The Swordsman (2020)
100 min|Action, Drama, History|23 Sep 2020
6.8Rating: 6.8 / 10 from 5,641 usersMetascore: N/A
Three different swordsmen -- a swordsman who is going blind, the best swordsman in Joseon Dynasty, and the best swordsman in Qing Dynasty who aspires to be the best even in the Joseon Dynasty -- meet each other for their own reasons.

The Swordsman adalah film produksi Korea Selatan arahan Choi Jae-hoon yang sempat dirilis di bioskop tanah air beberapa waktu lalu.  Film ini dibintangi oleh aktor populer, Jang Hyuk, serta aktor aksi handal kita, Joe Taslim. Tak banyak yang ditawarkan film ini selain hanya beberapa segmen aksi duel yang tak membekas.

Film bertema sejarah berdurasi 100 menit ini mengisahkan tentang Tae-yul seorang ksatria hebat di wilayah Joseon yang kini mengasingkan diri bersama putrinya di pegunungan. Ketika penguasa baru dari Dinasti Qing mengirimkan utusannya yang lalim, musibah pun mulai melanda kota Joseon akibat mereka menculik warga untuk dijadikan budak. Ketika putrinya diculik, Tae-yul dipaksa untuk beraksi kembali di tengah pergolakan kekuasaan di pusat pemerintahan Joseon.

Dengan kisah yang cukup rumit, inti plot film ini sebenarnya sangat sederhana. Beberapa adegan dialog berupa intrik kekuasaan di antara para pejabat kekaisaran bukanlah sesuatu yang menarik yang ingin kita ikuti. Plot terasa baru berjalan ketika sang putri dibawa oleh komplotan asing untuk dijual. Aksi mulai berjalan menegangkan setelah ini dengan mengumbar adegan pertarungan tanpa henti. Harus diakui, adegan aksi pedang yang disajikan memang tidak semenarik yang dibayangkan. Efek fast-motion dan slow-motion justru membuat aksinya terasa artifisial (tidak natural) dibandingkan film-film aksi sejenis masa kini. Aktor kita, Joe Taslim pun tidak beraksi banyak malah justru lebih banyak berdialog yang sengaja disimpan untuk segmen puncak. Tak banyak kejutan berarti hingga akhir.

Baca Juga  Narratage

The Swordsman tidak cukup membuat sayatan yang mendalam dengan kisah intrik rumit serta segelintir aksi mengesankan. Terlihat sekali, film ini sedikit dibawah standar teknis film-film aksi mapan Korea Selatan lainnya, sekalipun sisi setting dan kostum terbilang lumayan. Para kastingnya pun secara umum bermain baik, termasuk aktor kita, entah suaranya di-dubbing atau tidak. Memproduksi film bertema periodik macam ini memang bukan hal yang mudah, dan faktanya sudah banyak film Korea lainnya yang mampu menyajikan kisah dan sisi teknis yang jauh lebih baik dari ini.

Stay safe and Healthy!

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
50 %
Artikel SebelumnyaDi Bawah Umur
Artikel BerikutnyaBuku Memahami Film Edisi Eksklusif
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.