Empat tahun berselang setelah kemunculan series Kisah Tanah Jawa: Merapi (2019), kelompok eksplorasi sejarah Kisah Tanah Jawa berkesempatan memasuki layar lebar melalui adaptasi salah satu buku mereka dengan judul Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul. Kali ini di bawah arahan Awi Suryadi yang tahun lalu sukses pasar dengan KKN di Desa Penari (2022). Ia pun turut andil menulis skenario ini bersama Agasyah Karim dan Khalid Kashogi –yang selama ini selalu berpartner. Masih melalui produksi MD Pictures, film horor ini dibintangi oleh Deva Mahenra, Della Dartyan, Nayla D. Purnama, Abe Baasyin, Joanna Dyah, Iwa K., dan Pritt Timothy. Kabar kemunculan film ini sudah begitu viral, apakah sepadan dengan kualitas filmisnya?

Hao (Deva) adalah seorang praktisi retrokognisi (kemampuan untuk mengetahui sebuah kejadian yang terjadi pada masa lalu atau persepsi akan kejadian sudah berlalu). Menumpangi seseorang pada masa lampau untuk melihat peristiwa saat itu dengan memanfaatkan sebuah perantara atau katalis. Bertahun-tahun sepeninggalan eyangnya yang berujung tragis usai gagal kembali dari retrokognisi. Hari-hari ia selalu bersama teman masa kecil yang kini menjadi rekan praktiknya, Rida (Della). Sampai suatu hari sepasang ayah dan ibu meminta bantuan Hao untuk mencari putri semata wayang mereka, Sari (Nayla). Mulanya, pencarian tersebut adalah kasus kecil. Namun, rupanya Hao tanpa sengaja membuka kotak pandora berisi bahaya, khususnya terhadap nyawanya juga.

Ada beberapa inkonsistensi dalam Pocong Gundul. Salah satunya adalah kesalahan sebuah kalimat dalam dialog antara Hao dengan Rida, mengenai tujuan Hao beretrokognisi ke zaman Walisdi (Iwa). Kata-katanya malah mematahkan pernyataannya sendiri yang ia ucapkan sebagai jawaban atas pertanyaan seseorang. Padahal ada satu kalimat lain yang bisa menjadi opsi lebih baik untuk mengganti itu, sehingga pernyataan Hao tidak akan terpatahkan oleh kata-katanya sendiri mengenai keahliannya. Inkonsistensi lainnya juga muncul lewat tindakan Rida –yang penokohannya juga beberapa kali menunjukkan masalah. Termasuk level kepeduliannya terhadap teman masa kecilnya sendiri.

Adegan pembuka Pocong Gundul pun meninggalkan beberapa masalah untuk film ini sendiri. Bermaksud mulai mengenalkan ihwal retrokognisi, perlunya menggunakan katalis, serta selembar daun lontar dari masa kerajaan dahulu kala. Lontar tersebut tiba-tiba tertiup angin. Namun, saat lama-lama semakin mendekat dan tampak jelas, ternyata efek visualnya kelewat kentara. Tampak terlalu artificial atau dibuat-buat untuk sebuah lontar dari zaman lampau. Kurang terlihat nyata. Tampak kelewat baru, kaku, bersih, bahkan masih dalam kondisi utuh tanpa kerusakan sekecil apa pun pada daun itu. Ketebalannya juga berlebihan.

Perkara adegan yang menggunakan lontar tersebut juga mendatangkan masalah lain, yakni memudahkan penonton melakukan dugaan-dugaan terkait bahaya yang nantinya bakal mengancam Hao. Bahkan cenderung tertebak. Spesifik saat Hao sedang berada di tengah-tengah retrokognisinya, mengulang keteledoran bertahun-tahun silam. Ada sesuatu yang disorot dengan terlalu berlebihan dalam adegan pembuka Pocong Gundul. Urgensinya memang tinggi, tetapi durasi dalam menyorotinya kelewat lama.

