bukanlah barang baru di kancah perfilman barat. Namun Sabar Ini Ujian tak sekadar menggunakan time loop belaka tanpa mempertimbangkan keseluruhan aspek naratif. Sebab, tak sedikit film-film dalam negeri yang seolah merasa sudah bagus dengan hanya menunjukkan sejumlah teknis yang jarang dipakai, tetapi malah mengabaikan sisi naratif. Alias, alih-alih membangun penceritaannya dengan baik terlebih dulu, yang dilakukan justru terlalu fokus pada pertunjukan dari sinematiknya.

Nah, naratif yang senantiasa saling menumpukkan masalah yang mesti “dimaafkan” Sabar, menjadikan ending Sabar Ini Ujian pada akhirnya tak terduga. Misalnya, masalah Sabar yang ternyata lebih banyak daripada perkara move on dari mantannya. Sehingga walau pada paruh pertama film ini Sabar mulai belajar move on, pengulangan hari tetap belum berhenti. Pada titik inilah salah satu pengecoh disediakan oleh film ini terhadap dugaan dari penonton. Bahwa esensi dari problematika sang tokoh utama sejatinya bukanlah soal move on dari mantan calon pengantin belaka, namun jauh lebih dalam dari itu.

Baca Juga  Kartini

Dua-tiga dugaan yang sempat muncul dibuat kabur oleh pengolahan naratif film ini gara-gara time loop-nya. Tak hanya itu, tindakan Sabar dalam mencari cara menghentikan pengulangan juga terbilang acak. Tentu hal ini dapat semakin menjauhkan penonton dari dugaan ending ceritanya. Sabar Ini Ujian justru menunjukkan berbagai tindakan “manusiawi” yang (tampaknya) memang lazim dilakukan kebanyakan orang, bila mereka juga mengalami pengulangan hari. Kendati rupanya penyelesaian masalah yang dihadapi oleh Sabar ada di dekat kehidupannya sendiri. Mulai dari sang ayah, teman-temannya, serta sesosok perempuan yang sempat dimunculkan oleh film ini pada awal-awal segmen. Namun, siapa yang benar-benar dapat menyangka itu sejak paruh pertama filmnya?

Konsep ini (time loop) sendiri telah umum digunakan di perfilman barat. Tiga di antaranya yang cukup umum yaitu Happy Death Day (serta sekuelnya), Edge of Tomorrow, dan tentu saja sang pionir Groundhog Day. Walau memang masih tak sebanyak pemanfaatan Long Take. Time loop pun nyatanya tak memiliki batasan genre, baik horor, drama roman, action, komedi, maupun yang lainnya.

Di samping keberadaan time loop, sebenarnya ada satu aspek lagi yang menguatkan kualitas Sabar Ini Ujian, yakni komedinya. Memang tak benar-benar mampu menjadikan penontonnya terpingkal-pingkal hingga mendominasi keseluruhan film, namun sudah sahih untuk dianggap solid. Tingkat komedinya ini tentu saja dapat terasa begitu kuat, karena keberadaan para stand up komedian di sana. Bukan berarti hanya karena menggandeng para komika, lantas menjadikan sebuah film bergenre komedi pasti dijamin bagus. Hanya saja, Sabar Ini Ujian mampu memaksimalkan peran mereka.

Melalui time loop-nya, Sabar Ini Ujian berhasil menunjukkan keseimbangan antara konsep yang masih awam di perfilman Tanah Air dengan tetap menjaga keseluruhan naratifnya. Selain itu, opsi genre komedi juga menyatu cukup baik dengan film ini. Walau tak melupakan sisi drama sebagai penghantar menuju ending ceritanya. Dengan kemunculan Sabar Ini Ujian yang membawa time loop ini, akankah konsep serupa juga hadir dalam film-film lain setelahnya? Sebagaimana yang selama ini sudah sering terjadi, pada genre horor dan roman remaja populer.

Mau tahu lebih banyak tentang Time Loop? Tonton video di bawah ini:

PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaThe Vault
Artikel BerikutnyaThe Secret 2: Mystery of Villa 666
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.