The Lost City of Z (2016)

141 min|Adventure, Biography, Drama|21 Apr 2017
6.6Rating: 6.6 / 10 from 103,964 usersMetascore: 78
A true-life drama, centering on British explorer Major Percival Fawcett, who disappeared whilst searching for a mysterious city in the Amazon in the 1920s.

The Lost City of Z adalah film drama biografi arahan James Gray yang diadaptasi dari buku berjudul sama karya David Grann. Film ini dibintangi oleh Charlie Hunnam, Robert Pattinson, Sienna Miller, dan Tom Holland. Kisahnya menggambarkan ekspedisi dari masa ke masa yang dilakukan oleh Percy Fawcett dan rekan-rekannya untuk mencari sebuah peradaban yang hilang di tengah belantara hutan Amazon yang ganas.

Jika mengharapkan film aksi petualangan, macam Indiana Jones atau Congo, jelas film ini bukan seperti yang Anda harapkan. Dari genrenya (biografi), film ini jelas menitikberatkan pada kisah sang tokoh, Percy Fawcett, perjalanan panjangnya untuk menemukan kota hilang yang ia istilahkan, Z. Kisah filmnya dibagi menjadi tiga tahap waktu, yakni ekspedisi awal, ekspedisi lanjutan, dan ekspedisi bersama sang putra. Alur kisahnya dituturkan relatif lambat dengan menggambarkan usaha Percy tidak hanya di lapangan, namun juga di komite untuk memperjuangkan kelanjutan ekspedisinya. Ekspedisi yang awalnya hanya bertujuan membuat peta berubah menjadi sebuah pencarian peradaban yang hilang.

Film ini menampilkan visualisasi yang mengesankan sepanjang filmnya, baik di dalam hutan maupun ketika menyusuri sungai di tengah hutan belantara Amazon. Penonton seperti turut diajak berekspedisi bersama Percy, dengan satu momen menegangkan ketika satu suku lokal menyerang mereka dengan tombak ketika mereka berada di atas rakit. Kamera pun bisa menangkap keindahan panorama dengan sangat baik nyaris dalam semua momen dengan warna tone gambar pucat keemasaan yang memadu pas dengan kisah filmnya. Elemen-elemen ini yang menjadi nilai lebih filmnya.

Baca Juga  The Boss Baby

Sementara alur kisahnya sendiri menampilkan plot yang datar ditambah durasi yang lama menjadikan filmnya terasa sangat membosankan. Tak ada konflik yang berarti sepanjang filmnya, kecuali sedikit hidup pada babak ketiga, ketika sang putra ikut dalam ekspedisi terakhirnya. Namun, itu pun tidak cukup kuat untuk mendongkrak alur cerita keseluruhan. Secara umum, tak ada poin berarti yang bisa kita ambil dalam film ini selain hanya kegigihan sang tokoh untuk mewujudkan ambisinya yang diperankan sangat baik oleh Charlie Hunnam.

The Lost City of Z adalah sebuah adaptasi sulit dari sumber aslinya. Walau berhasil disajikan secara menawan, namun kisahnya yang datar dengan durasi 140 menit jelas sulit bagi film ini untuk bisa diterima pasar. Setidaknya film ini bisa menjadi hiburan tersendiri bagi para fans genre petualangan sejenis yang sudah lama tidak tampak di layar bioskop.
WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaJames Bond – Roger Moore, Tutup Usia
Artikel BerikutnyaWonder Woman
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). A lifelong cinephile, he developed a profound passion for film from an early age. After completing his studies in architecture, he embarked on an independent journey exploring film theory and history. His enthusiasm for cinema took tangible form in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience eventually led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched students’ understanding through courses such as Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended well beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, Understanding Film, an in-depth examination of the essential elements of cinema, both narrative and visual. The book’s enduring significance is reflected in its second edition, released in 2018, which has since become a cornerstone reference for film and communication scholars across Indonesia. His contributions to the field also encompass collaborative and editorial efforts. He participated in the compilation of Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1–3 and 30 Best-Selling Indonesian Films 2012–2018. Further establishing his authority, he authored Horror Film Book: From Caligari to Hereditary (2023) and Indonesian Horror Film: Rising from the Grave (2023). His passion for cinema remains as vibrant as ever. He continues to offer insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com while actively engaging in film production with the Montase Film Community. His short films have received critical acclaim at numerous festivals, both nationally and internationally. In recognition of his outstanding contribution to film criticism, his writing was shortlisted for years in a row for Best Film Criticism at the 2021-2024 Indonesian Film Festival. His dedication to the discipline endures, as he currently serves as a practitioner-lecturer in Film Criticism and Film Theory at the Indonesian Institute of the Arts Yogyakarta, under the Independent Practitioner Program from 2022-2024.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses