Cobweb (2023)
88 min|Horror, Mystery, Thriller|20 Oct 2023
5.9Rating: 5.9 / 10 from 34,155 usersMetascore: 50
An eight-year-old boy tries to investigate the mysterious knocking sounds that are coming from inside the walls of his house, unveiling a dark secret that his sinister parents have kept hidden from him.

Cobweb merupakan film horor thriller arahan sineas debutan Samuel Bodin. Film ini dibintangi Lizzy Caplan, Woody Norman, Cleopatra Coleman, dan Antony Starr. Film berdurasi 88 menit ini sempat mendapat rilis teater sebelum tayang dalam platform streaming Prime Video minggu lalu. Apa lagi yang kini ditawarkan Cobweb untuk bersaing di genrenya?

Peter (Norman) tinggal bersama ayah ibunya, Mark (Starr) dan Carol (Caplan) di sebuah lingkungan perumahan yang sepi. Sewaktu malam, Peter mulai terganggu suara-suara di dinding hingga suatu ketika suara tersebut memanggil namanya. Ayah dan ibunya yang berperangai aneh tidak menggubrisnya, seolah ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Hingga suatu ketika, Peter pun berkomunikasi dengan suara seorang gadis kecil dari balik dinding. Gadis misterius tersebut menguak rahasia besar terkait kedua orang tuanya.

Horor penuh twist macam Cobweb memang sudah beberapa kali kita temui, terakhir yang mampu memberi kejutan besar contohnya Barbarian. Namun tidak seperti Barbarian yang memiliki penuturan unik, Cobweb semata hanya turunan dan kombinasi dari beberapa jenis plot horor yang sebenarnya sudah jamak.

Pertama adalah sisi misteri. Separuh durasi awal, Cobweb mampu membangun sisi misterinya dengan amat rapi. Adegan demi adegan memancing rasa penasaran karena kita tak tahu situasi apa yang sebenarnya dihadapi Peter. Sikap kedua orang tua Peter yang diperankan dengan sangat baik oleh Caplan dan Starr, seolah mengalihkan kita ke masalah yang sesungguhnya (Peran Starr sebagai Mark mengingatkan banyak pada sosok Norman Bates dalam Psycho). Bagi penikmat horor sejati, rasanya tak sulit diantisipasi arah kisahnya. Benar saja, tempo plot yang lambat mendadak berubah menjadi demikian intens bak film aksi alien/slasher yang bergerak tanpa henti.

Baca Juga  Black Mass

(spoiler alert)

Sang monster bisa kita ibaratkan sebagai sosok Alien. Hanya saja setting-nya kali ini di rumah tinggal. Pada babak ketiga (sekitar 25 menit akhir) aksi-aksinya luar biasa intens. Bak tukang jagal, sang monster memburu mangsanya dengan gayanya yang khas. Titelnya sudah mengindikasikan para korbannya yang terperangkap dalam jaring maut yang menjadi wilayah teritorinya. Untuk genrenya, boleh jadi Cobweb adalah salah satu yang paling efektif dalam menyajikan aksi ketegangannya. Hanya sayangnya, latar kisahnya sedikit mengganjal. Jika sang monster sudah sekian lama berada di sana, mengapa ia harus mengambil momen saat ini,? Toh Peter selama ini juga ada di sana. Mengapa Mark dan Carol tidak menyingkirkannya sejak dulu jika ia begitu berbahaya? Sebenarnya masih banyak hal mengganjal lainnya.

Cobweb merupakan satu horor unik yang memadukan sisi misteri dan ketegangan ala plot alien/slasher. Dari sisi genrenya, tak ada eksplorasi baru di sini selain hanya pengolahan tempo cerita serta sosok sang monster yang unik. Dari sisi horor, tak banyak aksi jump scare yang mengagetkan seperti film horor kebanyakan, namun pembangunan atmosfir eksterior dan interiornya patut diacungi jempol. Sineas debutan Samuel Bodin terbukti memiliki talenta yang cakap dalam mengemas sisi misteri dan serta aksi-aksinya. Kita tunggu karya sang sineas berikutnya. Untuk penikmat horor, rasanya Cobweb tak boleh dilewatkan.

1
2
PENILAIAN KAMI
overall
70 %
Artikel SebelumnyaHeart of Stone
Artikel BerikutnyaBlue Beetle
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.