Baca Juga  Tiga Dara

Penokohan Hao juga cenderung masih mentah. Terkhusus sebagai seseorang yang ahli dalam praktik retrokognisi, dan hendak menghadapi sesosok gaib dengan level kekuatan tinggi. Hao malah minim persiapan. Kewaspadaannya bahkan lemah, sejak menjelang hingga sepanjang perlawanan. Lantas apa gunanya sebuah pesan dari eyang agar ia selalu waspada, kalau Hao tidak mengingat itu dengan baik? Lebih-lebih saat –secara sadar atau disengaja—melibatkan diri dengan Walisdi, baik ketika masih berwujud manusia pada masa lalu maupun saat sudah menjadi pocong gundul. Padahal Hao pun tak punya kemampuan supranatural di luar kepekaannya untuk melakukan retrokognisi.

Jalan keluar dalam memenangkan Hao dan Rida atas Walisdi dalam wujud pocong juga remeh. Padahal dikisahkan lewat penuturan Pak Saman, betapa sakti Walisdi dahulu dengan ilmu hitamnya. Belum lagi ia juga berkontrak dengan Banaspati. Pocong dari Ananta (Surya Saputra) yang juga bersekutu dengan Banaspati dalam Pocong the Origin (2019) saja lebih kuat, mengerikan, dan tampak sangat mengancam. Level keseraman sang pocong gundul setiap kali muncul, kalah pula dari setan dalam Aku Tahu Kapan Kamu Mati: Desa Bunuh Diri (2023) gara-gara keterbatasan aksinya. Aksi-aksi teror dari sosok pocong dalam Mumun (2022) masih lebih menakutkan. Terlepas dari seberapa banyak para penulis, khususnya Om Hao, ingin mendekatkan cerita dalam film dengan buku serta peristiwa aslinya.

Kendati demikian, penulisan cerita Pocong Gundul masih terasa dilakukan dengan amat hati-hati lewat mantra yang digunakan. Ada kesan keaslian dalam mantra tersebut, atau setidaknya bukanlah gumaman atau rekaan sembarangan. Para penulis –yang disupervisi pula oleh Om Hao sendiri—sebisa mungkin menghasilkan skenario dengan beberapa unsur semirip kisah sebenarnya. Karena sosok yang dikisahkan juga dikatakan memang benar adanya. Selain itu, daripada seram, treatment horor dalam Pocong Gundul cenderung memelihara rasa panik dan kecemasan akan ancaman terhadap keselamatan nyawa Hao, alih-alih serentetan serangan beragam varian dari sang pocong. Kamera juga bergerak sepanjang film dengan “nyaman” dan “menyenangkan” dalam menghadirkan suasana horor, teror, dan kepanikan.

Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul memang masih terbilang seram, tetapi aksi setannya kurang dan mengabaikan beberapa inkonsistensi serta keteledoran awal. Aneh pula melihat hasil kerja Agasyah dan Kashogi kali ini yang masih saja belum konsisten dengan hasil terbaik. Padahal mereka terlibat pula dalam penulisan Teluh Darah (2023), Sewu Dino (2023), dan Waktu Maghrib (2023). Bicara singkat ihwal akting, sebagian besar sudah bermain dengan baik. Para pemeran untuk tokoh-tokoh sentral seperti Deva, Della, Pritt, Iwa, bahkan si gadis Nayla mampu menjiwai peran masing-masing. Pun kalau saja kekuatan sang sosok pocong gundul sesuai dengan profil Walisdi pada masa lalu.

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaExpend4bles
Artikel BerikutnyaSatu Hari dengan Ibu
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

1 TANGGAPAN

  1. Still through the production of MD Pictures, this horror film stars Deva Mahenra Della Dartyan Nayla. An incident that occurred in the past or the perception of an incident has already passed. Until one day a pair of father and mother ask for Hao’s help to find their only daughter, Sari.information For more details, you can visit our website https://storyups.com/

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.