the accountant 2

The Accountant 2 merupakan sekuel dari The Accountant (2016) yang kini masih digarap oleh Gavin O’Connor serta naskah yang ditulis Bill Dubuque. Walau film pertamanya tidak sukses besar, namun rupanya cukup untuk membuat sekuelnya diproduksi. Film ini masih dibintangi oleh Ben Affleck, Jon Bernthal, Cynthia Addai-Robinson, J. K. Simmons, serta Daniella Pineda sebagai pendatang baru. Bahkan kabarnya, film berbujet USD 80 juta ini akan berlanjut hingga sekuel kedua, tentunya jika film ini sukses komersial. Akankah kini sekuelnya mampu melampaui sukses film sebelumnya?

Sembilan tahun setelah kisah pertama, detektif Raymond King (Simmons) yang juga eks kolaborator si akuntan, Christian Wollf (Affleck), tewas mengenaskan ketika bertemu seseorang misterius di sebuah tempat. Suksesornya di biro, Marybeth Medina (Robinson), mendapat petunjuk dari King untuk segera mengontak sang akuntan. Tak disangka, Wollf menemui Media dan bahkan berniat membantu untuk memecahkan teka-teki kasus yang menimpa eks rekannya. Kasus King rupanya lebih rumit dari yang diduga dan melibatkan jaringan internasional, serta seorang pembunuh profesional handal. Wollf pun meminta bantuan adik kandungnya, Braxton (Bernthal) yang juga seorang pembunuh bayaran.

Pertanyaan besar tentu muncul di benak penonton, apakah perlu menonton seri pertamanya? Rasanya wajib. Seri pertamanya adalah satu eksposisi besar yang mengisahkan sosok Christian Wollf, sang akuntan yang berintelegensi tinggi dan ketangguhannya beraksi di lapangan. Lantas latar sang kolaborator (King) dan penerusnya (Medina), serta partner misterius Wollf, seorang perempuan beraksen Inggris (Justine). Seri pertama juga dominan penggunaan kilas balik untuk menggambarkan relasinya dengan sang adik yang dalam sekuelnya kini memegang peranan besar. Secara cerdas, naskahnya tidak memberikan informasi secuilpun yang terhubung dengan masa lalu karakternya. Tanpa melihat seri pertama, penonton akan banyak melewatkan informasi penting yang terkait dengan para tokohnya.

Berbeda kasus dengan sebelumnya yang melibatkan kasus finansial perusahaan, kini plotnya beralih kontras ke investigasi kriminal. Ini yang membuat kisahnya menyegarkan dan membuat penonton, kini lebih jauh mengenal sosok Wollf. Rupanya ia tidak hanya cakap dalam berhitung, namun juga cerdas dalam merangkai informasi untuk menemukan petunjuk. Ia kini tidak bekerja sendiri, namun bersama Medina, seorang agen pemerintah yang protokoler. Hal ini yang membuat relasi keduanya menjadi amat menarik karena Wollf selalu beraksi spontan di luar birokrasi. Belum lagi kehadiran sang adik yang sikapnya lebih brutal dan mengandalkan fisik. Ketiganya menjadi bintang dalam kisahnya.

Baca Juga  Luckiest Girl Alive

Relasi antartokoh menjadi sesuatu yang segar dalam plot sekuelnya, khususnya hubungan sang kakak dan adik. Sosok Wollf dan Braxton yang sebelumnya hanya bertemu dalam satu adegan, kini terlibat dalam beberapa kali obrolan ringan dan berat yang sesekali memancing selera humor berkelas. Bahkan terdapat satu adegan mereka di bar, yang sama sekali lepas dari kasus utamanya. Chemistry Wollf dengan semua karakternya kini terjalin kuat dan intim, baik Braxton, Medina, bahkan Justine, partner super jenius yang kini mendapat peran lebih dominan. Aksi-aksi Justine dan rekan-rekannya kini begitu mencuri perhatian karena disajikan begitu atraktif dalam melakukan investigasi via online.

The Accountant 2 adalah sebuah sekuel langka yang melebihi sebelumnya melalui aksi, relasi antarkarakter, kedalaman plot, hingga selera humor. Sekuelnya bukanlah tontonan mudah untuk penonton awam melalui naskahnya yang terlihat kompleks akibat informasi yang mengalir begitu cepat. Ketiga kasting utamanya tampil memikat, khususnya Bernthal yang tampil brutal dengan dialog-dialognya yang spontan dan konyol. Aksi-aksinya juga berbeda karakter dengan seri pertamanya yang kini lebih hingar bingar, khususnya pada segmen klimaks. Dengan tokoh-tokoh protagonis yang kini telah mapan, rasanya menarik menanti kisah lanjutannya. Bagi fans aksi, jangan lewatkan satu sekuel menghibur ini, sekalipun disarankan untuk menonton ulang film pertamanya.

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaThe Time It Takes – ITAFF 2025
Artikel BerikutnyaBullet Train Explosion | REVIEW
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses