“I just want to be free”

Sebuah thriller kriminal dengan kombinasi isu sosio-ekonomi menjadi kombinasi yang menarik.  Emily the Criminal adalah film thriller kriminal arahan sineas debutan John Patton Ford. Film ini dibintangi Abrey Plaza, Theo Rossi, Megalyn Echikunwoke, dan Gina Gershon. Lantas, bagaimana sang debutan mengemas kisah menarik ini?

Seorang perempuan muda yang DO dari kampusnya, Emily (Plaza), kini adalah seorang pekerja katering makanan yang terjebak hutang besar akibat masalah keluarganya. Catatan kriminal semakin menyulitkannya untuk mendapatkan pekerjaan mapan. Di tengah kemelut, Emily mendapat tawaran pekerjaan sambilan yang mudah dengan imbalan sangat besar, namun ia harus melanggar hukum. Emily pun tidak menampiknya. Ia pun kembali meminta pekerjaan lebih besar, dengan resiko yang besar pula. Emily pun terjebak dalam aksi kriminal pemalsuan credit card yang tak disadarinya membahayakan dirinya dan kelompok kriminal lainnya yang terusik dengan ulahnya.

Siapa sangka, premis demikian sederhana mampu membangun intensitas ketegangan begitu tinggi. Semakin dalam aksi Emily, kita semakin sadar pula jika sang protagonis bakal menemui masalah besar. Kelokan plotnya tampak mudah diantisipasi walau rupanya terkaan kita pun salah besar. Sebuah pilihan solusi yang tak mudah dan ending yang menggelitik jika kita melihat konteks isu filmnya, yakni sebuah sistem yang rapuh. Di luar ini, penampilan Aubrey Plaza yang gemilang membuat segala dalam kisahnya begitu meyakinkan dan membumi. Sepanjang film, ia mampu secara konstan menampilkan ekspresi dalam penuh tekanan, yang ini jelas tak mudah.

Sebuah penampilan memukau dari sang bintang, Emily the Criminal secara brilian menyajikan isu sosial tentang sistem yang gagal. Film ini menggambarkan secara sempurna bagaimana negara mengecewakan rakyatnya. Emily bukanlah orang jahat, dan dia berusaha keras untuk tidak ke sana, namun sistem mengecewakannya, dan tekanan pun memaksanya memilih jalan lain. Melalui debutnya, sang sineas mampu membuktikan talentanya, dengan sisi ketegangan maksimal hanya melalui sajian aksi-aksi yang sederhana.

Baca Juga  Memory

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaPinocchio
Artikel BerikutnyaNoktah Merah Perkawinan
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.