Cerita seputar keluarga akan selalu berbeda-beda tergantung latar belakang, pola komunikasi, dan cara didik setiap anggotanya. Selalu demikian spirit dalam film Sabtu Bersama Bapak (2016) maupun versi series-nya. Masih berdasarkan kisah dalam novel serupa serta di bawah pengawalan Falcon Pictures, tetapi terjadi pergantian sutradara ke Rako Prijanto. Skenarionya pun kini dikerjakan sendiri oleh sang empunya novel, Adhitya Mulya. Peralihan juga dialami oleh para pemeran untuk setiap tokoh, antara lain Vino G. Bastian, Marsha Timothy, Adipati Dolken, Rey Mbayang, Enzy Storia, Dinda Hauw, dan Mike Lucock. Apa dampak kasting ulang untuk setiap tokoh terhadap tuntutan atau kebutuhan cerita dalam series-nya?
Kehidupan keluarga tunggal ibu Itje (Marsha) dan kedua putranya, Satya dan Cakra, pasca-Bapak (Vino) meninggal dimulai kembali dengan menonton rekaman demi rekaman pesan sang bapak setiap hari Sabtu. Namun, cerita dalam keluarga Bapak Gunawan bukanlah sebatas pesan-pesan mingguan tersebut, melainkan kisah perjuangannya dalam hidup, budi baik, kesetiakawanan, dan solidaritas, cara baktinya kepada ibu, romansa dan momen terakhirnya bersama sang istri, serta gaya asuhnya terhadap Satya dan Cakra. Dua putra (Dolken dan Rey) terbaik mereka yang kemudian belajar menjalani kehidupan masing-masing, sembari terus mengingat wejangan dari Bapak.
Versi film Sabtu Bersama Bapak telah tayang tujuh tahun lalu dengan masih menyisakan jejak-jejak emosional lewat serangkaian adegan dramatis. Segala haru-biru kehangatan dan keharmonisan, serta momen sedih yang padat belumlah terurai sejak itu. Begitu pula sederet pertanyaan ihwal sejumlah informasi yang hilang dari film tersebut. Termasuk latar belakang dan kisah sang bapak, Gunawan. Jadi di sanalah kemudian versi series-nya bertugas. Hadir dengan menawarkan plot dan latar waktu yang berpindah-pindah antara masa lampau (1990-an) melalui plot bapak, dan masa kini (2020-an) lewat kehidupan sang istri dan kedua putra mereka.
Sabtu Bersama Bapak dalam versi series bukan berfokus pada adegan-adegan dramatis lagi, melainkan kisah asmara Gunawan dan Itje serta pertemanan erat dengan Tatang (Joshia Frederico) dan Engkus (Iqbal Sulaiman) pada tahun 90-an, juga ilmu parenting. Sudah tentu lebih mendetail ketimbang cerita dalam versi film yang dimampatkan dan terbatas. Namun, pada saat yang sama versi series pun (nyaris) kehilangan kekuatan emosional yang amat kental sebelumnya. Daya tawar lantas beralih pada menyaksikan perjalanan Gunawan sejak berjuang dalam masa-masa sulit dengan ekonomi belum stabil dan berbagai masalah hidup, sembari merawat ibunya. Inilah salah satu informasi yang tidak ada dalam versi film. Pun romantisme antara ia dan Itje sejak pertemuan pertama hingga punya dua putra, sampai akhirnya menutup mata.
Perubahan fokus cerita juga secara langsung dan tidak langsung bertalian dengan pergantian pengisi kursi sutradara, dan khususnya para pemeran untuk setiap tokoh di sana. Ihwal perbandingan antara gaya arahan Monty dan Rako rasanya bisa agak dikesampingkan. Mengingat keduanya sama-sama punya rekam jejak yang tidak sebentar dalam menggarap drama keluarga dan percintaan. Toh dari awal, tawaran dari skenario versi series memang sudah berbeda dari filmnya. Jadi kasting ulang total seluruh pemeran lebih menggelitik, karena harus diakui sangat memengaruhi kesan dalam menonton dengan perbedaan olah peran mereka. Mulai dari Bapak dan Ibu, kedua putra mereka serta istri masing-masing, hingga ke orang-orang di sekitar mereka.
Keberhasilan olah peran sesuai kebutuhan skenario boleh jadi sudah mampu dicapai dengan cukup baik oleh Vino, Marsha, Dolken, dan Enzy. Sayangnya penampilan Rey dan Dinda mendapatkan catatan penting hampir di setiap episode. Ihwal karakter Cakra yang kalem, cerdas, inovatif, religius, sayang mama, dan akrab dengan bawahan memang sudah mampu ditampilkan dengan maksimal oleh Rey. Namun, Cakra juga memiliki sisi gugup, kikuk, dan mudah salah tingkah saat berinteraksi dengan perempuan yang disukainya lewat beberapa adegan dalam film. Sisi inilah yang gagal dicapai Rey, serta aura berkharisma yang sesekali keluar dari sosok Cakra lewat Deva dalam versi film. Setali tiga uang dengan cara Dinda dalam membawakan perannya sebagai Ayu. Bahkan pemeran pengganti untuk tokoh Salman (dari Rendy Kjaernett ke Mike), saingan Cakra di kantor, juga tidak sepadan secara fisik dengan Cakra.
Dua plot dominan yang dapat dinikmati dari series Sabtu Bersama Bapak hanyalah kisah kilas balik dari Gunawan dan Itje, serta praktik-praktik parenting dalam keluarga Satya dan Rissa. Baru belakangan plot Cakra dan pencariannya akan pasangan hidup mendapat porsi cukup banyak dalam episode 5. Berbarengan dengan momen emosional yang akhirnya terasa menebal menjelang episode ini berakhir, lalu kian menguat dalam sepanjang episode 6. Walau tetap dengan pembawaan Rey dalam berakting menjadi Cakra yang belum sebaik Deva.
Kendati seiring semua penyesuaian dengan kebutuhan skenario, hal yang sama juga terjadi pada pergantian waktu saat Bapak meninggal, lokasi Satya bekerja, dan bidang pekerjaan Cakra. Perihal tahun kepergian sang bapak yang mundur dari tahun 1992 ke 1996 masih dapat ditemukan alasan logisnya, yakni agar latar waktu kedua putranya dewasa bisa ditarik lebih dekat ke masa kini. Begitu pula bidang pekerjaan Cakra dari perbankan ke produk kecantikan. Meski dengan satu keteledoran kecil dalam plot Bapak yang menyamakan set berikut properti seputar teknologi medis antara tahun 1994-1996 dengan 2022. Namun, di luar semua perkara ini yang lebih mengganjal adalah motivasi memindahkan lokasi pekerjaan Satya dari Denmark ke Balikpapan.
Sabtu Bersama Bapak versi series ialah jawaban atas detail-detail yang masih rumpang dalam filmnya, berikut pula perubahan besar pada fokus cerita. Tendensinya sudah bukan lagi tentang menarik masuk penonton ke ruang kesedihan dan momen mengharukan bersama sang bapak setiap hari Sabtu, melainkan romansa, persahabatan, kesetiakawanan dan solidaritas, parenting, serta wujud bakti kepada orang tua. Baru pada dua episode terakhir kedalaman momen emosional dimampatkan melalui beberapa dialog intim antarsuami-istri, ayah-anak, dan ibu-anak, serta lewat balas budi duo Tatang dan Engkus yang tak terkira kepada Gunawan. Silakan menontonnya bersama keluarga melalui Amazon Prime.