Ketika seorang istri mendambakan pernikahan bahagia, ia harus menghadapi kenyataan bahwa masih ada sosok wanita lain di hati suaminya. Hal inilah yang menjadi titik tolak bagi Archie Hekagery dan Mia Chuz, kedua penulis Wedding Agreement untuk mengembangkan ceritanya. Film ini sendiri merupakan adaptasi dari novel berjudul sama karya Mia Chuz. Sementara Wedding Agreement adalah debut pertama Archie Hekagery yang merangkap sebagai sutradara di bawah naungan produksi StarVision. Film drama ini dibintangi oleh Indah Permatasari, Refal Hady, Aghniny Haque, Bucek, Mathias Muchus, serta Ria Irawan.

Wedding Agreement merupakan kisah perjuangan seorang istri sekaligus pebisnis, Tari, dalam meluluhkan hati suami yang sekaligus arsitek, Bian, yang menikah karena dijodohkan. Ia harus teguh dan bersabar menghadapi penolakan demi penolakan dari sang suami, di atas sebuah kertas perjanjian pernikahan yang dibuat oleh Bian. Penolakan yang bersumber dari hubungan lain sang suami dengan perempuan lain, Sarah. Apa yang diinginkan oleh Tari hanyalah pernikahan dan rumah tangga yang bahagia. Baginya, cara untuk mencapainya adalah dengan mengalahkan Bian, suaminya sendiri. Ia harus meluluhkan hati Bian yang masih diisi oleh sosok Sarah, yang telah menjadi tunangannya. Lantas, bagaimana Tari akan merealisasikan pernikahan bahagianya tersebut?

Cerita film ini terlihat ringan, namun bila direnungkan dengan baik, justru penting dan serius. Dengan durasi dan peletakan tempo di setiap momen yang pas, tidak terlalu panjang juga tidak terlalu pendek, Wedding Agreement membuat penonton senantiasa mengikuti alur cerita melalui sudut pandang kedua tokoh utamanya. Meski ringan, konflik-konflik yang tercipta begitu mendalam. Namun, film ini sekaligus juga mampu memberikan hiburan kepada penonton dengan menyelipkan kelucuan melalui kedua tokoh serta pendukungnya.

Beberapa aspek yang mendukung kesederhanaan film ini, meliputi setting rumah dan artistiknya, terutama warna-warna yang digunakan. Tak ada yang mencolok, semua bersahaja dibiarkan sebagaimana lazimnya kesederhanaan seorang istri yang menginginkan rumah tangga bahagia bersama suaminya. Sesederhana cara Tari untuk memanfaatkan waktu yang tersisa dari perjanjiannya, agar bisa berbagi kebahagiaan dengan Bian.

Baca Juga  Doa yang Mengancam, Ancaman Apanya?

Akting yang memesona dan chemistry dari kedua tokohnya senantiasa membawakan konflik masing-masing. Hingga bertemu di satu titik, di mana salah satu di antara mereka harus membuat keputusan penting, atau rumah tangga mereka tidak akan terselamatkan. Kecanggungan khas pengantin baru, ditambah kepolosan sang istri yang belum pernah berdekatan dengan laki-laki, menciptakan momen-momen lucu. Kendati Wedding Agreement tidak diklasifikasikan ke genre komedi, namun momen ini berhasil menurunkan tensi filmnya yang serius. Sebuah tindakan bijak, lantaran penonton pasti akan dengan sukarela berlama-lama duduk tenang menonton, mengikuti ke mana arah hubungan sang pengantin baru berakhir.

Kelebihan lain secara teknis adalah dari sisi penataan suara dan musiknya. Dialog-dialog dalam film ini terdengar jernih dan sederhana, dibarengi lagu manis ciptaan grup musik dUA berjudul Jawab Cinta sebagai musik latarnya. Setiap penonton pasti akan dengan mudah mengingat film ini melalui lagu tersebut.

Walau ide ceritanya masih klise layaknya sinetron, film ini terhitung menarik, ringan, menghibur, serta memiliki sentuhan filmis yang baik. Cara menghiburnya justru dengan meringankan perkara penting dan serius menyoal kedamaian dalam berumah tangga. Wedding Agreement mencoba untuk tidak mengesampingkan isu, persoalan, maupun cerita yang umum di lingkungan masyarakat urban. Walau film ini menonjolkan sisi religiusitas sebagai dasar cerita, namun implementasi dari pesan yang ingin disampaikan mengarah ke banyak aspek kehidupan.

Miftachul Arifin – Mahasiswa Magang

 

PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaScary Stories to Tell in the Dark
Artikel BerikutnyaMahasiswi Baru
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.