Siapa sangka kisah cinta yang menyesakkan masih punya peluang untuk hadir dalam bingkai sinema. Setelah beberapa waktu lalu Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas menghadirkan cerita cinta yang tak biasa. Kemudian ada hikayat roman dari Layla Majnun. Kini, giliran Romantik Problematik yang berupaya mengisi khazanah drama roman dalam perfilman tanah air. Melalui arahan dan penulisan B.W. Purba Negara serta produksi Purbanegara Films, film ini memercayakan peran utama kepada Bisma Karisma dan Lania Fira. Romantik Problematik telah rilis nasional melalui platform Bioskop Online. Sejak film panjang pertamanya, Ziarah, sang sineas jarang terlihat hingga sampai pada film ini. Lalu bagaimanakah hasilnya?

Sepasang lelaki dan perempuan yang sama-sama bermasalah menjalin hubungan asmara yang tak sehat, saling menyakiti, dan memaksakan kehendak satu sama lain. Ricky dengan kebiasaan berpikir berlebihan serta selalu ingin turut campur, dan Alisha dengan persoalan keluarganya. Pasangan dengan sifat masing-masing yang tak jarang saling berbenturan. Sampai tiba masa ibu Alisha menjadi terdakwa suatu kasus hingga dipenjara. Alisha, yang tadinya merupakan sosok perempuan bebas, mandiri, dan bernyali, semakin sering bertindak acak. Hingga ia dan Ricky sama-sama berkontemplasi atas setiap problematika mereka.

Kita barangkali telah sampai pada titik jenuh dengan film-film roman yang sekadar mengobral pergaulan remaja anak sekolahan belakangan ini. Baik sebagai adaptasi karya populer atau best seller maupun skenario orisinal. Sampai-sampai munculnya Romantik Problematik menarik animo yang lumayan dari khalayak penonton film dalam negeri. Sang sineas sendiri seakan tengah dalam fase meng-gambling dan menantang dirinya sendiri dengan film-film yang saling berlainan nuansa satu sama lain. Bukan hanya ihwal tema atau topik pula, melainkan juga demografi pemeran utamanya.

Romantik Problematik tampil dengan ringan dan amat menghibur. Walau membawa permasalahan yang klise sebetulnya, terutama jika kita membicarakan tentang drama roman. Namun setidaknya, ada upaya yang terlihat dari film ini untuk menggali dan mengembangkannya dengan cara-cara yang menyenangkan. Naskah Romantik Problematik kemudian bergulir dengan kesabarannya sendiri. Mengawali kisah dengan konfrontasi yang menyesakkan. Berlanjut memperlihatkan masalah dari masing-masing tokoh utamanya, Ricky dan Alisha dengan karakterisasi yang diciptakan untuk mereka. Tanpa pemilihan dialog yang tepat dari segi diksi, penataan kalimat, dan bagaimana itu nanti diucapkan, film ini boleh jadi akan berakhir seperti drama roman menye-menye kita selama ini.

Dialog yang tepat jelas merupakan kunci dalam sebuah film yang mengetengahkan percakapan-percakapan panjang pada ceritanya. Sebagaimana Romantik Problematik. Walau pada saat yang sama, aspek ini menjadi satu hal yang rumit pula. Jika penanganannya kurang baik, maka dapat merusak momentum cerita. Kita sudah sering menyaksikan film-film dengan persoalan ini. Romantik Problematik pun benar-benar nyaris menjadi salah satunya. Film ini punya banyak sekali dialog dalam setiap segmennya. Selalu ada saja pembahasan, baik ihwal topik yang penting maupun percakapan pengisi waktu luang. Tak jadi soal untuk obrolan-obrolan yang memang perlu ada di tempatnya. Namun tidak, untuk bagian-bagian lain yang semestinya hanya menunjukkan mimik, gerak, dan khususnya bagaimana mata menatap.

Baca Juga  Lewat Djam Malam, Sisi Kelam Mantan Pejuang

Bermain-main dengan tatapan itu penting dalam film yang mengangkat persoalan batin, maupun relasi sosial dan keintiman antardua orang atau lebih. Tentu kebutuhan untuk detail tatapan mata harus mendapat dukungan yang baik dan tepat dari bagian kamera. Ada setidaknya satu momen krusial menjelang akhir film dalam Romantik Problematik yang mengarah ke kemungkinan itu. Sebetulnya berpotensi untuk lebih memperlihatkan keintiman kedua tokoh utama dari jarak yang benar-benar dekat, namun sayang berhenti di kejauhan.

Ada beberapa bentuk pengembangan yang muncul dalam Romantik Problematik agar tak sekadar menampilkan kisah asmara alakadarnya lewat olah sinematik. Orang-orang yang mengerjakan setiap bagian dalam film ini mencoba semaksimal mungkin untuk mengeksplorasi bagian masing-masing. Meski yang benar-benar tampak dan terasa pada akhirnya hanyalah olah peran, artistik, dan pergerakan gambar. Memainkan gambar-gambar dinamis yang senantiasa menyiratkan kebebasan sekaligus acak, dalam durasi-durasi yang panjang setiap kali kesempatannya ada. Segi musiknya sendiri masih tergolong biasa untuk genre ini.

Akting kedua pemain inti Romantik Problematik memang mencuri perhatian. Jika kita bicara soal chemistry, relasi antarkeduanya mungkin bukanlah hubungan yang berbunga-bunga bak percintaan ABG. Namun keintiman satu sama lain yang sekaligus pula bermasalah tak dapat diabaikan. Ibarat air dan minyak, tetapi sama-sama menemukan cara tersendiri agar tetap bisa berjalan berdampingan. Baik Bisma sebagai Ricky maupun Fira sebagai Alisha memang bukan aktor dan aktris yang selama ini kerap kita saksikan kualitas olah perannya. Lagipula mereka jarang muncul dalam film-film panjang, setelah Bisma memainkan peran Sigit dalam Kadet 1947 (2021), dan Fira sebagai Dara dalam Marriage (2021). Apalagi untuk bermain sebagai tokoh utama.

Ihwal artistik pun orang-orang dalam bagian ini menunjukkan penanganannya dalam Romantik Problematik. Kendati tak terlalu menonjol, karena toh kesempatan untuk mengeksplorasi artistik dalam film ini jarang muncul. Hanya ada beberapa bagian setidaknya yang benar-benar bisa menunjukkan kebolehan peran dari segi artistik. Sisanya, tak jauh berbeda seperti kebanyakan film drama roman kita selama ini.

Romantik Problematik hadir dengan sisi hiburannya yang seru, asik, dan menyenangkan. Meski terdapat sedikit celah pada beberapa bagian. Bahkan sempat ada satu kali discontinuity busana yang terjadi akibat pengaturan waktu dalam salah satu peristiwa yang kurang jelas. Namun secara garis besar, film ini sendiri menghadirkan pemandangan yang paling tidak berbeda untuk genrenya. Banyak sineas kita kerap menggembar-gemborkan kecintaan mereka terhadap tantangan berupa tema, topik, atau genre baru. Namun hanya sedikit yang bisa berhasil atau paling tidak lumayan (minimal), dan sineas Romantik Problematik merupakan salah satunya.

PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaSamaritan
Artikel BerikutnyaThat’s Amor
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.