Brahms: The Boy II (2020)
86 min|Drama, Horror, Mystery|21 Feb 2020
4.7Rating: 4.7 / 10 from 20,764 usersMetascore: 29
After a family moves into the Heelshire Mansion, their young son soon makes friends with a life-like doll called Brahms.

Brahms: The Boy II merupakan sekuel dari The Boy yang kini masih digarap oleh William Brent Bell. Film orisinalnya yang sukses, jelas menjadi motif utama produksi sekuelnya. Padahal cerita The Boy sudah berakhir tuntas, lantas kisahnya mau berlanjut seperti apa lagi? Industri film, pada era kini, sudah tidak ada yang tak mungkin. Sang bintang, Katie Holmes yang lama tak muncul, kini tampil sebagai tokoh utama, bermain dalam genre yang jarang sekali ia perankan. Wajah pemain lainnya yang familiar adalah Ralph Ineson walau ia hanya tampil sebagai pendukung.      

Setelah musibah perampokan yang dialami di apartemen mereka di London, Liza, beserta putranya Sean, mengalami trauma berat. Liza sering berhalusinasi dalam tidurnya sementara Sean, sudah tak lagi mau berbicara. Bersama sang suami, mereka akhirnya memutuskan untuk pindah ke wilayah pedesaan yang tenang. Rumah baru mereka ternyata tak jauh dari rumah tua keluarga Heelshire (dikisahkan pada film pertama). Ketika mereka berjalan-jalan di sekitar rumah, Sean menemukan sebuah boneka laki-laki. Sejak boneka Brahms, tinggal bersama mereka, Sean lambat laun berubah dan keanehan pun mulai terjadi. Bertarung dengan kewarasannya, Liza akhirnya menyadari bahwa sang boneka bukanlah boneka mainan biasa.

Tak jelas, kini sekuelnya berada dalam masa waktu kapan setelah peristiwa film pertama. Tampak ada kontinuiti yang lepas dari kisah filmnya. Di penutup film pertama, Brahms masih hidup bukan? Atau tidak? Di mana dia sekarang? Kisah sederhana di film pertama mendadak menjadi rumit. Sisi supernatural masuk ke dalam plotnya yang menjadikan semuanya menjadi tak masuk akal. Sejak awal, plotnya sudah terlalu jamak untuk genrenya dan mudah sekali ditebak arahnya. Plotnya hanya ada 2 opsi, Brahms itu nyata atau sang ibu yang berhalusinasi? Saya menanti kejutan. Pada akhirnya, hanya nol besar.

Baca Juga  Horizon Line

Brahms: The Boy II adalah sekuel yang sama sekali tidak perlu dengan pendekatan cerita yang sudah terlalu familiar untuk genrenya. Tak ada satu aspek pun yang menarik dalam kisah maupun sisi estetiknya. Nothing. The Boy setidaknya punya usaha untuk membuat sesuatu yang segar, namun sekuelnya kini berusaha pun tidak. Bagi fans horor, lewati saja film yang satu ini, hanya membuang uang dan waktu.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
20 %
Artikel SebelumnyaMilea: Suara dari Dilan
Artikel BerikutnyaRetrospeksi Film Pendek Montase: Reco
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.